Sena menguap untuk yang kesekian kalinya. Dia sudah mengerjakan banyak soal dari tentornya. Namun ia masih saja tidak bisa mendapatkan nilai 75. Sena sudah lama berhenti semangat belajar. Satu-satunya pelajaran matematika yang ia ingat adalah pelajaran saat ia kelas 6 SD. pelajaran saat SMP dan SMA tidak pernah ia dengarkan ditambah lagi, dia sering bolos sesuka hatinya. Ia merasa seperti anak bayi yang dipaksa mempelajari perkalian. Itulah sebabnya ia selalu mendapat nilai nol.
"Kalau gini caranya, mana mungkin aku bisa dapat nilai 75!" Sena mengacak kesal rambutnya. Lalu meletakkan kepalanya di atas meja. Matanya menatap horor buku-buku matematika yang berserakan.
"Ayo, Sena! Kamu sudah dapat nilai 68. Kurang 7 poin lagi," kata Kak Tio, tentor Sena.
"Ya udah, Kak. Kasih aku 10 soal lagi." Sena menegakkan posisi duduknya, meraih bulpoin, dan menunggu Kak Tio memberinya soal.
Kak Tio adalah mahasiswa ITB jurusan teknik mesin yang bekerja sambilan sebagai tentor pelajaran eksakta. IPK-nya tak pernah di bawah 3.5 , itu berarti semua nilainya nyaris sempurna.
"Nah, saya sudah buatkan kamu 10 soal. Coba kerjakan dulu." Kak Tio menyodorkan sebuah buku pada Sena.
"Kak, aku ini bodoh ya?" tanya Sena iseng setelah melihat sebentar soal-soal sulit yang dibuatkan Kak Tio untuknya.
Kak Tio terkikik. "Enggak. Kamu nggak bodoh kok. Malah saya pikir, kamu itu anak yang cerdas."
"Oh ya? Tapi, kenapa aku masih ngerasa nggak bisa ngerjain soal-soal ini?" Sena menunjuk 10 soal yang tertulis jelas di buku tulisnya.
"Kamu kan baru belajar 2 hari, Sena. Masak mau langsung bisa sih? Lagian kamu bilang, kamu udah nggak semangat belajar sejak 5 tahun yang lalu. Wajar kalau kamu kelabakan menghadapi soal-soal ini."
"Menurut Kakak, kira-kira aku butuh berapa hari belajar kalau aku mau dapat nilai 100?"
"Em ... kayaknya cuma satu bulan. Saya yakin kamu bisa dapat nilai 100. Itu pun kalau kamu belajar dengan sungguh-sungguh."
"Beneran?" tanya Sena memastikan.
Kak Tio mengangguk. "Iya. Sudah 2 tahun saya bekerja sambilan jadi guru privat. Dan jujur, kamu itu murid yang paling cepat menangkap."
"Waaaah aku jadi ge-er." Sena tersenyum malu sembari menggaruk rambutnya yang tak terasa gatal.
"Ya udah. Cepetan kerjain soalnya. Saya sebentar lagi harus ngerjain tugas di kos teman."
"Oke. Siaaaaap."
Setelah 30 menit berlalu, Sena berhasil mengerjakan 10 soal yang diberikan Kak Tio padanya. Kak Tio mengoreksi jawaban Sena lalu tersenyum puas. Mata Sena melebar senang saat melihat nilai 75 tertera di buku tulisnya.
"Ini beneran angka 75 kan?" Sena masih tak percaya.
Kak Tio mengangguk membenarkan. "Iya. Itu 75. Lagian, kalau kamu bekerja lebih keras lagi, kamu bisa mendapatkan nilai yang lebih bagus."
Sena masih tak bisa berhenti tersenyum sambil memandangi nilai 75 yang diberikan Kak Tio. Setelah puas belajar, Sena mengantarkan Kak Tio keluar rumah.
"Makasih ya, Kak. Besok datang lagi ya," kata Sena.
"Oke." Kak Tio menaiki motornya lalu memakai helm.
"Ati-ati di jalan, Kak!"
"Oke oke."
Kak Tio mengendarai motornya menyusuri kota Bandung menuju kos temannya. Dia tersenyum senang mengajar Sena. Baru kali ini ia menjumpai murid secerdas Sena. Sebenarnya, diam-diam Kak Tio mengajarkan Sena soal-soal yang sedikit lebih sulit agar Sena tak mengalami kesulitan saat mengerjakan soal yang mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Bad Boy
Teen FictionCover by : prlstuvwxyz "Gue mau jadi selingkuhan elo," ucap Sena dengan tatapan datarnya. Mata Shirlen terbelalak, mulutnya menganga, sedangkan otaknya masih berputar-putar, bertanya-tanya mengapakah bad boy yang tidak pernah sedikit pun berbicara d...