Sena melepaskan genggaman tangannya dari Shirlen lalu ia berlari menuju tepi pantai setelah melepaskan sepatunya. Ia menyiratkan air ke arah Shirlen dengan gembira.
"Berhenti nggak?" bentak Shirlen marah.
"Nggak mau. Weeeeek!" sahut Sena sambil menjulurkan lidahnya. Ia tetap menyiratkan air pada Shirlen hingga kini seragam Shirlen sedikit basah.
"Dasar kekanak-kanakan!"
Shirlen pun tak tinggal diam. Ia membalas Sena tanpa ampun, hingga membuat seragam Sena basah kuyup. Setelah puas bermain air, mereka tertawa bersama-sama bersama senja yang memantul di permukaan air laut. Sena mengacak rambut Shirlen yang basah dengan gemas. Matanya tiba-tiba memicing ketika melihat ada tahi lalat di dahi Shirlen sebelah kanan, tepat di dekat batas rambut.
"Kamu punya tahi lalat?" tanya Sena.
"Oooh iya. Biasanya sih nggak kelihatan kalau rambut nggak disingkap," papar Shirlen sembari merapikan rambutnya.
"Pasti kembaranmu nggak punya tahi lalat di kening."
"Iya. Yang membedakan kita cuma tahi lalat ini doang sama sifat. Lagian, tahi lalat ini tumbuhnya dekat rambut. Jadi nggak terlalu kelihatan sih."
"Apa Devan tau kalau kamu punya tahi lalat?"
"Iya. Kayak sih dia tau kalau dia teliti."
"Shit!"
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa. Pokoknya, jangan perlihatkan tahi lalat itu ke siapapun."
"Haaaajiiiiiiiww!" Tiba-tiba Shirlen bersin. Ia rupanya masuk angin gara-gara terlalu lama bermain air.
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Sena cemas. "Sepertinya kamu masuk angin deh."
"Aku nggak kenapa-napa kok. Nggak usah lebay dan over protective."
Sena bergegas kembali ke motornya, mengambil jaket, lalu memasangkan jaket tersebut ke punggung Shirlen.
"Kita ke rumah sakit dulu. Habis itu, aku akan anter kamu pulang. Oke?" kata Sena yang tampak panik.
"Nggak usah lebay, Sena. Ini cuma flu biasa kok. Besok pasti juga sembuh," sanggah Shirlen geram.
Shirlen belum terbiasa dengan perhatian yang berlebihan. Devan adalah murid emas yang jarang dijumpai batang hidungnya di sekolah. Ia sering ikut camp OSN di luar kota. Tentu saja kesibukannya itu membuatnya terkadang melupakan perhatian-perhatian kecil yang seharusnya ia berikan pada Shirlen.
"Kamu itu rewel ya!" omel Sena sambil memasangkan helm ke kepala Shirlen.
"Tapi kamu tuh basah kuyup kayak gitu. Entar kamu yang sakit bagaimana cobak?"
"Aku ini strong! Anak brandalan. Penyakit mah udah takut ke aku!"
"Ish sombong bener nih bocah satu. Tuhan nanti marah, baru tau rasa!"
***
Sedari tadi Shirlen celingukan mencari the secret bad boy nya. Biasanya, si Sena akan menjemputnya di depan rumah. Namun kali ini harapannya pupus. Sena tak kunjung datang. Shirlen pun memutuskan untuk memesan ojek online sebelum ia benar-benar terlambat ke sekolah. Ia malas berinteraksi dengan guru BP yang memberikan ceramah monoton.
"Shirlen, tumben nggak boncengan sama Sena. Kenapa? Lagi berantem?" tanya Nova kepo. Ia kebetulan tak sengaja melihat Shirlen di antar tukang ojek yang berhenti di depan sekolah.
"Gue ingin dibonceng tukang ojek aja," jawab Shirlen santai lalu berjalan menuju kelas.
Nova berjalan cepat untuk menyamai langkah kaki Shirlen, "Kalau lo berantem sama si Sena, tolong bilang-bilang ke gue ya. Siapa tau jodoh!"
"Ya elah. Gue tau kalau sekolah ini minim cogan. Tapi nggak segitunya, Nova. Masa pacar temen sendiri mau lo embat?"
"Sekarang jamannya pelakor. Lu ati-ati aja. Apalagi punya cowok ganteng rawan diembat."
Shirlen tercenung sejenak. Apa yang dikatakan Nova ada benarnya juga. Jangankan cowok seganteng Sena. Cowok cupu seperti Devan saja, ada yang merebut, dan lebih tragisnya, yang merebut Devan darinya adalah saudara kembarnya sendiri.
"Lo cari Sena ya?" tanya Nova ketika memergoki mata Shirlen yang terus menyisir ruang kelas.
"Sena belum datang ya?" tanya Shirlen balik.
"Elo kan pacarnya. Masa tanya ke gue. Emangnya gue ini pacar gelapnya apa?"
Shirlen tak menghiraukan ucapan Nova. Ia bergegas mengambil ponsel dari dalam saku bajunya, berlari menuju tempat sepi, lalu menelpon Sena.
"Halo, Sena. Kamu nggak masuk sekolah ya?" tanya Shirlen cemas mengingat hari ini ada ulangan Kimia.
"Hajiiiiiiiiww uhuk uhuk. Aku males gerak."
"Kamu sakit?"
"Enggak. Udah ya. Besok kutelpon lagi. Bye."
Sena mengakhiri panggilannya dan tentu saja hal itu membuat Shirlen kesal. Karena biasanya, dialah yang mengakhiri panggilan terlebih dahulu.
***
Ting tung ting tung
Sena melihat malas jam dinding yang menggantung di tembok. Ia melihat sudah pukul dua siang. Dan seseorang kini tengah mengganggunya. Damn! Annoying!
Dengan tubuh lemas, Sena berjalan sempoyongan menuju pintu, membukanya, dan tak melihat siapa yang datang. Dia kembali terkulai di atas sofa. Dahi Shirlen berkerut heran. Dia pun masuk tanpa izin lalu menutup pintu.
"Uhuk uhuk." Sena terbatuk.
Melihat Sena terbatuk tanpa jeda, tentu saja Shirlen tak tega. Ia memegang jidat Sena lalu ia terperanjat kaget bukan main. Sena demam parah!
"Sena, dimana kamu nyimpen selimut?" tanya Shirlen kebingungan.
"Di kamar," jawab Sena setengah ngelantur.
Shirlen buru-buru memasuki kamar, mengambil selimut, lalu menatanya di atas tubuh Sena. Ia kemudian mencari handuk, baskom, dan air dingin. Lalu bergegas mengompres jidat Sena yang begitu panas.
"Katanya strong, anak brandalan, penyakit pada takut. Tapi K-O juga kena angin pantai," sindir Shirlen.
Sena terlonjak setelah menyadari kalimat yang barusan ia dengar. Ia terduduk dari posisinya. Matanya melebar melihat Shirlen yang tiba-tiba ada di hadapannya.
"Sejak kapan kamu ada disini?" Sena masih tak percaya.
"Sejak kamu bukain pintu," kata Shirlen santai.
"Bagaimana kamu tau alamat rumahku?"
"Dari data siswa yang dipajang di kelas."
"Kamu kesini mau apa?"
"Mau jenguk."
"Aku nggak sakit kok!" tukas Sena bohong.
"Jidat udah kayak api unggun, masih aja berkilah."
"Aku bilang aku nggak sakit, Shirlen."
"Pindah aja tidur ke kamar. Orang sakit nggak enak kalau cuma tidur di sofa."
"Kamu datang ke sini sendirian-" Sena enggan merampungkan kalimatnya.
"Kenapa?" tanya Shirlen penasaran.
"Kamu nggak takut kuperkosa?"
Hahahaha. Shirlen tertawa lepas mendengar pertanyaan Sena barusan. Bagaimana mungkin Sena melakukan hal itu? Kalaupun Sena punya niatan memperkosa, pasti sudah ia lakukan sejak dulu, pikir Shirlen.
"Kenapa kamu ketawa? Nggak ada yang lucu!" tukas Sena geram.
"Perkosa? Nggak mungkinlah kamu ngelakuin hal itu, Sena," ungkap Shirlen.
"Kenapa nggak mungkin? Kita ini remaja berdarah panas. Dan saat ini kita sedang berduaan dalam satu atap tanpa pengawasan siapapun. Apa kamu nggak takut kalau aku akan lepas kendali?"
😃😃😃😃😃😃😃😃
Apa yang terjadi selanjutnya?
Apakah Sena mempunyai niatan buruk kali ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Bad Boy
Teen FictionCover by : prlstuvwxyz "Gue mau jadi selingkuhan elo," ucap Sena dengan tatapan datarnya. Mata Shirlen terbelalak, mulutnya menganga, sedangkan otaknya masih berputar-putar, bertanya-tanya mengapakah bad boy yang tidak pernah sedikit pun berbicara d...