Rumah itu selalu sepi. Ayah yang telah tiada, dan ibu yang tengah pergi merantau, sedangkan kakak pergi kuliah, membuat Fajar selalu sendirian di rumahnya. Sesekali teman-teman sekolahnya berkunjung ke sana, namun tidak sering, kecuali Senja, Kiki, dan Mori, yang hampir setiap minggu membantu Fajar membereskan rumah.
Sepulang sekolah seperti saat ini, Fajar biasanya menghabiskan waktu bersama teman-teman komunitas sepeda gunungnya. Fajar adalah pria yang senang berpetualang, melakukan perjalanan menggunakan sepeda dengan rute yang cukup jauh adalah hobinya. Namun semenjak menghadapi ujian nasional, Fajar meliburkan diri dari hobinya, dan memilih fokus belajar untuk pendidikannya.
Sebagai pecinta sepeda, ia lebih senang jika berpergian menggunakan sepeda, berangkat ke sekolah pun ia menggunakan sepeda, dan hampir setiap hari Senja selalu dibonceng olehnya saat ke sekolah.
Rumah Senja dan rumah Fajar tidak terlalu jauh. Jarak rumah keduanya hanya terpaut seratus meter saja. Inilah yang semakin membuat mereka semakin akrab. Senja lebih sering berkunjung ke rumah Fajar dibandingkan Kiki dan Mori, tak heran jika perasaan Senja tumbuh menjadi rasa cinta.
Fajar tengah mengganti pakaiannya. Ia baru pulang dari sekolah. TV di ruang tengah dibiarkan menyala, hal yang selalu ia lakukan saat sendirian di rumah. Baginya dengan kehadiran TV, rumahnya menjadi tidak terlalu sepi, setidaknya ada suara yang terdengar. Begitu alasan Fajar setiap kali Senja memarahinya karena dianggap boros energi.
Belum selesai mengganti pakaian, ponselnya berdering. Sambil menarik resleting celananya, Fajar meraih ponsel di atas tempat tidur. Sederet nomor kantor tengah memanggil. Dengan cepat Fajar mengangkat panggilan tersebut.
Tak lama, terdengar seorang menanyakan kepastian jika ia adalah Fajar, peserta lolos pemagangan ke Jepang. Setelah itu, orang di seberang sana menginstruksikan kepadanya bahwa ia harus mengikuti tes kesehatan di rumah sakit yang telah ditentukan, tes kesehatan itu merupakan tes tahap akhir dari program magang kerja di Jepang.
"Baik saudara Fajar, kami tunggu kehadiran anda untuk melakukan medical test. Terima kasih dan selamat sore!"
Panggilan itu pun terputus, dan tiba-tiba sakit di kepalanya datang lagi. Sakit kali ini jauh lebih hebat dibandingkan sakit sebelumnya. Kepala bagian belakangnya terasa seperti dihantam sesuatu, dan perutnya pun terasa mual. Dengan gontai, Fajar berjalan ke toilet.
Di depan keran tempat cuci piring, rasa mualnya tidak dapat dibendung. Hingga akhirnya isi perutnya termuntahkan, tidak banyak, hanya berupa cairan dan air liur.
Sesaat setelah keadaannya ia mulai tenang, ia mulai membasuh mulutnya, tiba-tiba ia melihat air memerah, ia terkejut bukan kepalang. Begitu mengangkat kepalanya dan melihat cermin, ia mendapati darah keluar dari hidungnya. Fajar semakin panik, dibasuhnya kembali darah itu. Ia pun tak lupa mengambil tisu agar pendarahan di hidungnya tersumbat.
***
Matahari kembali menyambut pagi, dan sepagi ini sekolah sudah tampak ramai. Koridor-koridor, taman, dan lapangan, dipenuhi siswa-siswi kelas tiga yang telah menyelesaikan Ujian Akhir Nasional. Tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Mereka sudah melewati masa-masa menuntut ilmu. Mereka tinggal menunggu hasil ujian nasional yang menyatakan mereka lulus dan siap melanjutkan ke jenjang selanjutnya.
Minggu lalu, Fajar telah melaksanakan tes kesehatan sebagai syarat akhir magang kerja ke Jepang. Hari ini, Fajar mendapatkan panggilan untuk menemui panitia pemagangan. Ia tidak tahu menahu apa yang akan panitia itu sampaikan. Ia mencoba bertanya kepada peserta lain, namun hanya dirinya yang mendapat panggilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fajar & Senja (End)
Ficțiune adolescențiAku berusaha untuk tidak menghitung waktu, karena kutahu engkau akan pergi. Namun waktu selalu berjalan sendiri, hingga kini kau benar-benar lepas dari genggamanku. Sesakit apapun kehilanganmu, aku tidak mau waktu terulang kembali, karena sulit b...