KUNANG-KUNANG TAK PERNAH SENDIRI

220 11 0
                                    



Sudah dua hari Fajar di rumah sakit. Pihak sekolah masih bertanggungjawab mengurus asuransi Fajar. Meski telah melaksanakan Ujian Nasional, namun Fajar masih berstatus murid sekolah, jadi semua itu menjadi tanggung jawab sekolah.

Fajar bersyukur di negeri ini masih ada asuransi jiwa. Meski belum sampai menolongnya untuk menjalani pengobatan berat seperti kemoterapi, setidaknya dalam keadaan saat ini, ada yang menanggung biaya perawatannya.

Dua hari di rumah sakit, tidak ada yang mengendus keberadaan Fajar. Ibunya di luar kota, kakaknya tinggal di asrama kampus, sedangkan tetangganya pasti mengira jika Fajar sedang berpetualang dengan anggota sepedanya. Tidak pulang selama tiga hari sudah dianggap biasa.

Sedangkan untuk sahabat-sahabatnya, Fajar belum memberi kabar apapun. Ia tidak tau harus memberikan alasan apa kepada mereka.

Fajar yang masih berbaring di ranjang rawatnya, akhirnya meraih ponselnya di atas meja di sebelahnya. Bagimanapun ia harus segera memberikan kabar kepada sabahat-sahabatnya walau harus berbohong, agar mereka tidak curiga.

Dihubunginya kontak atas nama Senja. Tak berselang lama, panggilanpun terhubung.

"Halo, Fajar. Kemana aja? Aku nyariin."

Suara senja seketika terdengar dari seberang saja, beigut lembut, dan terdengar sangat antusias jika sudah berkomunikasi dengan Fajar.

"Saya ada—" Fajar menjeda ucapannya. "—saya mau ke Ibu."

"Ke ibu? Ke Karawang? Kok mendadak? Ke sana pake apa?" Senja kaget mendengarnya, dan tiba-tiba ribuan pertanyaan terlontar dari mulutnya.

"Saya sudah sampai kok. Kamu gak usah nyariin ya. Pokoknya saya baik-baik aja."

Fajar sungguh tidak tau harus menyembunyikan penyakitnya dengan cara apa, mungkin dengan cara berbohong seperti itu akan membuat Senja percaya.

"Jar, kamu gak apa-apa kan? Kemarin Indra bilang, katanya dari semua siswa yang lolos seleksi pemagangan, hanya kamu yang dipanggil lagi oleh panitia. Itu kenapa, Jar?"

Fajar tersentak, ia khawatir kebohongannya dapat terbongkar. Fajar belum bisa mengatakan yang sejujurnya kepada orang-orang terdekatnya itu, termasuk kepada Senja.

Fajar takut mereka akan khawatir dan terganggu oleh keadaannya. Terutama Senja yang akan melanjutkan pendidikan ke Jepang. Jika Senja tahu hal ini, ia takut kalau nantinya Senja akan melakukan hal nekat, bahkan sampai membatalkan kuliahnya.

Demi seseorang yang disayangi, Senja bisa melakukan semua itu. Dulu, Senja pernah mengundurkan diri dari olimpiade sains di Tiongkok kategori electrician, hanya karena Fajar mengalami kecelakaan.

Senja memilih untuk merawat Fajar, dan memberikan olimpiade itu kepada temannya yang menjadi peringkat dua dalam tahap seleksi. Fajar takut kali ini Senja akan melakukan hal yang sama, apalagi penyakit yang dideritanya saat ini lebih berat.

"Kamu udah deh, jangan banyak tanya. Pokoknya sekarang saya mau menemui ibu. Dan gak ada apa-apa."

Fajar terpaksa menjawabnya dengan nada tinggi. Ia tidak tau lagi harus memberikan keterangan apa.

Di seberang sana, Senja terdengar menarik napas dalam-dalam.

"Oh, ya sudah. Salam sama ibu."

Pilu rasanya hati Senja mendengar ucapan Fajar itu. Ini baru kali pertama ia mendengar Fajar berkata dengan nada seperti itu kepadanya.

"Ya." Balas Fajar.

Panggilan pun segera Fajar akhiri agar kebohongannya tidak semakin terbongkar.

Fajar & Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang