Angin berembus setiap saat di puncak bukit yang langsung menghadap ke laut. Fajar dan Senja meniti jalan setapak menuju punjak bukit itu. Kali ini sepeda mereka ditinggal di bawah, dan selama berjalan kaki ke puncak bukit, Fajar menutup mata Senja. Ada kejutan yang ingin Fajar berikan untuknya.
Sesampainya di puncak, di dekat pohon besar dan pohon tumbang tempat kemarin mereka menghabiskan waktu, Fajar memberikan aba-aba kepada Senja untuk membuka matanya.
Di hitungan ke tiga, Senja siap membuka matanya, ia tampak mengedipkan matanya. Di hadapannya, terlihat samar-samar sebuah ayunan menggantung di atas pohon. Lalu Senja mengedipkan matanya lagi beberapa kali untuk memastikan pandangannya telah normal, dan kali ini jelas terlihat ayunan yang menggantung dan dihiasi tanaman merambat di sisi tambangnya.
"Ayunan?" Senja merasa heran. Sejak kejadian silam di masa kecilnya yanng nyaris tertabrak kereta, Senja benci dengan ayunan. Baginya ayunan memberikan nuansa cepat yang menghadirkan angin seperti angin yang diembuskan kereta waktu itu.
"Yah, Ja, senang dikit kek!"
"Iya, tapi buat apa ayunan."
"Saya janji, akan buat rasa takutmu dengan kecepatan hilang."
Senja menggeleng. Fajar tidak mengerti, ia tidak suka dengan ayunan.
"Kita coba aja yuk."
"Aku gak yakin."
Mereka bersehadap, mata Fajar menatap mata Senja dalam-dalam, lalu mengangkat tangannya dan meletakkannya di pundak Senja. "Yuk!" Ucap Fajar dengan sangat meyakinkan.
Tatapan itu, selalu berhasil membuat hati Senja berdesir, menjadikan Senja gugup, dan berkeringat dingin. Senja tidak bisa lagi menolak.
Fajar menuntun Senja untuk menaiki ayunan. Dipegangnya tangan Senja yang mulai menaiki ayunan dengan cara berdiri. Senja memegang erat tambang ayunan itu.
Setelah berhasil berdiri sempurna di atas ayunan, Fajar menarik ayunan ke belakang dan siap meluncurkannya. Saat hendak melontarkan ayunan, Fajar dengan cepat naik ke atas ayunan dan berdiri di belakang Senja.
Ayunan pun melaju, dan seketika mata Senja terpejam. Ia mulai kalap, seperti mendengar suara sirene kereta meraung keras. Senja mulai merasakan embusan angin yang tidak nyaman. Namun rasa takutnya terhadap kecepatan mulai hilang begitu merasakan ada Fajar yang memeluknya dari belakang.
Fajar merangkul tubuh Senja, memeluk perut Senja hingga Senja dapat bertahan. Sentuhan itu, telah berhasil membuat Senja lupa dengan rasa takutnya.
Senja melirik tangan Fajar yang melingkar di perutnya, ia menyentuh tangan Fajar sambil berusaha untuk berdiri tegak. Senja melirik ke arah Fajar yang tengah tersenyum kepadanya. Senja membalas senyuman itu.
"Masih takut gak?" Suara Fajar mengimbangi deru angin yang berembus.
Senja menggeleng. Dirasakannya angin yang berembus. Senja memandangi laut lepas. Ia memejamkan matanya dengan senyum yang terpasang sejak tadi. Fajar mengarahkan tangan Senja untuk merentangkan tangan. Senja semakin tersenyum lebar, begitu pula dengan Fajar.
Ayunan bergerak maju-mundur beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Fajar turun dari ayunan. Ia menuntun Senja untuk turun juga.
Tiba-tiba Fajar merasakan sakit di kepala bagian belakangnya, hingga ia sedikit terhuyung.
"Kamu kenapa, Jar?" Senja terlihat panik.
Fajar menggeleng sambil menahan rasa sakit di kepalanya. Sudah beberapa bulan ini, ia memang sering merasakan sakit kepala. Fajar beranggapan mungkin otaknya harus beradaptasi dengan pergaulan baru bersama gadis-gadis pintar yang menjadi sahabatnya. Bagaimana tidak? Ia yang awalnya jarang membaca buku, kini menjadi sering membaca dan menghapal. Sakit kepala seperti ini dirasa wajar baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fajar & Senja (End)
Fiksi RemajaAku berusaha untuk tidak menghitung waktu, karena kutahu engkau akan pergi. Namun waktu selalu berjalan sendiri, hingga kini kau benar-benar lepas dari genggamanku. Sesakit apapun kehilanganmu, aku tidak mau waktu terulang kembali, karena sulit b...