Bali, April 2011
Sebuah kamar yang cukup luas dengan lampu-lampu kecil menghiasi setiap sudut ruangan. Lemari, jendela, pintu, dan langit-langit, semua dihiasi gemerlap lampu kecil. Senja sangat suka cahaya. Sejak kecil ia lebih suka berpergian ke kota di malam hari dibandingkan berlibur ke tengah hutan yang sepi.
Lampu-lampu di kamarnya itu ia pasang sendiri atas keterampilannya yang didapat dari sekolah. Di SMK, tempatnya menimba ilmu, Senja masuk di jurusan Teknik Instalasi Tenaga Listrik. Jurusan yang terbilang berat bagi seorang perempuan. Namun itulah Senja, ia sampai merengek dan tidak makan seharian karena ingin masuk jurusan itu.
Sebenarnya orang tua Senja menginginkannya masuk jurusan bisnis, namun Senja selalu berasumsi bahwa di keluarganya sudah ada ahli bisnis. Sementara untuk ahli teknisi belum ada, dan ia memutuskan untuk menjadi ahli teknisi di keluarga.
Ketika membantu pekerjaan papanya di pabrik, Senja tidak membantunya di balik komputer, atau di balik berkas-berkas dokumen perusahaan. Senja lebih senang terjun langsung ke lapangan. Membantu para teknisi senior untuk mengelola pabrik.
Jika ada yang mengatakan Senja tomboy, sama sekali tidak akan terlihat dari penampilannya. Senja selalu berpenampilan modis, menggunakan gaya-gaya pakaian terkini, dan selalu terlihat cantik. Ia juga bukan tipe perempuan urakan, Senja lebih senang membaca novel dibandingkan hura-hura. Senja hanya menekuni apa yang ia mau, termasuk tekun pada jurusan di sekolah yang ia ambil.
Di kamar itu, Senja sedang berbaring sambil menatap ukiran kupu-kupu yang Fajar berikan. Ada sesuatu yang terlintas dan terasa sangat indah ketika memandang gantungan itu. Sebuah ukiran kayu berbentuk kupu-kupu yang mampu mengingatkannya pada sosok Fajar yang sangat ia kagumi. Sesekali senyuman tipis terpancar di wajah Senja. Ia membayangkan kenangan-kenangan indah bersama Fajar.
Namun selang beberapa detik, raut wajahnya berubah. "Sayang, kita hanya bersahabat," batinnya dalam hati.
Senja tak mungkin lupa dengan janji persahabatan itu. Tentang ia, Fajar, Kiki, dan Mori. Mereka berempat adalah sahabat yang telah mengikrarkan janji dan tidak akan pernah mengkhianati janji persahabatan mereka sampai kapan pun.
Senja sadar, jika ia mencintai Fajar, itu akan merusak apa yang sudah terjalin sebagai ikatan sahabat. Mana mungkin ada seseorang yang suka sama sahabatnya sendiri. Pola persahabatan yang semula melingkar, akan terputus karena di sisi lingkaran ada kata 'pacaran' yang menjadi penghalang.
Senja juga berpikir. Jika ia mencintai Fajar, mungkin ada salah satu dari sahabatnya yang akan terluka, karena ia pikir Kiki dan Mori juga seorang wanita yang memiliki perasaan. Dan dalam persahabatannya itu, Fajar satu-satunya lelaki. Ia tidak pernah membeda-bedakan sahabatnya. Jika ia suka dengan Fajar karena perhatiannya, bisa jadi sahabat-sahabatnya yang lain juga suka sama Fajar.
Senja menghela napas. "Di dunia ini, tidak ada orang yang suka sama sahabatnya sendiri, kecuali mereka yang mau memutuskan pola persahabatan tersebut," ucap Senja meyakinkan dirinya dalam hati.
Tak lama kemudian, pintu kamar Senja terbuka. Dari balik pintu itu, terlihat sosok gadis anggun berbalut kerudung yang menjulang hingga menutupi seperempat badannya. Kiki langsung menyapa dan tersenyum manis ketika melihat Senja.
Senja sudah menanti-nanti sahabatnya untuk datang. Ketika malam hari seperti ini. Senja, Kiki dan Mori sering mengadakan acara bersama. Mereka berkumpul di kamar, sekadar untuk saling bertukar pikiran layaknya gadis remaja kebanyakan. Sedangkan untuk tempatnya, mereka biasanya saling bergantian. Untuk malam ini, yang menjadi tuan rumah adalah Senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fajar & Senja (End)
Fiksi RemajaAku berusaha untuk tidak menghitung waktu, karena kutahu engkau akan pergi. Namun waktu selalu berjalan sendiri, hingga kini kau benar-benar lepas dari genggamanku. Sesakit apapun kehilanganmu, aku tidak mau waktu terulang kembali, karena sulit b...