detak.

27 0 0
                                    

"assalamualaikum" teriakku sambil melepas sepatu hitamku di rak. Aku memasuki rumah , tak ada yang mengahut sapaku. Aku tak terlalu ambil pusing, aku langkahkan kaki ku menuju kamarku,baru saja selangkah kuinjakkan ,bunyi sesuatu barang yang jatuh mengganggu telingaku. Otakku merespons cepat, hatiku meringkuk ketakutan, tapi kakiku terus melangkah menuju sumber suara.

Aku melihat asbak pecah berhamburan dilantai, suara isak tangis serta teriakan, jantungku berdebar hebat saat melihat ayah yang mendorong ibu untuk mengambil sesuatu yang digenggam erat-erat oleh ibuku.

"cukup!" aku berteriak marah, mataku melotot kearah keduanya,nafasku memburu.

Mereka melihatku , lalu ayah melepaskan ibuku, ibuku menangis, sedangkan ayah menarik nafas panjang. Mereka kompak terdiam sesaat.

"ibumu yang memulai" kata ayah memegang dahinya, Nampak gusar.

"tidak! Ayahmu yang memukul ibu, apa itu caramu menjadi kepala rumah tangga yang baik?"tuding ibu.

"sudah! Cukup!" ucapku frustasi.

Aku keluar dari kamar orangtuaku, mengambil salah satu sandal lalu pergi kemanapun. Sesak didadaku masih kutahan.tangan serta kakiku masih bergetar.

Dipersimpangan jalan, dengan masih menggunakan seragam, kugenggam ponselku, melihat sesekali notif disana, suara lalu lalang kendaraan tak kuperdulikan, aku sibuk menjelaskan kepada hatiku agar seharusnya dia baik-baik saja.

"gue kesana" aku membaca pesan yang tadi kukirimkan pada sekar.

Kulihat dari kejauhan sekar datang , tapi bersama lia. Aku tersenyum ,pura-pura baik –baik saja , agar tak usah susah payah kujelaskan. Aku sengaja meminta bantuan sekar, karena hanya dia yang tahu. Sedangkan lia belum dan mungkin tidak akan kuberi tahu.

"kenapa?" tanya sekar khawatir, karena aku tidak biasa meminta bantuan kalo tidak memang butuh.

"anterin gue kerumah nadilla"

"nadila temen SD lo itu?" tanyanya.

Aku naik keatas motornya, aku duduk ditengah ,sedangkan lia dibelakangku.

"njirr kaya cabe-cabean"kata lia.

"kan lo emang cabe" ucapku tertawa.

Setelah kuucapkan terimakasih dan kupastikan aku baik-baik saja , aku masuk kerumah ber cat abu-abu itu, rumah yang sudah lama tak kukunjungi, dimana aku bisa meluapkan segalanya, rumah itu selalu kosong, itu rumah sahabatku,Nadilla.

Ibunya yang sudah kuanggap sebagai ibuku,selalu pulang saat matahari terbenam, dia adalah seorang guru SMP, sedangkan ayahnya kerja diluar kota dan akan pulang 1kali dalam seminggu, dia punya 2 saudara perempuan, yang kecil berusia 7tahun sedangkan kakaknya berada 1tahun diatasnya,biasanya kalau siang begini adiknya akan main dan hanya ada nadila dan kakaknya, kak rosa.

"assalamualaikum. dill"kuketok pintu beberapa kali.

"iyaa walaikumsalam" teriak seseorang dari dalam.

"oh lo ra, masuk. Nadila pergi latian silat, paling bentar lagi pulang." Kata kak rosa sambil membersihkan belek dimatanya.

"oh gitu ya kak"aku membuka sendalku, lalu memasukkannya kedalam."bisa telfonin gak kak? Suruh pulang cepet"

"iya ntar gue telfonin"

Aku masuk kedalam kamar nadila, kurebahkan diriku dikasur empuknya, air mataku mengalir tanpa kuberi aba-aba.

"sangat tak sopan"gumamku mengusap airmataku.

Kudekap mulutku saat isakku sudah mulai mengganggu. Kepalaku sudah mulai pusing, mataku membengkak parah. Kudengar pintu terbuka, kutolehkan kepalaku sedikit.

Dear AldityaWhere stories live. Discover now