Dari pagi hingga sore kota Bengkulu diguyur hujan. Badanku rasanya letih semua, tapi mataku enggan istirahat. Sedari tadi aku melihat keluar jendela, aku tersenyum melihat semangatnya hujan untuk mengguyur kota kecilku ini dan hari ini kupustuskan untuk menyukai hujan juga Alditya.
Keesesokkan harinya, selesai melaksanakan solat, aku memutuskan untuk membantu pekerjaan rumah sedikit lalu segera siap-siap. Setelah aku dan adikku siap menuju sekolah , ibu sudah duduk diatas motor maticnya, pagi begini aku memang selalu diantar oleh orang tuaku. Biasanya papa yang selalu menghantarku tapi dari tadi malam aku tidak melihatnya berada dirumah.
Sekolahku dan adikku kebetulan satu arah jadi kami akan menghantar adikku dulu, baru ibu melanjutkan perjalannya menuju sekolahku.
"ayah ga pulang bu?" tanyaku setelah adikku sudah turun dari motor ibu.
"biasalah kau tau, ayahmu itu selalu begitu, tidak ingin berubah. Ibu muak ra, ibu bosen sama tingkah ayahmu . dia seenaknya pergi tanpa mikirin anak istri, gamikir kalo ibu pontang-panting cari uang buat makan,sekolah dan bayar hutang."
Aku hanya diam.
"setelah itu dia pulang tanpa rasa bersalah. Setiap ibu tanya ,dia malah menyalahkan ibu , dasar laki-laki tu emang egois ra, gamau disalahin, ibu bingung sama ayahmu.orang udah nagih karena cicilan mau dibayar dan uangnya belum ada."
"mungkin ayah lagi nyari uang juga bu" ucapku membela ayah.
"dia nyari uang? Buat beli rokok aja dia mintanya sama ibu, seharusnya dia malu sebagai laki-laki" kata ibu mulai emosi.
"bu dara udah telat , bisa ngebutan dikit nggak?" kataku mengalihkan.
Ibu hanya diam lalu melajukan motornya lebih cepat.
Setelah itu aku dan ibu hanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Perlu kalian ketahui aku sudah biasa mengalami hal seperti ini, ibu dan ayahku tidak seperti ibu dan ayah kalian. Mereka berbeda tapi tak sedikitpun aku berniat membedakan mereka.
Kakiku kembali lagi kerumahku. Maksudku sekolahku. Menurutku sekolah adalah rumah, aku bisa menemukan orang yang menyayangiku. Orang yang benar-benar peduli padaku, yang siap merangkulku. Walau setiap hari aku harus sedikit drama dihadapan mereka bahwa aku baikbaik saja.
Aku tidak ingin membuat mereka khawatir atau sedikit saja mengasihaniku lalu aku hanya perlu lupa pada sesuatu yang membuatku pilu.
Moodku pagi itu sudah tak keruan, tapi aku harus tetap terlihat menawan. Kutegapkan bahuku, lalu aku tampakkan senyumku.
"haiii raniaa gilaa" kataku menyapa rania.
"tumben ga telat"
"yang harusnya ngomong kayak gitu tuh gue" kataku sambil tertawa, lalu mengambil salah satu buku temanku untuk menyalin tugas yang seharusnya kukerjakan dirumah.
"udahla kalian tuh berdua sama aja, gausah sok suci"kata salsa menengahi.
Aku diam, sibuk menyalin tugas, sementara rania yang telah selesai ,mulai mendekatiku dan mengacau.
"lelet banget lo nulis nyet, kayak siput lagi keseleo aja lu"
Aku hanya menatapnya lalu kembali fokus. Aku sudah hafal tujuannya datang padaku, pasti dia ingin curhat perihal ade, pacar LDR nya.
"ra dengerin gue dong"
"hmm"
"kemaren gue kan videocall sama ade, anjir ganteng abis, ga salah nih pilihan gue, walaupun mata gue minus 1,75" mata rania berbinar, menunjukkan bahwa ia sangat bangga pada dirinya sendiri

YOU ARE READING
Dear Alditya
Fiksi Remajaizinkan aku menuliskan sedikit perasaanku di secarik kertas putih ini, menodainya dengan tinta pena hitam yang kupegang, siapa tahu kisah hidupku yang abuabu ini bisa memotivasi suatu hari nanti, kalau aku pernah melewati masa pilu. Aku si gadis b...