kedua

230 31 17
                                    

[Kalyca]

Aku masih ingat ketika hari terakhir aku di Paris. Dimana aku sudah siap bersama satu koperku untuk menuju ke bandara dan tinggal menunggu si supir yang janjinya mau mengantarku hingga ke tempat terakhir di Paris sore itu.

Udaranya sejuk, tidak terlalu berangin. Suhunya juga sudah naik beberapa derajat dari hari pertama aku menginjakkan kaki di sana. Beberapa ketukan pintu bisa terdengar, membuatku yang sedang duduk santai di balkon kamar hotelku harus bangun dan berhenti sejenak dari kegiatan menikmati pemandangan Paris sore itu.

Tapi ternyata pemandangan di balik pintu lebih membuatku terkesan dari menara eiffel yang dibalut jalanan sibuk Paris. Disana si supir berdiri, dengan satu hadiah manis yang ia berikan setiap hari, setelah aku ada di Paris.

"The last tulip before the flight. Hope it can make the take off feels smoother." He knows it so well, that I always am so afraid during 'that' time.

Yang aku bisa lakukan hanya tersenyum dan memberinya satu pelukan. Basic memang. Tapi itu yang ini aku lakukan lama-lama sebelum akhirnya tidak bisa melakukannya untuk jangka waktu yang tidak akan pernah ada yang tahu kecuali tuhan di atas sana.

"Kapan balik lagi?" Ini pertanyaan yang seharusnya aku lontarkan dan bukan dia yang bilang.

"Gak kebalik tuh?" Dia tergelak sambil masih fokus pada jalanan sore itu.

"One thing that I noticed about you lately," Ia berhenti sejenak, "Kamu agak berubah."

"Berubah gimana?"

"Jadi bold and savage kalo bahasa kerennya mah." Aku terkekeh, tidak mau membantah karena memang pelajaran hidup banyak mengubah seseorang. Dan aku bukan pengecualian.

"People changed, Bintang."

"I know, only my love for you is not." Lagi lagi aku tersenyum.

Dan seperti sebuah janji, Bintang seperti selalu membuatku teringat akan hal itu. Akan statementnya sore itu di jalan menuju bandara.

"Five more mins, please?" Suaranya serak sambil menarik selimut menutupi seluruh wajahnya. Ini Bintang yang sudah berkali-kali ku bangunkan namun masih menolak untuk bangun.

"Nanti telat ke kantornya." Kini giliran aku yang merengek. "Bangun yuk."

"Bintaang." aku mulai menarik selimutnya menjauh, mencubit pipinya, lalu hidungnya hingga ia menyerah dan membuka mata.

"Kalyca, honey, I can't breathe."

"Then wake up." Aku mengecup pipinya satu kali, sebelum akhirnya berdiri dan meninggalkannya, yang aku yakini telah bangun, untuk membuat sarapan.

Tidak lama setelahnya aku bisa dengar suara shower yang menyala, menandakan dia sudah ada di dalam kamar mandi dan membuatku lega karena tidak harus dibuat kalang kabut karena bingung harus membuat sarapan dahulu atau kembali ke kamar dan membangunkannya.

Menu makan pagi hari ini sama dengan pagi biasanya, hanya berbeda dengan hari pertama ia datang kesini. Dia bilang,

"Jangan terlalu dipaksa buat yang istimewa, karena roti selai kacang kalau makannya sama kamu udah istimewa, Kalyca."

Ini dia Bintang yang meskipun susah bangun tidak pernah pilih-pilih makanan. Jadi meskipun merepotkan, tidak pernah sepenuhnya membuatku kelimpungan di pagi hari.

"bonjour mon chérie." Katanya setelah menjatuhkan kecupan di ujung kepalaku. Sarapannya sudah jadi dari tadi, hanya saja aku masih sibuk dengan ponselku sambil menunggunya selesai mandi.

b'shert [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang