kelima

139 18 0
                                    

[Bintang]

Terhitung sudah 5 kali gue ada di sini. Duduk di tempat yang sama dan dengan alasan yang sama. Sama-sama nungguin nyonya selesai jam kantornya lalu gue ajak pergi keliling mana aja yang jelas belum keliling dunia.

Banyak hal yang sedikit demi sedikit gue sadari, ketika menunggu bukan lagi hal menyebalkan tapi malah bikin deg-degan nggak karuan. Karena setelah selesai waktu menunggu gue tau dia akan datang sambil senyum lebar, setelahnya akan gue sambar tangannya untuk terus keluar dari gedung kantornya.

Tapi hari ini ada yang beda. Si sayang hanya bengong sambil jalan lurus ke depan. Bahkan kayaknya nggak sadar kalau dia sudah melewati gue yang duduk di sofa ruang tunggu depan.

"Sweet." Gue berbisik tepat di belakangnya, membuat yang dengar sedikit loncat sebelum akhirnya nengok ke belakang.

"How many times should I tell you, DON'T D-"

"Shh. Ok ok, I'm sorry." gue buru-buru menutup mulutnya sebelum dia teriak lebih kencang, yang jelas salah besar karena setelahnya dia hanya melotot sampai matanya benar-benar bulat. "Saya tadi duduk di sana, kamu nggak liat?"

Kali ini dia menoleh ke sofa yang tadi gue duduki, lalu menggeleng.

"Hmm level bengong kamu kayaknya udah naik satu tingkat." Dia mencubit lengan gue. "Ah- sakit."

Lalu berbalik, meninggalkan gue sendiri lagi untuk berjalan di belakangnya. Meskipun gue tetap berlari untuk menyambar tangannya dan jalan berdampingan.

"Ada apa sih? abis meeting sama pak Samson hari ini?"

Ia menghela napas berat sebelum menggeleng. "Terus?" Gue menariknya untuk berhenti dan menghadap ke arah gue sekarang. Tapi dia nggak bilang apapun, melihat ke arah gue pun nggak.

"Oke, ayo makan?" Butuh beberapa detik sebelum akhirnya dia mengangguk. Kami berjalan lagi, bersamaan dengan tangan gue yang mengayunkan tangan kami ke depan dan kebelakang, membuatnya terkekeh tiba-tiba.

Gue hanya diam, bahkan hingga kami sudah di mobil dan mulai berjalan keluar area parkirpun suasananya masih sunyi. Tapi bukan sunyi yang tegang, lebih gue yang membiarkan dia punya waktunya sendiri karena bekerja dari pagi hingga sore itu tidak bisa di bilang ringan.

Gue sadar dia capek, di tambah lagi hal aneh apa yang membuat dia nggak mood buat sekedar basa-basi hari ini. Tapi bukan suatu hal yang bisa gue salahkan juga, semua orang punya masalah dan beban sendiri. Pilihan mereka untuk bicara atau tidak, semuanya tergantung waktu juga. Jadi memaksa dia untuk cerita sekarang juga bukan sebuah jalan keluar.

"Kamu masih mau makan pizza atau kita ganti menu makan malam hari ini?" Tanya gue hati-hati.

"Terserah kamu aja." Pamungkas sekali jawaban ini. Membuat gue diam beberapa detik sebelum akhirnya menepi.

"Hmm." Lalu hening. Mungkin Kalyca sadar, makanya setelah itu dia menoleh meskipun masih diam. "Apa?" Gue mengerutkan dahi, lihat dia yang tiba-tiba jadi fokus lihatin gue.

Dia menggeleng, sambil menarik napas panjang dan mengeluarkannya dengan berat. Lalu matanya ia buka lagi, jadi tambah fokus lihatin gue.

"Kalo kamu punya niatan makan saya mending di urungkan niatnya. Kebetulan daging saya belum se-enak daging ayam pecel lele depan apartemen."

"Bukan." Tukasnya. "Aku masih nggak doyan daging kamu."

"Ey. Said the one who snap me every morning." Gue meringis, "I know I taste good, just admit that, Sweet."

b'shert [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang