[Part VIII] Sunshine

2.3K 264 21
                                    

Jika pada padang rumput yang tenang dan hening

Engkau bisa mendengarkan alunan melodi

Jika hanya dengan memandang mata

Jantungmu tak lagi bisa kau kendalikan iramanya

Maka mungkin, engkau mulai terjebak

Perlahan, perlahan....

----

"Apa yang Noel inginkan?"

Emre membiarkan para dayang mengepang dan menghias rambut panjangnya. Bunga lily lembah berwarna putih yang mungil dan wangi terselip indah diantara kepangan rambut peraknya yang berkilau. Saina dan Feila saling berbisik dan tersenyum mengagumi betapa cemerlangnya wajah sang ratu malam ini. Gaun pink rose dengan bordiran benang emas teratai yang indah memperjelas keindahan kulit Emerald. Apalagi setelah Feila menyemprotkan sulingan air mawar di rambut bagian belakang tengkuk sang ratu dengan hati-hati.

Setelah Emre siap, Feila dan semua dayang meninggalkan sang ratu sendirian di kamar.

"Semoga kali ini ratu tidak terluka..." gumam Feila sambil tersenyum.

Saina mengedikkan bahu sambil menghela nafas panjang.

"Kau tahu, sepertinya Rha Nefertem sedang kesal. Kau lihat? Berapa kali Dai dimarahinya sejak sore tadi? Sebaiknya kau yang ke ruang pustaka, mereka pasti sedang menunggu kabar dari kita jika ratu telah bersiap..."

---

Noel segera bergegas menuju ke kamarnya setelah Feila mengumumkan kesiapan sang Ratu.

Semoga kali ini Emre berpakaian layak!

Noel menggeram jengkel.

Jika saja tidak diterimanya tugas resmi dari ayahandanya untuk menuju Illeanos dalam beberapa hari ini, rasanya dia malas berbicara dengan ratunya. Pertemuan dengan Emre selalu mampu membuat kegusaran yang begitu besar di hatinya. Dia sendiri tidak mengerti, selama ini wanita manapun tidak pernah mampu membuat setitik rasapun di hatinya. Tetapi baik dalam pengaruh racun kebencian ataupun tidak, Emre selalu bisa membuatnya gusar bagaimanapun keadaan gadis itu.

Benar saja dugaannya, walaupun Emre berpakaian lebih sopan dan layak tetap saja mampu membuat Noel merasakan perasaan yang begitu aneh dalam hatinya dan dia tak menyukai rasa ini. Dibukanya topeng emasnya dan diletakannya di nampan sebelum duduk di sebuah kursi panjang beralaskan bulu cerpelai yang tebal. Lelaki itu memangku kakinya dan melihat di meja sebelahnya telah tersedia berbagai minuman segar dan anggur seperti biasanya. Dai selalu tahu bagaimana selera Noel akan tetapi sebuah vas putih yang berisi bunga-bunga daisy pink yang mengingatkan Noel akan Emre kembali membuat lelaki itu mendesah sebal. Kamarnya! Sekarang menjadi 'bernuansa Emre'. Sejak kapan? Ah! Dia membenci bunga-bunga yang mulai ditempatkan di sudut-sudut kamar. Kemana suasana sakral kamar emasnya dulu?

"Yang mulia, apakah anda menginginkan hamba untuk menuangkan minuman?" tanya Emre lembut tapi tak mampu menutupi suaranya yang gemetar. Tatapan tajam lelaki itu selalu mampu mengintimidasinya. Kenapa Noel selalu menatapnya penuh kemarahan seperti itu? Apa salahnya? Bibir lelaki itupun tampak terkatup kesal.

"Aku tidak suka pakaian yang kau kenakan...." gerutu Noel.

Emre menghela nafas untuk menenangkan hatinya.

"Maaf yang mulia, para pelayan yang telah menyiapkan...."

Belum selesai Emre berkata-kata, Noel sudah mengangkat tangannya memberi isyarat Emre untuk diam.

The Knight of WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang