[Part IX] Oblivion

2.3K 284 32
                                    

Engkau mungkin bisa menipu

Melalui paras dan tutur kata

Tapi tak ada yang bisa mencegah

Kata hati berbicara

Dengan degupnya....dalam iramanya

Walau kita pura-pura...tidak perduli*)

----

"Rha Nefertem...."

Lelaki itu memandangi langit-langit peraduannya dengan nyalang. Melihat gemerlap bintang dari jendela kamarnya dia bisa memastikan hari sudah berada di ujung pagi. Purnama memang masih terlihat cemerlang, tetapi justru mendung menyelimuti hati Noel.

"Kenapa separuh peri ini semakin menyebalkan saja?" pikir lelaki itu. Sekarang tidak hanya tangan mungil si peri yang menjerat tubuhnya, kaki Emre, tubuh Emre pun merapat kepadanya. Ditambah pula gadis itu menggumamkan namanya bagai mantera pemikat. Tapi, kali ini Noel berjuang untuk tidak takluk, dia tidak mau menjadi bahan tertawaan orangtuanya jika membawa Emre dalam kondisi terpincang-pincang karena lusa mereka akan berangkat ke Illeanos.

Walaupun nafas hangat gadis itu menampar-nampar lehernya, dia tidak akan terpengaruh. Ditatapnya simbol-simbol di langit-langit untuk mengenyahkan segala hal yang mengingatkannya akan rasa Emre.

"Sakh pa khenew temew imeeoo. Wennen pa per adje wedja ar neshee neb. Tem ka ack kisent a-aa. Ha wehem sebatch ha-oot khat at neb men merot hetep a-aa djet neh..."

Berkatilah istana ini dan setiap penghuni di dalamnya. Istana ini akan terselamatkan dari segala macam badai. Ketidak beruntungan tidak akan mampu memasukinya. Tawa dan kebahagiaan akan bergaung di tiap ruangnya. Cinta dan kebahagiaan akan abadi di sini, selamanya...."

Ah, sial. Kenapa bait doa yang nyaris tak pernah diperhatikannya terlukis indah setelah namanya itu, sekarang justru membuat miris perasaannya. Sejak bayi dia dikutuk dan mantera doa Maurish yang tertulis di langit-langit kamarnya itu selama ini tak pernah dianggapnya serius, hanya sekedar sarkastik baginya. Dia tidak mengharapkan kebahagiaan dalam hidupnya yang penuh perjuangan dan selalu dilingkupi peperangan. Istana Matahari hanyalah tempat singgah untuk mengistirahatkan tubuh yang lelah dan penuh luka setelah peperangan. Dia tidak pernah berfikir hidup damai dalam setiap masa dia memasuki istana ini. Karena itu, saat membaca bait harapan yang tertera di langit-langit itu saat ini. Noel merasa kenaifan harapan orangtua dan penyihir putih Illeanos mulai menampakkan hasilnya.

Tawa bahagia? Ya mungkin itu belum bergaung. Tapi dia merasa kesintingannya akhir-akhir ini karena dalam perjalanan pulang kemarin tatkala dia tersenyum-senyum tak jelas, mulai beralasan. Damai? Alih-alih damai, pelukan Emre semakin membuat tubuhnya panas, bukannya merasa damai. Tapi sekilas tadi dia merasa aneh, memikirkan anak-anaknya nanti akan menghiasi istana ini dengan gelak tawa mereka? Anak? Nah kan, pikirannya mulai aneh lagi. Kehadiran perempuan ini hanya mempersulit hidupnya, kenapa mereka bertemu dan apa makna pertemuan ini? Noel memandang purnama yang mulai memudar. Dipejamkannya mata dan mulai mematikan kata-kata yang berputar dalam benaknya, sebaiknya dia berkonsentrasi untuk....tertidur!

---

Rasanya menyenangkan, seperti menghirup udara dingin di pagi hari, tetapi ada samar kehangatan mentari yang mengusir hawa dingin dengan perlahan. Hangat....hangat tapi sejuk. Kenyamanan yang memabukkan....

Perlahan sudut bibir gadis itu tersenyum. Kelopak matanya sedikit demi sedikit terbuka dan dia nyaris melebarkan senyumnya karena mengira akan melihat keindahan yang membuatnya nyaman, sayang sekali, pekik tertahan keluar dari bibirnya saat menyadari apa – lebih tepatnya siapa – yang dipeluknya barusan.

The Knight of WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang