Chapter - 4

1.2K 122 1
                                    

Oke, akan sangat membosankan apabila aku menceritakan seluruh perjalananku tadi bersama Percy untuk kembali ke Perkemahan. Bukan maksudku untuk bermalas-malasan, hanya saja yah.. Kau tahu lah, tidak yang menarik dalam perjalanan kami.

Meskipun aku sangat lancar dalam membaca, menulis, dan mengeja huruf dalam bahasa Inggris, tetap saja aku sedikit kesusahan dalam merangkai kalimat atau kata-kata. Serius Bung, hal itu menguras sebagian tenagaku untuk berpikir.

Tetapi, demi kalian aku akan tetap melanjutkan dan menceritkan kisahku sebagai Demigod yang sedikit spesial dibandingkan dengan yang lain.

Maksudku.. Yah aku kan aneh karena mampu membaca dan menulis dengan lancar serta mengeja dengan sempurna. Berani taruhan? Frank Zhang yang memenangkan lomba mengeja itu saja pasti masih kalah denganku.

"Lean," panggil sebuah suara di belakangku yang spontan saja membuatku menoleh ke belakang. Aku mendapati Sam sedang menatapku dengan tatapan tajam.

"Ya? Ada apa?" aku seperti merasakan dejavu, beberapa waktu yang lalu ia juga memanggilku seperti ini kan?

"Kau hendak ke Perkemahan Jupiter?" tanyanya tanpa basa basi. Well jelas sekali wajahnya menunjukkan kecemasan.

"Um.. Aku belum memutuskannya sih. Akan tetapi sepertinya Percy akan mengajakku. Kau tau lah, urusan diplomatis seperti ini membutuhkan wanita untuk berbicara." Kataku bosan.

Sam mengerutkan keningnya sesaat dan kemudian langsung mengangguk pelan tanda paham.

"Bener juga sih lo. Kalo pihak sana nolak buat bekerja sama kan pasti bakal debat tuh, ya Jason pasti kalah lah debat sama lo, apalagi udah plus Annabeth dan Piper. Gimana mau menang debat sama kalian? Seri aja susah." Ia mulai meracau dalam bahasa yang tidak kumengerti. Kali ini aku yang mengerutkan dahiku.

"Apa yang kau bicarakan?" tanyaku tidak mengerti.

"Ah tidak, bukan apa-apa. Susah juga ye kan ngomong terus doi lo nggak ngerti. Yah gue mah bisa apa." Suaranya memelan dan meratapi nasib di akhir.

Author : Ngomongnya yang kenceng bang, biar Alleanna denger.^

Aku masih tidak mengerti. Maksudku, aku kan memang tidak bisa berbahasa Indonesia. Baiklah, aku akan belajar bahasa Indonesia agar mengerti apa yang dikatakan oleh Sam.

Aku merenggut dan menggembungkan pipiku serta mencebik masam. Aku tidak suka bila tidak mengerti tentang suatu hal.

"Kau lucu." Katanya spontan.

Aku terdiam selama beberapa saat, memastikan apabila pendengaranku tidak salah. Apa yang barusan ia katakan? Apakah.. Ia baru saja mengataiku lucu?

Wajahku memerah, nyaris sama merahnya dengan rambut Rachel. Duh demi Aphrodite, apa-apaan dia barusan?

"Eh?" aku terkesiap pelan dan sedikit memancingnya.

"Kau lucu. Kau cantik. Kau menggemaskan." Ulangnya disertai kata-kata pujian baru.

Aku terdiam lagi. Kali ini bingung harus merespon seperti apa. Aku hanya menatapnya, dan kemudian.. Astaga, aku ragu jantungku masih pada tempatnya.

Ia tersenyum. Samudra tersenyum manis dan menatapku dengan tatapan hangat. Aku terpaku kepada dua bola mata itu. Seolah magnet dengan kekuatan super besar menarikku bagaikan dua kutub yang berbeda. Aku seolah ingin merengkuh kehangatan yang ada di dalam bola mata itu.

Tanpa basa basi ia bergerak perlahan ke arahkan dan kemudian ia menyentuh pipiku dan mengusapnya dengan pelan.

"Aku suka rona wajahmu. Kau terlihat cantik dengan rona itu. Terlebih lagi bila aku yang membuat kau merona." Suaranya mengalun dalam tatanan ritme teratur, suaranya membuaiku. Aku rasa suara Malaikat itu seperti ini kedengarannya.

Aku masih membeku dan terpaku. Aku rasa pasti ekspresi wajahku jelek sekali dan sangat terlihat bodoh di depannya. Sadar akan hal itu, aku langsung mengerjapkan mataku dan menggeleng pelan.

"Eh Sam? Kau sehat?" tanyaku memastikan kondisinya. Aku meletakkan telapak tanganku di dahinya untuk mengecek suhunya, normal kok. Aku takut ia sakit atau bahkan ia kerasukan hantu langka yang  tidak aku ketahui jenisnya. Haruskah aku membawanya ke Pondok Apollo? Tidak, tidak. Aku harus menbawanya ke Annabeth.

"Aku tidak sakit Lean." Katanya tanpa menghapus senyuman manisnya ia meraih tanganku dan menurunkannya. Aku kira ia akan melepaskan tanganku, eh rupanya ia malah menggenggam tanganku dan menahannya. Duh, jantungku sepertinya akan sehat selalu apabila dipacu seperti ini terus.

Kau tahu rasanya diajak melayang tinggi ke angkasa lepas? Yah sepertinya aku tahu rasanya meskipun secara harfiah aku belum pernah melakukannya. Maksudku.. Tatapannya disertai senyumannya mampu membuatku melayang. Seperti ada ribuan kupu-kupu di dalam rongga perutku yang dengan serentak mengepakkan sayap mungilnya agar aku terbang.

Apakah kau berpikir bahwa tadi ia sekedar menahan tanganku dan digenggamnya? Sayang sekali, tidak hanya sampai disitu pembaca. Aku ingin menarik tanganku, namun sekali lagi aku sampaikan bahwa aku tidak mampu bergerak sesenti pun. Aku tidak memiliki kuasa atas tubuhku sendiri.

Oke, kembali ke Sayang.. Eh, Samudra.

Samudra mengangkat genggamannya dari tanganku dan kemudian mendekatkannya ke wajahnya. Kukira ia ingin mengendus tanganku, tapi rupanya..

'Cup'

Sebuah kecupan ia daratnya tepat di punggung tanganku.

"Eh?" aku terkesiap pelan dan menerjapkan kelopak mataku selama beberapa kali.

"Ehem." Deham seseorang di belakang Samudra yang spontan membuat kami berdua berjengit dan berjauhan. Tetapi aku lupa bahwa tangan kami masih berkaitan.

"Tangan." Ujar Percy singkat dengan suara rendah dan berat. Ia menatap tajam ke tangan kami yang bertautan. Dengan secepat kilat aku melepaskan tanganku dari genggaman Samudra dan kemudian aku merekatkan jari-jemariku.

'Astaga, idiot sekali kau Lean!' Makiku pada diriku sendiri.

"Anu, Kak. Aku.. Tidak melakukan apapun." Ujarku terbata. Mati aku.

Percy memandang kami berdua dengan tatapan tidak percaya. Ia menaikkan sebelah alisnya.

"Aku menciumnya, Perce." Aku Samudra sambil menatap ke bawah.

Aku membelalakkan mataku tidak percaya. Batinku ingin menjerit dan memakinya. Dengan pelan dan sembunyi-sembunyi aku menyikut tulang rusuknya.

"Kau gila?" desisku padanya. Aku memelototkan mataku ke arahnya.

"Sstt, diam dulu lah. Biar aku menjelaskannya kepada Percy." Ia balas berbisik ke arahku.

"Dan kau akan mati bila kau membuka mulutmu sekali lagi." Ancamku tidak main-main kali ini.

"Apakah itu benar, Alleanna Leighton?" suara Percy sangat tajam, sampai-sampai bulu kudukmu meremang.

Aku menunduk, tidak berani menatap ke atas. Tampaknya raut wajah Percy sekarang seperti ingin menelanku bulat-bulat. Demi Ares, akan kubunuh Samudra.

"Alleanna, jawab pertanyaan Kakakmu." Mati aku, mati. Selesai sudah hidupku.

Pembaca, maafkan aku. Sepertinya aku tidak dapat menyelesaikan cerita ini, karena aku yakin sebentar lagi Percy akan mencacahku menjadi ribuan keping. Setidaknya aku akan terlahir di Assylum lebih cepat.

"Aku hanya mengecup singkat punggung tangannya, Perce. Kau tidak perlu memberikan tekanan beban yang begitu besar kepada Lean. Aku yang bersalah di sini." Samudra menyela demi menyelamatkanku. Aku sudah tidak dapat mencerna apakah ia memperbaiki suasana atau memperburuk keadaan, rasanya semua sama saja.

"Sudah tau kau salah masih saja kau-" ucapan Percy menggantung di udara karena luapan amarahnya.

Aku memberanikan diri mengangkat daguku dan menatap ke wajah Percy yang dipenuhi kemurkaan. Percy terlihat seperti ingin menelan Samudra bulat-bulat. Aku bergidik ngeri membayangkan kemungkinan terjadinya hal tersebut.

Aku ini seorang Demigod yang sudah bertarung melawan ratusan monster abadi dan sekarang ketakutkan karena seorang Demigod, bagus sekali nyalimu Lean.

"Eh Sam? Bukankah pondok Apollo sangat membutuhkan bantuanmu sekarang? Ada kelas memanah kan? Kau harus segera menghadiri kelas itu. Sampai jumpa Sam," dengan sigap aku menyela dan mendorong bahu Sam agar menjauh dari Percy. Aku berkomat kamit di belakangnya.

"Kau berhutang satu nyawa kepadaku." Bisikku tajam, aku mendorongnya menjauh dan kemudian mengusirnya.

Samudra hanya menyeritkan dahiku, menggeleng pelan dan mengangkat tangan kanannya.

"Oke, oke. Aku pergi. Sampai jumpa Little Elf." Bisiknya lalu melenggang pergi.

Aku memandangnya sampai punggungnya tidak terlihat lagi karena ia berbelok. Dengan takut-takut aku membalikkan punggungku dan menghadap ke arah Percy.

"Ada yang bisa saya bantu, Perc- eh Tuan Jackson maksud saya." Kataku kikuk. Aku menyelipkan rambutku ke belakang telinga.

Percy memandangku dalam diam. Serius, aku lebih suka menyerang Minotaur sendirian ketimbang didiamkan oleh Percy seperti ini.

"Perce.." bisikku pelan.

Percy hanya mengangkat sebelah tangannya, menyuruhku untuk diam. Aku mengatupkan bibirku dan kemudian meremas ujung bajuku.

"Aku tidak butuh penjelasanmu. Kau akan terkena detensi setelah ini. Kita berangkat ke Perkemahan Jupiter." Katanya kaku lalu ia melenggang pergi meninggalkanku sendirian.

Hei pembaca. Apa hanya diriku atau.. Memang aku terlihat seperti ketahuan berselingkuh darinya?

Sialan.

* * *

Siapa yang ngerasa bersalah pas bacanya? :v wkwkwkwk :v
Maaf, memang kurang nyambung tema Fantasy ke Romance. Tapi ga berah rasanya liat kurangnya adegan romance di work sendiri :'v
Maafkan Author.
Maaf lambat Update :') author udah kelas 9 dan sekarang mau ujian Praktek.
LoL (Lots of Love)

Alleanna's Stories (Percy Jackson and Heroes of Olympus Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang