"Gila Le, gue di senyumin sama Ka Revan. Wuuuuu... envy parah."
Aletha mengerutkan dahinya melihat Dinda yang bertingkah kegirangan seperti seorang fans yang baru saja bertemu dengan sang idola. Mata gadis itu berbinar - binar, pipinya memerah, dan senyuman bahagia yang selalu terukir di wajah cantiknya selama perjalanan menuju kantin. Tadi, sebelum ia dan Dinda memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, Revan memberikan mereka seulas senyuman yang amat manis. Dan Aletha akui itu.
"Ekhemmmm! Ada yang lagi kasmaran nih." Selorohnya membuat pipi Dinda semakin merona.
"Apaan si Le?" Elak Dinda.
"Hayooo ketahuan kan?"
"Au ah. Gue laper." Ambeknya.
Dinda langsung saja pergi meninggalkan gadis yang telah meledekinya itu. Bukan karena marah, ia pergi karena ia malu. Malu karena perasaannya kepada Revan sudah ketahuan. Apalagi sama Aletha, teman yang baru saja ia kenal.
"Din, maafin aku ya?? Aku tadi cuma bercanda." Tuturnya.
"Segampang itu lo minta maaf hah?" ketus Dinda kepada Aletha.
Tatapan tajam berhasil Aletha dapatkan dari Dinda. Perlahan - lahan ia melangkahkan kakinya mundur hingga menyentuh tembok. Aletha ketakutan, tak menyangka bahwa Dinda akan semarah ini padanya. "Maaf Din?"
Dinda semakin mendekatkan tubuhnya ke Aletha yang sudah tak bisa kemana - mana lagi. Tatapannya tajam bak singa yang siap untuk menerkam mangsanya. Semakin dekat, semakin dekat, dan...
"Hahaha... ekspresi lo Le. Lucu. Hhahaha." Kekehnya saat melihat wajah ketakutan Aletha.
"Sudah puas mbak ketawanya?" tanyanya ketus kemudian ia langsung saja melenggang pergi.
***
"Bu, bubur ayamnya satu, minunya es teh saja " Ucapnya kepada ibu - ibu penjual makanan di kantin. Bu Ria namanya.
"Siap neng." Ucap Bu Ria sembari mengacungkan jempolnya.
Aletha mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru. Mencari bangku yang masih kosong untuknya. Dan dia melihatnya, ada di pojokan sana.
"Ekhemm, masih marah buk?" tanya Dinda meledek.
"Setahu kamu?" ucapnya sok sombong.
"Ya sudah, sorry ya Le?"
"Hemm."
"Bu, baksonya satu ya? Rasa nano - nano, minumnya es jeruk, dan nggak terlalu manis." Ucapnya.
"Woke." Balas Bu Ria.
Lantas, dua gadis itu segera berjalan menuju bangku yang berada di pojokan sana sebelum direbut oleh siswa lain. Karena, kantin sudah mulai ramai oleh siswa - siswi, ada yang ke sini untuk membeli makanan, ada pula yang datang ke kantin hanya sekedar untuk berkumpul dengan teman saja.
Aletha mengedarkan pandangannya sembari menunggu makanan mereka datang. Tiba - tiba pandangannya terhenti pada seseorang yang tengah asyik menyantap makanannya. Orang itu duduk tidak jauh dari tempat duduknya. Mendadak, Aletha merasa tak enak dengan orang itu. Sudah dua kali ia membuat kesalahan padanya. Ya dia adalah Dava.
"Woy. Lihatin apa si? Serius amat."
"Din, aku ngerasa nggak enak deh sama orang itu." Ucapnya sembari menunjuk laki - laki itu menggunakan lirikan mata.
Dinda langsung menoleh ke arah yang ditunjukkan Aletha untuk melihat siapa orang yang membuat temannya merasa tak enak hati. "Oh Dava, emang kenapa sama Dava?"
"Aku tuh kemarin hampir saja ketabrak sama dia karena aku kurang hati - hati waktu nyebrang, dia marah ke aku. Dan, tadi pagi aku nggak sengaja nabrak dia. Dia juga marah - marah ke aku. Kalau di lihat dari cara dia ngomong sama dia natap aku, kayanya dia nggak suka deh sama aku." Jelasnya.
Dinda mengangguk paham,"Ohhh itu toh masalahnya."
"Dava mah gitu orangnya, dingin, ketus, dan rada nyebelin. Tapi sebenarnya dia baik kok." Lanjutnya.
"Permisi neng, ini pesanannya." Ujar Bu Ria sembari meletakan makanan pesanan Aletha dan Dinda di atas meja.
"Makasih bu,"
"Sama - sama neng." Ucapnya. Kemudian melangkah pergi meninggalkan dua gadis cantik itu.
Di sela - sela menyantap bubur yang ia pesan, mata Aletha terus saja memandangi laki - kaki bernama Dava itu. Hingga ada seseorang datang menghampiri Dava. Dan ternyata orang itu adalah Revan, laki - laki baik itu.
"Aaaaaa, dua pangeran tampan gue."
"Gila. Mimpi apa gue semalem bisa duduk sebelahan sama dua most wanted ini. Wuuu..."
"Hai gantengnya aku. Pangeran dinginnya aku."
Pujian - pujian alay itu terdengar jelas di telinga Aletha dan Dinda. Ya, pujian itu berasal dari tiga gadis yang baru saja datang dan mereka duduk di sebelah meja Dava dan Revan. Dinda meliriknya dengan tatapan sebal. Sepertinya dia cemburu karena laki - laki pujaannya diganggu oleh tiga gadis cantik yang memakai pakaian super ketat itu.
***
Aletha berlari turun dari mobil audi biru itu, masuk kedalam rumahnya yang mewah layaknya istana di negeri dongeng. Bagaimana tidak, rumah yang berdominasi warna putih ini sangatlah besar ada taman yang cukup luas pula. Di sana ada berbagai macam bunga berwarna - warni yang bermekaran sehingga rumah ini memiliki kesan yang megah.
Alunan musik bertempo adagio mengalun begitu jernih. Permainan pianonya begitu memukau. Aletha terdiam mematung bagai terhipnotis oleh musik itu. Seperti ada kekuatan yang menyerap seluruh energi yang ia miliki. Dia benar - benar terbuai oleh permainan piano mamanya sampai dentingan - dentingan terakhir.
"Assalamu'alaikum ma," Salamnya kepada Alexa setelah lagu yang dimainkan selesai. Dengan langkah - langkah lebar ia mendekati mamanya, mendaratkan kecupan dipunggung tangan kanan sang mama.
Alexa menoleh, "Wa'alaikumsalam. Bagaimana sekolah hari pertamanya?"
"Seru ma, Aletha betah sekolah di sana."
"Syukurlah kalau kamu betah di sana."
"Ya sudah, Aletha ke kamar dulu ya ma?" pamitnya. Ia berlalu meninggalkan ruangan ini dan berjalan meniaiki anak tangga yang akan membawanya ke ruangan yang bisa ia gunakan untuk bermalas - malasan.
Pintu kamar Aletha terbuka. Begitu ia masuk, aroma khas vanila langsung menyeruak ke dalam indra penciumannya. Warna jingga pun memenuhi pandangan matanya. Mulai dari cat dinding, warna sprei dan selimut, serta benda benda di sekitarnya yang tak pernah terlepas dari warna hasil perpaduan merah dan kuning itu. Menurutnya warna jingga itu warna yang cocok untuk menggambarkan kepribadian seorang Aletha. Dan jika ditanya alasan mengapa ia menyukai warna itu, dia hanya menjawab 'suka saja'.
Bughhhh...
Aletha melempar tubuhnya asal di atas kasur super empuknya. Mata indahnya memandangi langit - lngit kamar. Tiba - tiba ia terbayang - bayang oleh sosok Revan, laki - laki yang baru ia kenal. Senyumannya sangat manis. Tak heran jika dia menjadi salah satu most wanted di sekolah. Selain karena dia tampan, Revan juga sosok laki - laki yang baik.
Beberapa detik kemudian lamunannya membuyar. Aletha menggeleng - gelengkan kepalanya. Nggak Aletha! Kamu nggak boleh suka sama Kak Revan. Kamu nggak mau kan kalau Dinda membencimu?
_________________________________________
Cerita akan dilanjut kalo udah 400 viewers. Jadi, ajak temen - temen kalian buat baca cerita ini ya. Bye bye
KAMU SEDANG MEMBACA
ALETHA
Teen FictionAliandava Devangga. Siapa yang tidak megenal nama itu? Sosok laki - laki yang banyak dikagumi kaum hawa di SMA Garuda karena ketampananya. Bukan hanya tampan, laki - laki itu juga memiliki otak yang cemerlang. Tak ayal jika banyak kejuaraan akademik...