Dinda menyenderkan kepalanya ke tembok dengan senyuman sangat manis yang terukir di wajah ayunya. Mata indah hitam legamnya memancarkan cahaya - cahaya yang penuh dengan kebahagiaan saat menatap layar IPhone yang ia genggam.
Satu detik kemudian, Dinda memejamkan matanya dan mulai memeluk benda berbentuk kotak pipih berwarna gold itu dengan erat dan penuh kasih sayang seakan sedang memeluk orang yang ia cintai.
"Seandainya foto ini bisa berubah jadi lo Ka Revan," Gumamnya penuh khayal dengan suara pelan namun masih bisa didengar orang lain.
Bughhh..!
Dinda membuka mata. Ada sesuatu yang menabrak kakinya yang sengaja ia selonjorkan. Seketika Dinda terlonjak kaget saat ditemuinya laki - laki berseragam putih abu - abu jatuh tersungkur di hadapannya.
"Divon! Jangan sembunyi lo!"
Belum sempat ia menolong laki - laki itu, Dinda langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Ka Revan?" Dinda tersenyum, buru - buru ia merapikan rambutnya yang agak berantakan.
Dag dig dug...
Jantung Dinda berdetak tak karuan. Laki - laki pujaan hatinya yang sekarang sudah berada di hadapannya. Dia sedang berkacak pinggang sembari mengedarkan pandangan mencari seseorang yang membuatnya kesal. "Eh lo liat Divon nggak?"
Bukannya menjawab pertanyaan Revan, Dinda malah menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siapa - siapa selain ia dan Revan. Benarkah laki - laki itu bertanya padanya?
"Kaka tanya sama aku?" tanyanya sembari menunjuk diri sendiri memastikan.
"Bukan, gue lagi nannya sama tembok." Jawabnya dengan nada datar kemudian ia terkekeh melihat ekspresi gadis di hadapannya yang tiba - tiba berubah menjadi cemberut. "Sorry, sorry. Gue tanya sama lo. Lo liat Divon nggak?"
Dinda melirik ke samping, lebih tepatnya sebelah bangku. Seorang lelaki tengah menatapnya degan tatapan yng mengisyaratkan bahwa ia tidak boleh memberi tahu keberadaannya kepada Revan.
"Liat apa nggak lo?" Gadis itu langsung terlonjak, dan berpaling menatap Revan. "Emmm, nggak liat ka."
"Ya udah deh kalo gitu." Revan pergi meninggalkan Dinda dengan langkahnya yang panjang dan salah satu kaki Revan menendang bangku hingga sedikit bergeser dan...
Seseorang di samping bangku terkejut, ia mendongakkan kepala dan tersenyum menampakkan giginya yang tertata rapi kepada Revan. " Ketauan lo ya."
Tanpa berfikir panjang, Divon langsung saja berlari sekencang mungkin agar Revan tidak menangkapnya. Sementara itu, Dinda tertawa renyah melihat aksi dua sahabat itu yang seperti Tom and Gerry. Tidak akan pernah akur sampai kapan pun itu.
Jadi, setelah ia mengatakan bahwa ia tidak melihat Divon kepada Revan, Dinda menarik lengan tangan Revan pelan dan memberi isyarat kepada Revan untuk menunjukkan dimana keberadaan orang yang dicarinya dengan cara menggunakan dagunya.
***
Dava berjalan santai menyusuri lorong yang akan membawanya menuju area parkiran motor dimana motor kesayangannya berada. Ducati Panigale R, motor sport dengan harga selangit yang ia dapatkan dari almarhum sang papa pada saat ulang tahunnya yang ke 17. Atau lebih tepatnya satu tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALETHA
JugendliteraturAliandava Devangga. Siapa yang tidak megenal nama itu? Sosok laki - laki yang banyak dikagumi kaum hawa di SMA Garuda karena ketampananya. Bukan hanya tampan, laki - laki itu juga memiliki otak yang cemerlang. Tak ayal jika banyak kejuaraan akademik...