Aku sedang mengomando pasukan kecilku untuk merapikan mainan mereka, ketika terdengar orang mengucap salam di pintu depan. Aku tergopoh-gopoh menghampiri.Terkejut bukan kepalang, ketika kudapati sosok di depan pintu. Rasa takut menjalariku. Di hadapanku, berdiri seorang laki-laki berwajah mengerikan, rupa paling buruk yang pernah kulihat. Wajahnya seperti meleleh karena luka bakar. Ia mengenakan kemeja lusuh, dan menyandang ransel kumal di bahunya.
Ia membuka mulut seperti hendak berbicara, tapi aku segera berbalik masuk karena terlalu takut mendengar suaranya. Kucari dompetku untuk mengambil uang, hal yang biasa kulakukan jika ada orang yang datang ke rumah untuk meminta sedekah. Namun karena panik, tak kutemukan dompet itu. Akhirnya kuambil uang dari lemari kamarku, lalu kutemui kembali lelaki itu.
“Ini,” kataku takut-takut.
Laki-laki itu terlihat seperti ingin tersenyum. Tapi tetap terlihat menakutkan.
“Saya tidak meminta uang, Bu,” ujarnya. Ia mengulurkan sesuatu. Dompetku! “Ini, saya temukan di dekat sekolah Al-Kautsar. Dari KTP-nya saya bisa mencari alamat ini.”
“Oh?” Mukaku mendadak terasa panas, malu karena sudah berburuk sangka padanya. Rasa takutku pada rupanya tiba-tiba menguap. Namun sebelum aku sempat berkata-kata, lelaki itu berbalik untuk pergi.
“Pak, tunggu,” seruku. "Ini, tolong diterima..." Kuambil selembar uang dan kuulurkan padanya.
“Tidak usah Bu,” sahutnya. “Saya ikhlas. Mari, saya permisi. Assalamu alaikum.”
Laki-laki itu berjalan menjauh, berbaur dengan keremangan. Di kejauhan, azan maghrib berkumandang.
Depok, 6 Desember 2017