7- Menahan

48 4 1
                                    

Ada sakit yang sulit dijelaskan. Ada rindu yang sulit diutarakan.

▫▫▫
Sakit itu, ketika ada rindu dan kesal menjadi satu. Boleh berteriakkah?

▫▫▫

"Loe ga kangen Thal?", tanya Rita. Sekarang kami sedang istirahat dan makan di kantin belakang kantor.

Aku menghentikan kunyahanku sejenak. "Kangen siapa?", tanyaku lalu melanjutkan lagi kunyaahan yang sempat tertunda.

Rita memutar bola matanya "Plis Thal lemot loe itu udah kaga ketulungan. Kangen si Arsen lah masa kangen si Wisnu"

"Wisnu? Siapa?", tanyaku mengalihkan pembicaraan.

Rita menunjukkan ke arah tukang siomay dengan garpu di tangan kanannya. "Tuh si Wisnu"

"Tukang siomay?", aku heran dan ga ngerti "Masa gue kangen tukang siomay sih Ta". Rita mengetok kepala ku menggunakan garpu yang dia pegang.

"Oon loe semakin kumat Thal", Rita semakin kesal denganku. "Tapi loe pintar mengalihkan pembicaraan", ucapnya sambil menatapku lekat lekat.

"Jadi gue oon atau pintar Ta?", tanyaku sambil mengedip ngedipkan mata. Rita kembali memutar bola matanya sambil menghembuskan nafas kasar.

Aku hanya bisa nyengir menanggapi ekspresi Rita.

▫▫▫

"Eh Ta loe temen deketnya si Thalita kan. Kasian deh dia masa ga pernah ketemu sama si Arsen" ucap cewek berambut panjang sambil memainkan kuku kukunya yang di kutek.

"Iya parah banget si Arsen. Nanti dia nyesel deh kalau si Thalita di ambil orang. Padahal si Thalita kan banyak yang suka", timpal cewek berkacamata di sebelahnya

Rita hanya diam.

"Ta loe bela gue dong",ucapku dalam hati. Aku sedang di dalam toilet, dan mereka lagi di depan wastafel. Aku tak sengaja menguping pembicaraan mereka.

"Iya kasian Thalita. Seharusnya ada yang berani salah satu dari mereka buat meminta. Tapi, yaudahlah. Nanti juga kalau cape berhenti sendiri"

Air mataku mulai menetes. Aku sakit mendengar jawaban Rita.

"Eh alesannya apa sih mereka ga pernah ketemu Ta?", tanya lagi si rambut panjang.

"Yang gue denger si Arsen ceweknya banyak ya Ta", tambah si cewek berkaca mata.

"Gatau gue juga. Si Arsen banyak banget alesannya. Dan si Thalita lagian percaya mulu. Thalita terlalu mikir positif sama si Arsen", ucap Rita

Aku makin meneteskan air mata. Mencengkram bajuku erat erat menahan agar tak ada suara yang keluar dari mulutku.

"Gila tuh cowok. Ga kasian apa sama si Thalita, enak banget bikin orang nunggu. Mungkin dia nganggapnya ketemu si Thalita itu butuh banyak biaya kali. Gatau si Arsennya aja kerja terus, gila harta",cerocos si cewek berkacamata.

Rita terdengar menghembuskan nafas "Mungkin si Arsen emang main main kali sama si Thalita. Kita tunggu aja sekuat apa si Thalita ngadepinnya"

Sakit.

Cuma itu.

▫▫▫

"Bintang tolong dong sampein ke Arsen, Thalita kangen", kicauku sambil memandang bintang bintang yang tidak terlalu banyak di langit.

Langit luas, mulai menggelap. Bintang hanya terlihat seperti titik. Tapi tetap begitu kontras sinarnya di dalam gelapnya malam.

Sudah hampir 2 jam aku diam di balkon kamarku. Hanya memandang langit, berargumen dengan diri sendiri bahkan hingga berdebat dengan isi hati dan isi pikiran.

Lelah.

Cuma itu.

Entah ini lelah fisik. Atau, lelah batin.

Apakah seharusnya aku menunggu? Atau mencari yang lain?

Apa aku harus selalu mengerti dia? Tanpa dia bisa mengerti aku?

Apa aku yang egois? Atau dia memang kurang perhatian?

Apa aku salah seperti ini?

▫▫▫

Assalamualaikum 😊😊

Bantu Thalita tuh kasian. Dia harus nunggu atau nyari lagi? Bantu komen ya.

Btw, author juga lelah nih, boleh berteriak? Hahahah lelah ingin liburan wkwk

Jangan lupa, sholat 5 waktu ya 😊😊

SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang