Sebelas: Tragedi koridor

1K 103 5
                                    

Disinilah Aisyah,berdiri di barisan bersama siswa yang tak memakai atribut sekolah dengan lengkap. Seperti dia,dia hari ini lupa membawa topi upacara.

Flashback

"Astagfirullah,Cha. Gue lupa bawa topi upacara,gimana nih?" Aisyah terpekik panik,saking paniknya ia berjalan bolak-baik tak karuan. Biasanya Aisyah tak ceroboh seperti ini,tapi mengapa di senin kali ini ia sangat ceroboh hingga lupa bawa topi upacara.

"Salah lo sendiri," Chaca berkata enteng,gadis itu bahkan sudah rapi memakai topi upacara "Beli ke koprasi sana!"

"Ih gue udah kesana,tapi lagi kosong!" Aisyah menghentakan kakinya.
Mata gadis itu berkaca-kaca,dengan ibu jari yang di gigit. Ia tak pernah merasa sekhawatir ini.

Flashback end

Huft. Gadis itu terus menghela nafas berat,ia merutuki jam alarm nya yang kehabisan batrai itu hingga terlambat bangun.

Upacara telah selesai setengah jam yang lalu,namun siswa yang di hukum masih di haruskan berdiri di bawah terik nya matahari menunggu bu Dewi datang.

Aisyah menunduk,berusaha menghindari kontak dengan matahari langsung.

Pelipis siswa yang di hukum telah di penuhi peluh,tak terkecuali Aisyah. Walau gadis itu senin ini menguncir rambutnya, tetap saja terasa panas.

Suara sepatu pantopel khas bu Dewi terdengar,membuat seluruh siswa mengangkat wajah.

Aisyah juga, gadis itu mengangkat kepala. Melihat wajah garang Bu Dewi, yang membuatnya sulit menelan saliva nya sendiri.

"Tulis nama kalian di buku jurnal ini,bergantian. Setelah itu tulis alasan mengapa tak memakai atribut." Setelah menaruh buku jurnal dan kertas buram di meja pos, Bu Dewi kembali memasuki gedung sekolah kembali.

Aisyah menghela nafas lega,bersyukur Bu Dewi tak melihatnya di barisan sini. Ia bersyukur baris di belakang orang yang memiliki postur besar.

Saat menunggu giliran menulis jurnal,Aisyah di kagetkan oleh senggolan di lengannya.
Gadis itu melirik ke samping,dan alangkah terkejutnya mendapati Ari berdiri di samping dia.

"Ari?"

Ari yang tadi menatap lurus ke depan,mengalihkan menatap wajah Aisyah.
"Ya?"

"Lo di hukum juga?"

Ari terkekeh "Harusnya gue yang nanya, elo kok bisa di hukum?"

Aisyah mencebik,ia ingin marah dengan Ari, namun nada bicara cowok itu tak terdengar mengejek.
"Ejek aja,gak papa kok!"

Ari terbahak "Gue gak akan ejek lo, karena gue tahu manusia tak luput dari kesalahan."

Aisyah terkekeh,gadis itu menatap Ari dengan heran. "Sehat mang? Kok jadi pinter?"

"Sehat,kamu gak usah khawatir dong." Ari kembali terbahak melihat Aisyah yang menggayakan gerakan muntah.

"Najis ri najis," Aisyah bergidik,namun dengan terkekeh. "Nanti pulang sekolah,belajar bareng lagi."

Ari memasang tampang konyol "Wih, lo ngajak kencan Syah?"

Aisyah memutar kedua bola mata nya, gadis itu menggeleng heran, lelaki di samping nya ini selalu saja bercanda belakang ini.

"Iya deh, di cafe aja ya belajarnya?" ujar Ari pada akhirnya.

Aisyah mendongak menatap Ari,kemudian mengangguk dengan senyumnya.
"Oke,"

Aisyah kini mendapat giliran mengisi jurnal,setelahnya Ari mendapat giliran. Mereka berjalan pelan memasuki gedung sekolah yang siang ini sangat sejuk.

Mereka berjalan santai di koridor,dengan keheningan yang menerpa.

"Syah."

Aisyah mendongak,menatap Ari dengan kedua alis diangkat. Kebiasaanya.

"Gue mau nanya,jika nanti gue udah selesai belajar bareng sama lo. Lo bakal balik jadi...rival gue?" Ari menggaruk tengkuk nya canggung "Maksud gue,apa kita nanti gak bisa ngobrol gini lagi?"

Aisyah terdiam. Entahlah mendengar ucapan Ari membuat perasaan aneh menyelusup dalam hatinya, seperti perasaan tak rela.
"Gue.. gak tahu Ri." Cicitnya seraya menunduk.

Ari membuang pandangannya ke lapangan bola yang mereka lewati,kedua tangannya ia masukan ke dalam saku.

Cowok itu menghela nafas,menarik pandangan nya kembali ke lantai koridor.
"Kalo semisal semua nya kembali seperti semula,gue gak rela. Entah kenapa. Jadi.. ini permintaan ke tiga gue,lo jadi cewek gue."

Aisyah refleks menghentikan langkahnya,wajahnya perlahan mendongak menatap Ari.
Memastikan apa ada raut wajah jahil disana.
"Ini... Cuma permintaan iseng lo, kan? Bukan ngajak pacaran beneran?"

Ari tertegun. Ia juga tak tahu,karena ucapan tadi begitu saja meluncur dari mulutnya.
"Ya..mungkin."

"Kok mungkin?"

"Yaiya,secara kita kan musuh dari kelas satu,dari awal kita MOS." ujar Ari tanpa menghadap lawan bicaranya.

Aisyah menunduk, dan tersenyum miris. Ia terkekeh tak bersuara,metanya terpejam sebentar. Bingung karena hati nya terasa tercubit saat Ari menjelaskan tadi. Tapi,Aisyah memantapkan hati,bahwa Ari adalah Rivalnya,jadi ia tak boleh menaruh hati pada cowok itu.

"Syah,"

Aisyah mendongak,menatap Ari yang memandangnya dengan pandangan yang sulit di artikan gadis itu.

"Lo masuk kelas gih!" Ari menunjuk kelas Aisyah dengan dagu nya.

Aisyah mengangguk canggung. Astaga,dia tak sadar sudah sampai kelas karena terlalu larut dalam pikiran.

Gadis itu berjalan memasuki kelasnya dengan hati yang bingung,sungguh ia benar-benar tak mengerti dengan semua ini. Biarkan,koridor kosong menjadi saksi bisu saat Ari meminta ia mengajak pacaran– permintaan ke tiga pria itu–yang entah itu hanya jebakan atau iseng-iseng cowok itu saja.

"*

GO GO GO !!!

VOTE ☀

KOMEN 💬

Lopyuuu😘.
Kalyan daebak :))

30 vote bisa?

See yaaa~

(BUKAN) RIVALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang