Empatbelas: Isi hati

994 80 1
                                    

Sudah sebulan berlalu, sejak kejadian dikoridor sekolah waktu itu.
Namun, hati Aisyah masih ragu dan kurang yakin dengan pendapatnya.
Ia ingin menyimpulkan sendiri, namun takut salah. Aisyah juga ingin bertanya langsung kepada Ari.
Tentang hubungan mereka saat ini, namun ia takut dicap sebagain cewek agresif.

Sekali lagi, Aisyah menghela nafas berat. Menopang sebelah pipi dimeja belajar. Menoleh ponselnya yang bergetar, ada pesan masuk.

Ari
Nanti sore senggang gak?

Aisyah mengangkat kedua alisnya. Tumben sekali Ari mengajak jalan, apa cowok itu sedang sehat?

Eh, dengan pertemuan ini, Aisyah dapat bertanya pada Ari langsung tentang hal yang selalu mengusiknya.

Me
Senggang,

Ari
Jalan mau?

Aisyah dengan cepat membalas pesan dari Ari.

Me
Boleh

**

Aisyah bercermin, menatap penampilannya.
Ia sudah siap berangkat, hanya menunggu Ari menjemputnya saja.

Dibalut dress kasual dan dibalut sepatu kets putih, menyempurnakan penampilannya.
Wajahnya juga sudah dipoles sedikit dengan bedak bayi dan Lipgloss, dengan rambut digerai indah.

Aisyah juga tak paham, mengapa ia berdandan sebegitu rapih gini. Hanya untuk berjalan dengan Ari, sang Rivalnya.

Suara klakson motor, membuat Aisyah segera keluar rumah. Dilihatnya Ari yang tampak tampan walau cowok itu hanya memakai kemeja saja.

Setelah menutup pintu, Aisyah berjalan menghampiri Ari. Entah mengapa hatinya berdebar keras, membuat cewek itu tak nyaman. Ia merutuki dirinya sendiri, mengapa juga ia gugup?

"Antar gue ya?"

Aisyah berkedip, mengangkat kedua alisnya. Menunggu ucapan Ari selanjutnya.

"Gue mau jiarah," Ari memejam pedih, "Gue udah lama gak kesana."

Aisyah tertegun, siapa yang meninggal? Ari ingin jiarah kemakam siapa?
Ia merasa salah kostum sekarang, ingin menolak tapi tak tega. Karena, wajah cowok itu terlihat sendu.

"Oke." Aisyah naik keatas motor, dengan ragu Aisyah memegang pundak Ari.

Motor melaju. Membawa kesunyian yang membuat Ari dan Aisyah terdiam, berkecamuk dengan pikiran masing-masing.

Hingga suara Ari terdengar.

"Gue dulu punya sahabat. Kita udah temenan dari orok, dan dia.. dia, meninggal karena penyakit yang dideritanya."

Ari diam sejenak, membuang nafas berat.
"Dan dia, dia... memiliki wajah yang sangat mirip sama elo."

Aisyah tertegun, apa karena ini yang membuat Ari seolah mengikat dirinya. Seakan membuat Aisyah selalu disamping cowok itu?

"Dia Lycia, dia cewek yang jadi cinta pertama gue." Ari mulai melirih.

Tak menyadari hati Aisyah yang mulai teriris, ia baru sadar. Ari mendekatinya itu, hanya untuk dijadikan plampiasan. Tapi, hatinya itu sangat egois. Hatinya, sudah mencintai cowok bernama Ari irham. Lantas, ia harus bagaimana?

"Syah,"

Aisyah berkedip, membuat satu airmata meluncur kepipi. Dengan cepat, Aisyah menghapusnya.
Ia menoleh kesekeliling, mereka sedang berada disebuah taman.

Ini indah. Tapi, hati Aisyah sedang gundah. Membuat keindahan taman ini tak membuat ia bahagia.

"Ayo turun," Ari membantu Aisyah turun dari motor.

Mereka berjalan dan duduk dibangku taman, dekat dengan air mancur yang dihiasi lampu indah.

Hening.

Hingga suara deheman Ari, membuat Aisyah tersadar dari lamunannya.

"Aisyah. Gue mau ungkapin sesuatu," Ari menarik nafas, "Gue baru sadar, gue itu cinta sama elo. Dan gue, gue mau elo jadi cewek gue." Ari menoleh, menyamping. Menatap Aisyah yang menunduk, ia memegang tangan Aisyah.
"Kamu mau 'kan jadi pacar aku?"

Aisyah berkedip, membuat airmatanya meluncur lagi. Namun, cewek itu membiarkannya.
Perlahan, cewek itu mendongak. Menatap manik Ari yang menyorot penuh harap.

Lidah Aisyah kelu, merasa sangat sulit walau hanya bicara saja.
Ia terlalu shock, sulit menerima kenyataan. Ari mungkin menyatakan cinta padanya itu, hanya karena takut kehilangan dia, alias pelampiasannya.
Mungkin, Ari menganggap dia itu sebagai cinta pertamanya yang sudah meninggal.

Aisyah tersenyum miris, melepas tangan Ari yang mencekalnya. Menggeleng lemah ke Ari, dengan sorot sendu.
"Sori, gue, gue gak bisa jadi pacar lo."

Bahu Ari merosot, menatap Aisyah meminta penjelasannya.

Aisyah menarik nafas, merasa amat sesak didada.
Ia tak mungkin 'kan, dia mengatakan yang sejujurnya. Dan dia tak ingin, menjadi pacar Ari tapi hanya dijadikan pelampiasan saja. Walau jauh dilubuk hatinya, ia sangat ingin menjadi kekasih Ari.
"Gue.. gue, gue gak cinta sama lo."

Ari tersenyum miris, perkiraannya salah. Ia menyangka, Aisyah juga mencintainya.
Namun, cinta tak bisa dipaksa bukan?

Aisyah bangkit, memanggil taksi yang melintas. Meninggalkan Ari sendirian didalam kesedihan.

**

Tamat








Alias boong ;p

Tbc

Eh jan lupa baca cerita baru aku yaap

(BUKAN) RIVALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang