SPT - Bagian 2

1.3K 60 8
                                    

Rahma menghempaskan tubuhnya diatas kasur nya, melihat sekeliling nya dan mengambil ponsel di tasnya.
“Huuhh... Nggak ada pesan” ia meletakkan ponselnya secara kasar di sampingnya. Rahma merubah posisi tidurnya, ia gusar, baiamana caranya ia bilang ke ayah dan bundanya tentang keberangkatannya yang seminggu ini pada bulan depan? Ia takut meminta izin pada kedua orang tuanya.
Waktu itu, event Paskibraka Kecamatan yang membuatnya sering menghabiskan waktu untuk latihan diluar sekolah pada saat jam pelajaran bermula membuatnya mendapat ultimatum
“Rahma! Jangan terlalu aktif di pramuka mu! Ayah memang mengijinkanmu, tapi jangan meninggalkan belajarmu!” Marah ayahnya waktu itu, pro dan kontra pun masih banyak yang terjadi. Hanya saja, Rahma bukan orang yang lemah, ayahnya adalah mantan TNI AL yang dimana pensiun karena kecelakaan kerja waktu itu. Mungkin kenangan buruk dari ayahya yang membuat ayahnya melarang anaknya untuk mengikuti kegiatan tersebut.

Rahma bangkit dari tidurnya, merapikan kasurnya yang acak-acakkan karena kegusarannya. Terdengar pintu kamarnya terbuka.
“Rahma, makan dulu nih” ujar bundanya sambil membawakan sepiring nasi dan segelas minum
“Ih Bunda, pake repot-repot” respon Rahma sambil mengambil dari tangan bundanya.
“Bunda tinggal dulu ya” ucap sang Bunda sambil meninggalkan Rahma di kamarnya
Rahma memperhatikan bundanya yang menutup pintu kamarnya. Ingin rasanya Rahma langsung mengatakan pada bundanya “Bunda, ijinin Rahma mengikuti perkemahan bela negaraaaa...”, namun apa boleh buat, kekuatan itu tak ada pada dirinya.
Rahma telah selesai menyelesaikan makannya, ia keluar dari kamarnya, mengembalikan piring kosong yang isinya telah ia lahap habis. Bundanya sedang mononton serial drama di ruang keluarga. Rahma menghampiri sang bunda
“Bun?” ucap Rahma
“Ada apa sayang?” tanya sang Bunda
“Rahma minta ijin dong bun ikut perkemahan bela negara di kalimantan selatan bulan depan” jujur Rahma
“Lho? Emang kamu di pilih?” tanya bunda memalingkan wajahnya dari layar TV LED di depannya ke wajah anak bungsunya
“Iya bun, aku, Ami, Habib, sama Dion dipilih bun” jelas Rahma
“Ijin sama ayahmu Rahma, Bunda nggak berani ngasih ijin ke kamu” Bunda berujar
“Bun, Rahma nggak berani ijin sama Ayah” Rahma berkata manja
“Apa Apa?” Tanya sang Ayah yang baru pulang dari kerja
“Ini lhoh Yah, Rahma mau ikut anu” Bundanya menggantungkan ucapannya
“Perkemahan Bela Negara? Ayah sudah di omongin Pak Zazid kok” tukas Ayah
“Lalu? Rahma di ijinin?” tanya Rahma
“Asal semua biaya di tanggung Madrasah Ayah ijinin” jawab Ayahnya sambil duduk di samping Bunda
“Terus?” Rahma masih bingung dengan ending obrolan ini
“Madrasah menyanggupi” kata Ayah sambil membuka ponselnya
“Ohh..” ujar Rahma, “eh, berarti aku boleh dong” sambung Rahma senang

Rahma kembali ke kamarnya dengan perasaan bangga, di bukanya Hp nya, ia mengetikkan sebuah pesan

Rahma kembali ke kamarnya dengan perasaan bangga, di bukanya Hp nya, ia mengetikkan sebuah pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Ami bersiap-siap menyiapkan tas, buku kosong, alat tulis, power bank, dan ponselnya. Tak lupa pula ia menyiapkan motornya. Pagi ini, rencananya mereka pergi ke Kabupaten untuk perkumpulan kontingen Bela Negara. Semalam, mereka telah menyetorkan ukuran untuk kaostim mereka.

Ami meraih ponselnya, ia membuka whatsapp dan mengetikkan sebuah nama lalu menekan ikon telepon. “Tuuuut.... Tuuuuttt” suara nada telepon yang belum di angkat oleh seseorang
“Diihh, kok nggak di angkat-angkat sih?” gerutunya. Tak berselang lama, telepon terangkat
“ada apa mi? Aku baru pake hijab nih” jawab seseorang di seberang
“ohh ya udah Rahma, aku Otw ke rumahmu ya” jawab Ami
“okee, di tunggu” Ami pun mematikan teleponnya. Ia meletakkan nya di saku nya dan meraih kunci motornya lalu mencari Ibu nya untuk meminta izin

Rahma meletakkan ponselnya di dalam tas dan beranjak keluar dari kamar mencari Bundanya. Namun yang di temukannya hanya sesobek kertas di atas sarapannya
“Sayang, ini sarapannya ya, jangan lupa di makan ya. Bunda sama ayah perjalanan ke Semarang, maaf nggak ngabari dulu. Kakak mu wisuda”
Rahma tersenyum hambar, nasi goreng itu ia masukkan ke dalam magic jar. Tanpa menjamah sarapannya, ia mengambil uang sakunya dan sepatunya, kemudian beranjak keluar rumah. Saat itu Ami telah sampai di depan rumahnya.
Tak berselang lama, Habib dan Dion pun tiba di rumah Rahma.
“Eh, udah siap ya?” tanya Dion
“iya, tapi aku baru pake sepatu nih” ujar Rahma memasukkan kaki nya ke dalam sepatu, “nah dah selesai. Yuk” Rahma berdiri menghampiri Ami
“Oke, jadi gini. Nanti aku sama Rahma naik motorku, dan Ami sama Dion naik motor Ami” jelas Habib. “Eh, Rahma, jangan lupa helm mu” sambung Habib mengingatkan. Rahma berlari ke dalam mengambil helm nya dan kembali lagi keluar.
“Ya udah, Yukk” Ami bersuara
Mereka pun berangkat ke Kabupaten tanpa kendala. Hari itu awal dari segalanya, awal dari kisah cinta mereka. Awal yang akan merubah kehidupan mereka. Event Nasional yang akan berpengaruh besar dalam kehidupan mereka. Melebihi event Perwimanas 2 Magelang yang pernah di lalui teman mereka, Arina dan Ardian. Kisah cinta Ardian hanya lewat begitu saja tanpa dikenang, namun kisah cinta Arina mempunyai andil yang besar dalam kisah cinta mereka. Kisah dimana hubungan jarak jauh Arina dengan anak Bengkulu yang telah bertahan sudah 3 bulan ini membuat mereka yakin bahwa jarak yang di ciptakan dari event Nasional lebih berarti daripada cinta yang bertemu dalam dunia maya. Dan prinsip ini lah yang mereka gunakan dalam hubungan cinta mereka di Perkemahan Bela Negara ini.
Tak mengherankan pula, di kumpulan ini, banyak yang menanyakan “Dimanakah Arina? Dimanakah Ardian?” Ya mungkin karena mereka sudah cukup memiliki andil besar dalam Sako Ma’arif Cabang. Sayangnya perkemahan ini yang menentukan adalah kwarcab sehingga mereka harus memberikan kesempatan yang lain untuk berpartisipasi juga.

***

Habib telah sampai lebih dahulu di bandingkan Dion. Rahma turun dari motor, hatinya tak karuan, entah mengapa rasa canggung itu tiba-tiba ada setelah Habib bilang ia naik bareng Rahma. Perasaan yang dulu pernah ada entah kenapa harus kembali hadir tanpa diminta. Rahma berjalan ke arah tempak duduk di depan gedung itu.
“Rahma... Tunggu” Habib sedikit berteriak
Rahma membalikkan badannya, “apa?” tanyanya
“Helm nya copot dulu” Habib berujar sambil mendekati Rahma. Rahma memegang kepalanya, wajahnya memerah menahan malu. “Haha nggak usah malu, sini aku copotin” sambung Habib sambil melepaskan helm di kepala temannya itu. Hati Rahma terombang-ambing, perasaan yang sempat hilang dalam sekejap kembali dengan lebih banyak.
“Cieee,,,,” canda Ami yang baru sampai di tempat
“Apaan sih? Orang Cuma ngelepasin ini kok, itu tuh si Rahma tadi lupa. Kita kan Cuma temen ya?” tutur Habib, perubahan raut wajah Rahma yang hanya sebentar mampu di rasakan Dion.
“Haha, yaudah yuk, masuk yuk” Dion menengahi.
“Ayo Rahma, masuk” ajak Ami
“Siap mi” jawab Rahma
Mereka berempat memasuki ruangan selebar 7 x 7 meter yang di sebut dengan nama aula depan. Full AC dan terdapat monitor serta bertumpuk-tumpuk kursi. Sudah banyak orang yang hadir di sana. Lengkap dengan SPL-nya (Seragam Pramuka Lengkap) dan bersepatu pantopel. Rahma mengambil duduk di barisan nomor 3, Ami mengambil duduk di sebelah kanan Rahma. Habib mengambil duduk di sebelah kiri Rahma dan Dion di sebelah kiri Habib.

Pertemuan itu berjalan dengan semestinya dan berakhir dengan seharusnya, waktu mereka tinggal 3 minggu, seminggu sebelum hari H mereka sudah harus berangkat menuju Bumi Perkemahan Kalimantan Selatan. Mereka di harapkan agar bisa melatih kemampuan dirinya di rumah masing-masing karena waktu yang tidak memungkinkan untuk membuat mereka setiap hari harus pulang pergi ke Kabupaten dengan jarak yang tak menentu.

***

Kepoin terus yuk kakak ceritanya, bantu Follow @lebahcantik28 dan bantu Vote juga ya,,
Salam dari saya😉😉
Spesial tag qomarsalma

Sebatas Patok Tenda [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang