SPT - Bagian 5

725 27 0
                                    

“Udah siap dek?” tanya Fajar
“Udah kak” jawab Rahma sambil mengecek 1 koper besarnya.
“Aku siapin mobil dulu ya dek. Kamu nanti ijin sama Bunda sama Ayah” Fajar berlalu
“Kakak...!! Ayah kan di Timor Timor. Tugas Negara. Gimana sih?” Rahma setengah berteriak.
“Ya nge WA dek” kakaknya berteriak
Rahma membuka aplikasinya di ponselnya, di ketikkan nama “My Angry Dady”. Busyet dah tuh anak nyari masalah sama ayahnya sendiri. Rahma menempelkan ponsel ke telinganya, sambil menunggu nya tersambung
“Assalamualaikum sayang. Gimana? Mau berangkat?” Tanya ayahnya
“Wa’alaikumussalam yah. Iyah. Rahma minta ijin sama Ayah” jawabnya
“Ohh oke. Udah di kasih uang saku dari bunda?” tanya ayah
“Cuma 200k yah” jawabnya kecewa
“Haha, bawa ATM apa cash?” tanya ayah lagi
“Di transfer bunda di ATM ku yah, Cuma 200k” respon Rahma
“Ya udah, nanti ayah transfer 800k. Total 1jt. Ayah tau disana serba mahal. Cukup kan?” tanya ayahnya
“lebih dari cukup yah. Kalau kurang nanti aku nge WA ayah deh” jawab Rahma senang sambil menuruni tangga rumahnya membawa membawa 1 koper besar
“hehe siap sayang. Ya udah dulu ya, ada tugas nih. See you sayang” jawab ayahnya
“See you juga ayah. Assalamualaikum ayah”
“waalaikumussalam”

Rahma mengahmpiri bundanya dan meminta ijin untuk berangkat. Lalu ia menarik tas kopernya keluar rumah. Ia terkejut. Ada Dion disana. Wajahnya was-was memandang mencari satu sosok itu. Ia takut sosok itu ikut juga.
“Aku ikut sekalian ya, Rah. Aku sendirian kok. Habib nggak ikut” jawab Dion serasa mengerti apa yang adiknya cari
“Eh.. Heheh” Rahma berjalan ke bagasi mobil Fajar. Dan memasukkan kopernya. Sementara itu, Fajar berbisik di telinga Dion
“Rahma udah tau lu kakak tirinya?” tanya Fajar
“Belum, kak. Dia hanya ngerasa gue kakaknya aja. Belum tau yang sebenarnya” jawab Dion
“Lu disana berapa minggu?” tanya Fajar lagi
“Gue? Hmm... Perjalanan berangkat 1 minggu, di sana 1 minggu, ya berarti kita bakal disana 3 minggu kak” jelas Dion
“Yodah. Lu bilang ke dia sejujurnya pas kapan terserah. Yang penting dia tahu sebenarnya” ujar Fajar
“Lu yakin kak?” tanya Dion
“Yakin lah” Fajar benar-benar yakin
“Lu kagak sakit hati?” tanya Dion lagi
“Kagak, Di. Ngapain? Gue Cuma kakak angkat. Dan lu kakak tirinya. Lu yang lebih berhak jaga dia”
“Kakak?” tanya Rahma
“Eh, Rahma. Ayo berangkat” jawab Fajar
Fajar menyetir, Dion di samping Fajar, dan Rahma duduk di belakang. Ia memasang headshet pada telinganya dan mendengarkan rekaman yel-yelnya selama ini. Fajar memberhentikan mobilnya di depan rumah Ami. Ami keluar dan segera masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Rahma.
“Hay kak Fajar, hay Rahma, hay Dion” ucap Ami
Fajar mengangguk, Rahma tersenyum
“Hay juga Ami” jawab Dion, “mewakili mereka bertiga,, dieem aja sih. Dasar kakak adik” sambungnya tertawa
“Habib nggak ikut sekalian?” tanya Ami
“Ada nggak sih hari tanpa Habib gitu? Bawaannya gue pen marah atas kelakuannya ke Rahma” Fajar bersuara sambil menjalankan mobilnya.
“Ma’af kak” Ami takut. Entah saat ia berjanji tak memiliki perasaan itu lagi, ia tak bisa. Merasakan Rahma yang ditindas oleh Habib memang sakit. Saat sesosok sahabatnya disakiti oleh pria yang dicintainya. Namun, menghapuskan rasa itu dari hati nya yang telah melekat sejak pertama kali ia masuk SMA memanglah suatu hal yang tak mungkin dan tak akan pernah terjadi, dalam hidupnya.
“Apaan sih kak” Rahma menengahi, “udah ah, orang Rahma juga udah ngga kenapa-napa kok” sambungnya
“Haha, iya ntar disana bisa cari lagi kan?” Ami bercanda
“Lu cari yang aneh-aneh awas lu ya” Dion bersuara, Rahma kaget, begitu juga Ami
“Wkwkwk jagain aja terus, Di. Awas dia cari yang aneh-aneh” sambung Fajar
“Haha lu udah kayak kakaknya dia aja sih, Di” Ami berujar, “atau jangan-jangan lu suka ya sama dia” sambung Ami
“Gue telfonin Habib lho” ancam Dion
“Ehh jangan deh, yodah gue diem” Ami mengalah, ia menoleh ke Rahma yang sibuk dengan musik di telinganya

Rahma menenangkan hatinya. Saat Dion mengucapkan kalimat itu begitu saja, Rahma tau bahwa kalimat itu bukan di ucapkan oleh seorang teman yang suka sama dia, namun sepatah kalimat yang biasanya di ucapkan sang kakak kepadanya. Rahma membuka matanya, ia tertuju pada kaca spion yang di tengah. Matanya bertatapan dengan manik mata Dion. Dion hanya tersenyum dan Rahma pun membalasnya. Ia menutup matanya dan tertidur.

***

Sebatas Patok Tenda [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang