Happy Reading❤
-
-
"Gimana? Mau keluar dari sini apa nggak?" Tawar Christine masih dengan senyum sintingnya. Jimin menatap Christine dengan tatapan yang tak bisa di artikan.
Kini Chrisitine sedang duduk di meja kerjanya sambil memainkan laptop. Ia mengetikkan sesuatu disana, senyumnya mengembang tatkala melihat sesuatu yang ada di layar laptopnya.
"Jimin-ssi?"
Yang barusan di panggil namanya pun menengok, "hm?"
Christine memperlihatkan gambar yang ada di layar laptopnya pada Jimin yang duduk di sofa tak jauh darinya. Ia memperlihatkan foto-foto gaun pengantin yang cantik. Christine menyerengai sementara Jimin terlihat sangat menderita setengah mati.
Ia menggaruk-garuk rambut kepalanya yang tak gatal dengan frustasi sambil terus-terusan mendesah resah.
"You're Crazy!!"
"Hahahahahaha.." Christine tertawa mendengar segala sumpah serapah yang terus di keluarkan oleh Jimin.
Christine terlalu bahagia hingga tak sadar bahwa perban luka yang berada di perutnya terbuka dan mengeluarkan darah yang mengotori bajunya.
Jimin langsung menghentikan aksi konyolnya saat mendengar jeritan Chistine.
Ia terkejut melihat baju putih Chistine yang kotor oleh darah. Ia pun segera mendekati Christine panik.
"Kau baik-baik saja?" Tanyanya.
Christine tidak menjawab, ia hanya bisa menahan sakit sambil menggigit bibir bawahnya. Sedangkan Jimin sangat panik, khawatir, bingung dan takut. Ia berfikir keras apa yang seharusnya ia lakukan.
Akhirnya, Jimin pun membawa Christine untuk berbaring di ranjang. Ia mengangkat sedikit baju yang di kenakan oleh Christine dengan hati-hati. Ia melihat perban yang menutupi luka Christine rusak.
Pilihan terakhir adalah meminta bantuan seorang dokter karna Jimin memang tidak mengerti persoalan yang semacam ini.
"Christine, pinjam ponselmu. Cepatlah!"
Tangan Christine menunjuk ke arah meja kerjanya. Jimin langsung kesana, mengambil ponsel Christine yang tergeletak di meja itu.
"Apa kata sandinya?" Tanyanya lagi.
"Save me please.." kata Christine pelan.
"Bodoh! Iya ini aku akan menolongmu. Jadi cepat katakan apa kata sandinya agar aku bisa cepat menelepon dokter." Jimin mengomel tak jelas sambil menghentakkan kedua kakinya ke lantai dengan rusuh. Ia panik sedaritadi, apalagi ketika melihat Christine yang kondisinya tak bisa dibilang baik-baik saja.
"Kau yang bodoh. Kata sandinya ya itu tadi, save me please." Ujar Christine.
Detik berikutnya, Jimin tersenyum bodoh, dan malu. Tapi tanpa menghiraukan rasa malunya lagi ia langsung menelepon sang dokter pribadi Christine. Kenapa Jimin tahu? Entahlah, tapi tiba-tiba anggapan itu langsung ada di pikirannya. Dan benar saja, saat melihat kontak dari ponsel Christine, disana tertulis nama 'Dokter Hana' yang pastinya adalah dokter pribadi Christine.
Beberapa menit kemudian, akhirnya sang dokter yang bernama Hana itu datang dengan tergesa-gesa.
"Kenapa bisa begini Christine?"
Hana, sama paniknya dengan Jimin. Pastilah begitu, karna Christine adalah sahabat baik Hana sejak dulu. Ia sangat menyanyangi wanita pirang itu dan baginya Christine sangatlah berharga.
Jimin tak tahu apa yang harus di lakukannya. Ia berdiri sambil terus-terusan membolak-balikkan ponsel Christine.
Tunggu, apa tadi?
Ya, ponsel.
Owh, dengan buru-buru Jimin mengotak-ngatik dan mengetikkan sesuatu disana sambil menyerengai seperti seorang psikopat.
Dan, disinilah saat dimana seorang Jimin akhirnya merasa menang untuk sementara. Ia mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tak apalah, untuk saat seperti ini mah segalanya halal.
-
-
-
-●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession
FanfictionPark Jimin : "Aku tak pernah menyangka akan di culik oleh perempuan gila, tolol, idiot dan tidak waras, lalu dipaksa untuk menikah dengannya. Sial." Christine : "harusnya kau bersyukur karna telah diculik olehku, My dear." ----