10. Olimpiade Sains Nasional

53 14 14
                                    

"Ga semua penjelasan bisa dimengerti dengan baik, yang terpenting adalah sekarang lo mulai nasehatin diri lo sendiri."

Tak ada percakapan diantara keduanya selama perjalanan. Hening, kecuali hanya ada suara derum motor yang memenuhi kuping mereka. Tapi sebenernya Elysa sedang mengumpat mengutuk orang yang saat ini berada disampingnya. Pokoknya besok lo jadi sasaran biji jambu gue Dan.

"Anter gue ke TPU." Elysa tiba-tiba membuka suara memecah keheningan yang terjadi di antara mereka. Fildan yang merasa salah dengar mencoba untuk bertanya memastikan. "TPU El?"

Elysa mengangguk pasti.

Elysa mengernyitkan dahinya ketika menyadari kini Fildan telah mematikan mesin mobilnya tepat di depan toko bunga. Kemudian menatap punggung Fildan yang sudah beranjak keluar dari dalam mobil.

Tak lama, Fildan kembali dengan buket bunga pink yang kini berada di genggamannya. "Nih." Fildan memberikannya pada Elysa.

"Ih apaan si? Gausah sok sok romantis deh." Jawabnya dengan nada ketus.

"Buat Ibu lo, lo lupa?" tanyanya dengan menaikkan sebelah alis. "Nanti buat lo gue beliin yang khusus pake rasa sayang." Lanjutnya kemudian dengan nada meledek.

Ah. Sungguh Elysa merasa malu saat itu, sudah terlanjur ke-geer-an. Elysa sadar memang ia sudah cukup lama tidak mengunjungi makam Ibu-nya. Sampai-sampai ia sendiri lupa kebiasannya untuk membeli sebuket bunga pink kesukaan ibunya.

Fildan telah menyetir kembali mobil jazz hitam-nya melewati ramainya lalu lintas di Jakarta.

Fildan keluar dari mobil dengan tergesa-gesa ingin membukakan pintu mobil untuk Elysa, namun Elysa lebih dulu membukanya. Jedug. Dahi Fildan telah terbentur dengan pintu mobil, membuatnya mengaduh kesakitan. Sudah dapat dipastikan bahwa dahi Fildan memar saat ini. Bukan meminta maaf, Elysa justru berlalu dengan membawa buket bunganya tanpa rasa bersalah.

Sabar Dan sabarrr.

Elysa meletakan buket bunga pink kesukaan ibu nya di depan batu nisan. Tak lama Elysa mengangkat kedua tangannya memanjatkan do'a. Sepintas Elysa melirik lelaki yang berada disampingnya. Fildan masih saja mengusap-usap dahinya yang kini telah terlihat ada sedikit benjolan dan memerah.

Plak

Satu pukulan mendarat tepat di benjolan dahi Fildan. "ELYSA!!!" Fildan berlari mengejar Elysa yang telah beranjak pergi menuju ke mobil. Sebelumnya, Elysa telah menarik paksa kunci mobil Fildan.

Tak butuh waktu lama mobil Fildan telah melaju keluar dari TPU. Siapa lagi yang membawanya kalau bukan si cewek rumit. Fildan menyerah. Bagaimana mungkin ia mengejar Elysa, belum lagi ditambah rasa ngilu pada dahinya yang benjol itu.

***

Farid telah berada didepan rumah berpagar putih yang didominan dengan warna pink. Farid masih ragu, ia hanya membuka kaca mobilnya untuk memastikan alamat yang didapatnya adalah benar alamat yang ia cari. Ya kali Elysa rumahnya cewek banget gini. Gue salah alamat udah pasti.

Tin tin

Farid mengalihkan pandangannya, ketika melihat sebuah mobil jazz hitam mengklakson rumah tersebut, seperti meminta dibukakan pagar. Farid menyipitkan matanya, mencoba menerawang siapa orang didalam mobil tersebut. Namun kaca mobil yang hitam membuatnya tak bisa melihat apa-apa. Yaudahlah ya coba aja, siapa tau bener.

"Tunggu." Farid berlari berusaha menggapai pintu gerbang yang tak lama lagi akan tertutup sempurna.

"Temennya Elysa?" tanya seorang wanita paruh baya, yang dapat dipastikan oleh Farid, bahwa ia adalah asisten rumah tangga di rumah ini.

The Most Complicated GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang