8. Mencoba memecahkan

58 22 8
                                    

"Namanya juga mimpi, gue aja kalo dimimpi lagi jatoh, sampe pas bangun eh jatoh juga."

Mungkin ia merasa dirinya seperti orang kebanyakan yang harus memikirkan, dan menafsirkan mimpi yang seolah baru saja di rasa nyata baginya. Padahal ia telah sekuat mungkin untuk tidak memperdulikannya, namun akhirnya ia harus menuruti kata hati-nya dengan membeli buku CINTA PALING RUMIT yang tadi pagi menarik perhatiannya ketika ia membuka instagram. Dan ia kait-kaitkan pada mimpi yang dialaminya mengenai sesuatu yang 'rumit'. Jadilah ia siang ini pergi ke toko buku untuk membeli buku tersebut.

***

"Ah, gue ga ngerti Al!" Farid mengacak frustasi rambutnya. Saat ini ia berada di atas kasur putih besar di kamar Alvaro membaringkan badannya membolak-balikkan lembar per lembar buku yang saat ini berada di tangannya.

"Apa lagi si lo? Perlu gue cariin penafsir mimpi?" Alvaro yang jengah melihat temannya yang sedari tadi mengganggu aktivitasnya—yang sedang sibuk memainkan game di handphone-nya—pun mengalihkan pandangan menatap Farid.

"Seolah nyata." Farid terduduk dari posisi semulanya, menaruh asal buku yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya.

"Namanya juga mimpi, gue aja kalo dimimpi lagi jatoh, sampe pas bangun eh jatoh juga." ucap Alvaro masih tetap fokus pada layar handphone-nya "Yah kan kalah gua, lu si kebanyakan mimpi, hidup tuh yang real real aja." Alvaro mendengus sebal ketika melihat tulisan Game Over pada layar handphone-nya.

"Situ sama aja, main game emang nyata?" tanya Farid dengan nada kesal.

"Iya iya, terus gue harus gimana? Ikutan lo baca buku tebel itu? Ga masuk akal. Gimana kalo sama pikiran kedua lo, tentang cewek rumit di sekolah, si Elysa itu."

***

"Lo... beneran mau kerjain PR Farid itu?" nada tidak yakin yang keluar dari mulut Milan, membuat Elysa yang sedang duduk di meja belajar melirik tajam ke arahnya.

"Ssstt, udah Lan. Ambilin kuaci kek di atas kulkas."

Milan beranjak pergi, keluar dari kamar yang bernuansa baby blue tersebut

"El, lo ga ngerasa terlalu nyakitin Bu Syani?" Ririn mencoba berhati-hati menanyakan Elysa hal yang akan membuatnya sensitive.

Elysa menatap malas ke arah sahabatnya itu. "Lo ga ngerasa dia kaya guru kebanyakan gitu Rin?"

"Kali ini gue ga sependapat sama lo El." Ririn membenarkan posisi duduknya, dan mencoba melanjutkan percakapan yang terlihat akan serius itu.

Cklek

Knop pintu terbuka secara perlahan, membuat Elysa dan Ririn menatap secara bersamaan ke arah pintu tersebut.

"Kuacinya banyak Rin, gue bawa aja semua." Milan mengangkat sebungkus plastik yang berisi sekitar 6 bungkus kuaci membuat Ririn menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya itu.

"Bukan temen gue." Elysa menyeringai masih tetap fokus pada buku dihadapannya.

"Lo abisin ya? Sebungkus aja gue gumoh Lan, Lan..."

"Hehe, abis lo kan nyuruhnya ambil kuaci, yang gua ambil kuaci kan?" Milan menyengir kuda membenarkan perbuatannya. Belum sempat Ririn mengoceh terhadap Milan, suara Elysa telah mengagetkan mereka terlebih dahulu.

"Selesai juga." Elysa mengembangkan senyumnya, membuat Milan menatap ragu ke arahnya.

"Serius? Itu MTK loh? Cepet banget."

"Coba liat El liat." Buku bersampul coklat itu kini telah berada di tangan Milan. "Percuma juga si, gue mana tau ini bener kaga jawaban lo, gue aja ga ngerti, sariawan rasanya otak gue. Tapi gue nyontek deh ya? Gue bawa pulang." Belum ada persetujuan dari Elysa, namun Milan telah lebih dahulu memasukkan buku tersebut ke dalam tas miliknya.

The Most Complicated GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang