bagian 3

341 33 10
                                    

"Oppa. Kau mau yang jambu atau yang jeruk??" Namie bertanya padaku tentang minuman apa yang aku mau. Saat ini kami berada di kedai kecil pinggir jalan. Kedai ini adalah kedai yang sering aku kunjungi saat masih berada di sekolah menengah atas bersama Suri dan juga Namie. Kami bertiga sering sekali makan di sini. Bukan hanya makan, kami terkadang hanya duduk duduk menikmati jalanan yang belum seramai sekarang.

Dulu, kami cukup dekat dengan bibi pemilik kedai ini. Makanya bisa hanya menumpang duduk di kedainya. Sampai sekarang pun bibi itu masih mengingat kami.

"Aku jambu. Makanannya yang seperti biasa." Ucapku menjawab pertanyaan Namie tadi. Ia kembali ke counter dan memesankan makanan untukku dan juga dirinya. Namie kembali dan duduk di sampingku. Ia menopang dagu dengan kedua tangannya. Merunduk sedikit, dan memejamkan mata. Seakan akan sedang meringankan pundak yang berat karena beban yang bertumpuk. Aku mengusap lembut punggung Namie. Memberikan kekuatan secara tiak langsung padanya.

"Kau kenapa hmm..??" Ia mengangkat kepalanyadan menatap kearahku. Aku tahu ada yang sedang di hadapi oleh Namie. Sesuatu yang mungkin agak sulit untuk ditolak (?)

"Aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan study di Amerika." Ia berucap sendu. Bukannya itu berita bagus?? Sudah lama kami bertiga menginginkan bersekolah di Amerika. Aku pasti akan mendukungnya. Ia satu satunya harapan yang bisa melanjutkan mimpi yang tak pernah bisa terwujud oleh ku dan juga Suri.

Ahh.. Suri...

Amerika memang menjadi tempat tujuannya untuk berkuliah. Ia sudah merencanakan semuanya semenjak bangku menengah pertama. Dan aku tidak bisa karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggal ini. Jadi saatnya bagi Namie untuk mewujudkan impian kita dulu.

"Kenapa murung begitu?? Bukannya bagus kalau kamu bisa bersekolah disana??" Namie menatap cemas padaku. Apa lagi yang di ragukan oleh anak ini?? "Kau masih ingat bukan tentang impian kita bertiga dulu?? Aku dan Suri tidak bisa mewujudkannya, dan sekarang adalah saat yang paling tepat. Apa yang kau tunggu humm??" Aku mengusap rambutnya. Berkata selembut mungkin agar tidak terkesan memaksanya. Walaupun aku sangat memaksa untuk itu. Itu adalah kesempatan emas bagi Namie. Terlepas dari janji masa SMA dulu.

"Aku... tidak tau oppa. Apakah aku benar benar menginginkannya atau tidak. Aku masih ragu. Apakah itu yang terbaik untukku atau tidak. Apakah aku pantas untuk beasiswa itu. Aku rasa masih banyak mahasiswa lain yang lebih pantas untuk itu selain aku." Kenapa Namie bisa bepikiran seperti itu?? Aku yakin masih ada alasan lain yang menjadi penghambat Namie untuk menerima beasiswa tersebut.

"Jujur padaku Namie. Apa yang sebenarnya menjadi penghambatmu pergi kesana??" Namie menatap tepat kearah mataku. Air mata sudah berlinang di pelupuk matanya.

"Aku... aku tidak bisa oppa... Aku tidak mau."

"Kenapa humm??" Aku mengusap air mata yang turun di pipinya.

"Seharusnya kita bertiga yang ada di sana. Bukan hanya aku."

"Harusnya kau bersyukur. Diantara kita bertiga, hanya kau yang bisa. Jadi aku mohon. Kau harus mengambilnya. Oke.." Namie mengangguk atas ucapanku. Aku membantu mengusap air matanya dengan ibu jariku.

"Jja.....  sekarang kita makan. Isi dulu tenagamu, baru kita pikirkan masalah beasiswa itu nanti." Aku menyuapkan nasi pada mulut Namie. Ia merengut tidak suka saat aku memaksa sumpitku menerobos mulutnya.

"Oupwahh jwangwan mwenyuapwi akwu spertwi inwi........Aku bisa makan sendiri. Sini." Ia menelan makanannya dan mengambil sumpit yang ada di tanganku. Hahaha.. Namie ku sudah kembali.
.
.
.
.
.
.















TBC

Pendek sangattttt....
Semoga kalian suka ya...
Vote and comment jangan lupa semuanya.... ;) ;)

Love, JoJoon💜

Changes > KNJ (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang