Trois

1.7K 94 2
                                    

Trois

 Multimedia : Flo Joyced

 “Jangan kau perlihatkan wajah palsu mu di depan ku.”

Aku tersentak. Lalu mengernyit ketika melihat wajah nya yang tenang dan santai. Dia menepuk bangku panjang kesayangan ku seakan menyuruh ku untuk duduk di sebelah nya. Tak sadar, aku memakai raut wajah sinis ku, membuat nya tertawa kecil. “Wajah palsu, benar kan?”

Aku menghela nafas ku pelan. Lalu duduk di samping nya secara acuh. Suasana menjadi hening sesaat. Tetapi, aku memutuskan untuk membawa topik pembicaraan. “Mengapa kau—”

“Wajah palsu? Topeng senyuman? Aku sudah tahu semua nya dengan menatap orang tepat di manik mata,”ujar nya cepat. “Seperti pemberian dari tuhan.”

Aku mengernyit heran. “Pemberian?”

“Iya,”ucap nya sambil mengangguk. “Aku bisa tahu sifat asli orang itu dengan hanya menatap mata nya. Keren, bukan?”

Aku terdiam. Keren, kata nya? Aku saja membenci hal yang di sebut ‘pemberian’ ini. Bagi ku, pemberian ini hanyalah sebuah cobaan rumit dari tuhan. Tetapi aku dan dia mempunyai kesamaan. Entah aku harus bersyukur atau tidak. Tapi seperti nya tuhan ingin memberikan ku seorang teman agar aku bisa mencurahkan segala nya.

Apakah kemarahan ku di tempo hari tidak cukup bagi Nya?

“Tidak sama sekali,”kata ku sambil menggeleng pelan. “Kau tahu rahasia ku sekarang.”

Dia tersenyum menyeringai. Kemudian menegakan tubuh nya untuk berhadapan dengan ku. “Jadi? Mengapa kau memakai wajah palsu itu?”

Aku terdiam sejenak, meresapi pertanyaannya yang tak pernah ku dengar sebelum nya. Hanya orang yang berani yang bisa bertanya terbuka seperti itu.

“Jadi, singkat nya, kau bisa mengetahui orang yang berbohong atau tidak?”tanya ku, mengabaikan pertanyaannya.

Dia mengangguk. Lalu mengernyit heran. “Kau belum menjawab pertanyaan ku tadi.”

Aku menghela nafas frustasi. “Aku tidak akan terlalu terbuka dengan seorang yang baru ku kenal beberapa menit yang lalu.”

“Kau berbohong.”

Aku terjerat dengan suara nya. Kemudian menoleh dan mendapati ia sedang menatap ku dengan tajam. “Kau sebenarnya mau bukan? Kau sebenarnya ingin membicarakan nya dengan ku, tetapi kau ragu.”

Aku memutar bola mata ku. “Another ability?”

“Ini bukan ability, lihat saja mata mu. Mata mu menunjukan kebohongan walaupun itu kecil,”ujar nya sambil menunjuk kedua mata ku. “Sudahlah, jawab saja pertanyaan ku.”

Aku dalam situasi yang berat disini.

“Baiklah. Tetapi, siapa nama mu?”tanya ku, lagi-lagi berusaha mengalihkan pembicaraan.

Ia tersenyum miring. “Flo Joyced, kau bisa memanggil ku Joy,”jawab nya tanpa ragu. “Jangan kira kau akan mengalihkan pembicaraan ini karena pembicaraan ini hanya ada satu tujuan, yaitu mengetahui mengapa kau memakai wajah palsu itu, apakah kau sudah memakai nya sejak dulu?”

Shit.

Aku menarik nafas ku dalam. Kemudian melirik nya dengan sinis. “Kau memang knows it all, ya?”

Joy tersenyum menyeringai. “Jawab.”

“Baiklah, aku menyerah,”jawab ku sebal. “Sebelumnya, aku ingin bertanya pada mu, apakah kau mengenal orang yang bernama Revika?”

Joy tampak bingung. Aku tahu, dia berusaha untuk mengetahui alasan aku menanyakan hal itu. Dia menatap ku sejenak. Lalu mengusap mata nya dengan pelan. “Tau. Dia itu perempuan terdingin dan tercuek di desa ini, bukan? Tapi kata orang-orang, dia jenius dan berbakat, jadi dia tak pernah di depak dari desa ini.

“Tetapi, beberapa bulan yang lalu, sebutan Revika menghilang. Kabar nya, dia berubah menjadi seorang yang peduli sesama dan ceria di desa ini.”

Aku tersenyum tipis mendengar perkataan nya yang terlalu banyak kata ‘di desa ini’. “Apakah kau tahu rupa Revika itu bagaimana?”

Joy terdiam sejenak. Lalu dia menggeleng. “Aku hanya mendengar kata orang-orang—kata  teman ku juga, aku tak pernah mengetahui wujud asli Revika atau siapa lah dia itu.”

“Revika itu aku.”

Joy tampak terkejut. Dia berangsur menoleh dengan gerakan cepat dan menatap diri ku dari atas sampai bawah. Jujur saja, aku benci jika orang menatap ku seperti itu.

Stop doing that,”seru ku kesal.

Joy mengedipkan mata nya satu kali, lalu melihat mata ku. Lagi-lagi, dia berusaha mencari kebohongan di dalam nya.

“Aku tak berbohong,”ucap ku pelan. “Aku berubah menjadi seperti ini. Hebat kan?”

Joy mengerlingkan mata nya tak percaya. Kemudian dia menghela nafas. “Baguslah.”

Mata ku membulat tak percaya. Aku kira dia akan mengetahui kebohongan ku saat berkata ‘Hebat’. Karena hal ini sama sekali tidak pantas untuk di puji. Aku membenci diri ku yang sekarang.

“Lersy Goldinia, ya?”ujar nya tanpa melirik sedikit pun ke arah ku. “Kabar nya, kau adalah perempuan yang paling ceria dan murah senyum di desa ini, padahal aku selalu melihat mu disini. Diam, atau tidak memukul pohon. Entah untuk apa.”

Jadi, dia memang mengetahui nya.

 *

SensitivityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang