Neuf
Aku meregangkan otot ku dengan lemas. Akhirnya sekolah berakhir untuk musim dingin ini. Liburan musim dingin akan menjadi yang paling menyenangkan. Karena ada Joy yang akan mengencani ku hari ini.
Oh sudah berapa kali aku mengatakan hal-hal ‘kencan’?
Sungguh, aku hanya terlalu senang.
Aku merapihkan pensil ku yang berserakan di meja. Lalu aku memasukan semua buku ku ke tas. Kelas sudah hampir sepi. Hanya ada beberapa perempuan yang menetap di bangku nya untuk mengobrol dan bercanda. Setelah selesai membereskan tas, aku bangkit, kemudian berjalan ke belakang kelas untuk mengambil jaket tebal ku dan syal.
Aku merapatkan jaket ku ketika sudah berada di luar kelas. Salah satu perempuan di kelas ku melambaikan tangan, otomatis membuat aku membalas nya dengan senyuman. Aku berlari cepat menuju pintu depan, dimana ada loker penukaran sepatu karet dengan sepatu biasa ku yang berwarna cokelat.
Aku tersentak ketika mendengar sebuah suara melengking. Seperti suara menangis, tetapi terdengar sangat menderita. Aku memasukan kembali sepatu biasa ku, lalu berjalan ke koridor, mengikuti arah suara itu. Suara itu semakin dekat. Aku membuka pintu kelas 10-2. Mata ku bergerak mencari asal suara. Sampai aku melihat sebuah kepala menyembul dari balik meja.
“Thalia?”
Aku mengerutkan dahi. Kemudian mendekati perempuan itu dengan pelan.
“Jangan mendekat!”
Aku terhenti, menatap nya Thalia dengan heran. Thalia membalas tatapan ku dengan sedih. Ia menggeleng kepala nya, menandakan kalau dia sedang ingin sendiri.
“Pada akhirnya kau akan berpikir kalau mengapa semua orang tak peduli dengan masalah mu. Dan sekarang aku berusaha membantu mu. Apa yang terjadi?”tanya ku yang masih terdiam di tempat ku.
Thalia menggeleng. Lalu Ia menunduk. “Ferr..”
Aku mengunci mulut ku ketika Thalia menyebutkan nama nya. Aku memejamkan mata ku sesaat, lalu menghela nafas panjang. Kemudian aku bergerak menjauh dari tempat ku berpijak tadi. “Tunggu! Katanya kau mau membantu ku? Tolong lah, Lersy. Aku mohon. Kau jadi berbeda setelah liburan ini.”
Ya, aku berbeda. Karena aku ingin mengikuti saran Joy—maksud ku Flo.
“Aku tak mau terlibat dengan Ferr, Thalia. Karena aku sudah memiliki, dan aku tak bisa di paksakan untuk memiliki orang lain,”tutur ku dingin. “Kalau kau ingin membahagiakan Ferr, kau harus berusaha, karena kau adalah orang terdekat nya.”
Setelah menyelesaikan kata-kata ku, aku melangkah menjauh dari kelas itu tanpa melihat mata Thalia. Dengan cepat, aku memakai sepatu biasa ku dan berjalan keluar pintu sekolah dengan harapan sudah ada Joy menunggu ku.
Tetapi aku salah.
Dari jauh, aku bisa melihat kalau tidak ada siapa-siapa di gerbang itu. Biasa nya, Joy sudah menyandar di gerbang, lalu tersenyum ketika melihat ku. Tetapi sekarang kosong. Perasaan ku pun menjadi hampa.
Aku melihat ponsel ku, lalu bergerak mencari nomor Joy.
Tidak di angkat.
Aku berjalan lagi mendekati gerbang. Seperti tadi, tak ada siapa-siapa disini. Aku menghela nafas frustasi. Mata ku bergerak liar mencari batang hidung nya. Tapi nihil.
Aku menoleh, mendapati satpam yang sedari tadi menatap ku dengan bingung. “Kau mencari siapa dik?”
Kelihatannya dia menunggu pacar nya.
Pacar? Mengapa aku jadi berdebar-debar begini?
“Aku mencari seorang teman, tapi tampak nya dia tak datang. Aku sudah terlambat keluar dari kelas, tetapi dia tak terlihat,”jelas ku sambil terus mencari-cari seorang lelaki yang memakai hoodie.
Satpam itu mengangguk. “Baiklah, aku akan memanggil mu jika orang itu sudah datang.”
Aku tersenyum, lalu menyandar ke gerbang sebelah kiri. Karena biasa nya Joy menyandar di sebelah kanan. Aku membayangkan Joy berada di depan ku, sedang tersenyum hangat, yang membuat hati ku lega ketika melihat senyumannya.
Setelah beberapa menit, Joy benar-benar tak datang. Dia janji akan datang jam 4. Tetapi ini sudah jam 6 kurang. Aku menguap. Kemudian merapatkan jaket ku karena angin malam yang sangat dingin, di ikuti dengan salju yang melimpah di sekolah ku. Sesaat kemudian, terlihat seorang lelaki dengan rambut cepak nya, sedang berlari menuju ku.
“Joy?”
Aku mengusap mata ku karena tidak bisa melihat dengan jelas. Orang itu sampai di depan ku, lalu ia memeluk ku, membuat aku tersentak setengah mati. “A-ada apa?”
“Aku khawatir. Kau tidak pulang-pulang, padahal aku sudah menunggu mu di depan rumah,”
Tunggu, ini bukan suara Joy. Aku mengusap mata ku lagi, lalu melihat wajah Ferr di depan ku.
Aku mencintai mu. Oh tolonglah, jangan buat ini menjadi malam terburuk bagi ku.
Aku terdiam menatap mata nya yang semakin dekat.
Ferr mencium ku. Dan aku tak mengelak nya.
Padahal aku sudah melihat Joy di belakang nya, dengan jaket dan rambut basah. Ia melihat ku dengan mata melebar, lalu tersenyum. Yang membuat dada ku semakin sakit. Lalu ia berjalan pergi dengan pelan, membuat nafas ku tercekat.
“Joy!”pekik ku frustasi. Aku melepas pelukan Ferr, lalu berjalan menjauhi nya, tapi Joy terlalu jauh, aku tak bisa berlari di tengah salju.
Aku menoleh, mendapati Thalia dengan syal warna putih nya, menatap ku dengan mata tak percaya.
Lersy, bagaimana bisa? Aku merasa di khianati.
Thalia menunduk, lalu berlari, tak peduli dengan salju yang membuat boots putih nya kotor.
Aku menunduk, menyadari kesalahan besar ku.
Dan sekarang, aku hanya ingin hidup ku berakhir sekarang juga.
--
Author POV
Thalia berlari kencang, tidak peduli dengan panggilan Lersy yang berada di belakang nya. Ia membiarkan sepatu nya kotor karena salju. Ia terus saja berlari menuju rumah nya. Sekarang, Thalia hanya ingin menenggelamkan wajah nya di lutut, lalu menangis sekencang-kencang nya. Hati nya sakit, tetapi sebenarnya ia masih ingin percaya dengan Lersy, tetapi di satu sisi lainnya, dia ingin membenci nya.
Di waktu yang bersamaan, Lersy terlihat masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Nafas nya terengah-engah, mata nya merah karena menahan air mata. Ia mengadah ke langit, berharap agar air mata nya tak keluar walaupun penglihatannya mulai buram.
Suasana menjadi suram dengan salju yang terus menyelimuti daratan. Lersy tak melihat Ferr. Tetapi ia tahu Ferr sekarang berada di dekat nya.
“Lers,”
“Jangan dekati aku!”
Lersy menepis tangan Ferr yang tadi nya ingin mengusap pundak Lersy. Ia mundur perlahan, lalu menatap Ferr tak percaya.
Aku tak mengerti
“Kau seharusnya mengerti, Ferr! Thalia mencintai mu! Dan kau memecahkan hati nya! Sekarang? Orang yang ku suka pun kau patah kan hati nya,”teriak Lersy penuh amarah.
Ferr menganga. “Kau menyalahkan ku?”
Ini bukan salah ku sepenuh nya
“Ini salah mu sepenuh nya! Kalau saja kau tak menciumku, Joy tidak akan tersenyum seperti itu!”jerit Lersy seraya melempar sebuah batu ke badan Ferr. “Aku tidak akan memaafkan mu!”
Lersy membalikan tubuh nya, kemudian berjalan cepat tanpa melihat ke belakang. Tetapi ia sebenarnya tahu, kalau Ferr sekarang sedang menatap nya. Hanya saja, Lersy tak ingin mengubris nya lagi.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Sensitivity
Teen FictionKisah tentang seorang perempuan berhati sensitif. Kau pasti terlalu bingung untuk mengartikan nya. Karena memang perempuan itu tak bisa di artikan. Dia selalu bertingkah ceria, padahal diri nya menahan rasa sakit yang menusuk.