7. FLASHBACK

687 50 3
                                    

Secret : Flashback

Kazune POV

Aku tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh Karin.

Selama ini aku sudah menahan diri agar tidak terlalu memperlihatkan perhatianku padanya. Untuk hari ini aku tidak bisa menahannya lagi, tapi dia malah membiarkan orang yang selama ini melukainya.

Aku tahu Karin itu orang yang baik. Tapi, jika terus-terusan mengalah seperti itu, dia akan diinjak terus menerus. Aku tidak mau hal itu terjadi padanya.

Ponselku tiba-tiba berbunyi. Aku melihat sekeliling terlebih dahulu, memastikan tidak terlalu banyak anak yang akan mendengar percakapanku. Aku baru sadar bahwa hari sudah sore sehingga keadaan kmpus terbilang sepi.

Aku mulai berbicara dengan orang yang berada di seberang telepon.

"Baiklah. Akan segera saya laksanakan. Baik, akan saya lakukan yang terbaik," ucapku menutup pembicaraan.

Benar juga, saat berada di kampus aku harus mengesampingkan urusanku dengan Karin. Aku harus bekerja secara profesional sebagai seorang ketua. Dan masih banyak pekerjaan yang menunggu untuk ku kerjakan.

Ku tarik nafas dalam-dalam, mencoba menenagkan emosi yang semula berkecamuk dalam dadaku.

"Kazune," terdengar suara Karin dari belakang punggungku.

Ku putar kepalaku untuk melihatnya. Karin berdiri tegak di belakangku, tapi aku bisa melihat bahwa dia sedang kelelahan.

"Kau tidak pulang?" tanyaku mencoba memecah keheningan karena Karin tidak segera bicara.

"Jangan marah, aku baik-baik saja," jawab Karin tidak peduli dengan pertanyaan awalku.

Aku tidak berminat membicarakan hal ini di tempat yang terbuka, jadi segera ku putar kepalaku untuk melihat depan dan mulai berjalan, "Ikut aku."

Jujur saja aku sempat panik ketika melihat Karin kesakitan setelah—aku tidak tahu apa yang Rika lakukan padanya. Tapi, menurut penjelasan Rika, dia hanya sekedar mendorong Karin. Aku kenal Karin, dia tidak mungkin kesakitan hanya karena punggungnya berbenturan dengan tembok.

Ku ambil kunci ruanganku dari saku dan segera masuk. Tak lama kemudian Karin mengikutiku. Wajahnya terlihat ragu, matanya terus bergerak dengan gusar.

"Ada apa?" tanyaku menaruh kunci di atas meja.

"Tidak apa aku masuk ke ruanganmu? Bukan hanya itu, kita sedang berdua saja loh," ucap Karin menatapku penuh arti.

Ku silangkan tanganku dan tersenyum, "Jangan khawatir, di jam-jam seperti ini hampir 75% mahasiswa sudah berada di rumahnya masing-masing," ku gerakkan daguku bermaksud menunjuk kursi kerjaku, "duduklah di sana. Aku ingin bertanya banyak hal."

Karin menurut, dia berjalan mendekati kursiku. Namun, ekspresinya masih terlihat tidak yakin.

"Baiklah-baiklah, aku akan mengunci pintunya agar tidak ada orang yang masuk," ucapku mengambil kunci dari atas meja dan berjalan menuju pintu.

Tidak ada nada protes dari Karin, sepertinya dia lebih tenang berdua bersamaku di ruangan ini dengan pintu terkunci.

Aku berbalik dan bersandar di pintu, "Sebenarnya tadi kau kenapa?"

"Aku juga tidak mengerti. Hanya saja aku merasa sangat kesakitan. Perutku rasanya nyeri sekali," jelas Karin terlihat sedikit bingung.

Jika ku perhatikan, tingkah Karin saat sebelum pingsan tadi sama dengan beberapa hari yang lalu—saat dia keguguran. Bedanya hanya tadi tidak ada banyak darah.

Kamichama Karin: SECRET [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang