Secret : Hal Buruk Terjadi
Karin POV
Kepalaku terasa berat sekali. Badaku pun tidak bisa ku gerakkan dengan bebas. Bahkan untuk membuka mata saja aku harus berjuang.
Ku renggangkan ototku yang terasa tegang setelah behasil membuka mata. Aku sedikit terkejut saat mendapati diriku sedang berada di suatu ruangan normal.
Yah, seingatku terakhir kali aku dimasukkan ke dalam ruangan gelap oleh Rika.
Setelah merasa tidak begitu pusing, ku dudukkan diriku dan mulai mengabsen setiap barang yang tertata di ruangan ini. Aku tidak mengenalinya.
"Di mana aku sekarang?" gumamku pelan.
Ruangan ini tidak begitu besar. Barang-barangnya pun tertata cukup rapi. Meksipun begitu bisa dipastikan kamar ini adalah kamar seorang lelaki. Terlihat dari perabotnya yang sangat simpel dan tidak ada barang berbau feminim.
"Kenapa aku bisa ada di sini?" aku kembali menggumam.
Aku mencoba untuk mengingat kembali keadaanku sebelum aku berada di ruangan ini.
"Ah!" aku berseru.
Terakhir kali sebelum aku kehilangan kesadaran, Rika mengurungku di sebuah ruangan. Dia menyiramku dengan air dan segera menutup pintunya.
Saat itu aku sedang tidak enak badan, jadi aku langsung kehilangan kesadaran.
Mataku teralih ke baju yang ku kenakan. Setelah kemeja putih beserta rok hitam selutut yang ku kenakan sudah berganti dengan piyama berwarna putih polos.
"Oh tidak," aku menepuk jidatku sendiri.
Jangan bilang orang yang telah menyelamatkanku menggantikan bajuku. Kalau memang benar, aku berharap orang tersebut bukan seorang lelaki. Mungkin gadis tomboy atau siapapun. Yang penting jangan sampai lelaki yang melakukannya.
Aku tidak mau berpikiri lebih, karena itu akan membuat kepalaku semakin pusing. Lebih baik aku segera mencari tahu siapa pemilik ruangan ini.
Ku turunkan kakiku dari kasur. Setelah berhasil menapak tanah, aku pun mulai melangkah. Mataku kembali sibuk memperhatikan keadaan di ruangan ini.
Setelah lama memperhatikan, ada satu objek yang membuatku tertarik. Sebuah bingkai kecil yang tertempel di dinding. Aku pun mendekat untuk melihat foto orang yang ada dalam bingkai tersebut.
Ku telan lidahku pelan saat tahu foto tersebut adalah foto seorang pemuda. Pemuda tersebut tersenyum lebar dan berpose 'peace'. Matanya yang bulat mempunyai iris yang berbeda. Aku sempat terkejut saat melihatnya.
Tapi, itu bukan masalah besar. Yang jadi masalah adalah dia benar-benar seorang lelaki.
"Bagaimana bisa aku menjelaskan ini kepada Kazune?" ku jatuhkan diriku di lantai dan mulai berguling resah.
Setelah puas berguling, kembali ku tegakkan tubuhku, "Aku harus segera pergi dari ruangan ini."
"Kenapa harus terburu-buru untuk pergi? Setidaknya ucapkan terima kasih kepadaku terlebih dahulu karena sudah mau menyelamatkanmu," terdengar suara dari arah pintu yang mengalihkan perhatianku.
Seorang pemuda masuk ke dalam ruangan ini dengan membawa nampan berisi dua cangkir. Aku pun menelan ludah.
Ah, kenapa dia harus datang saat aku masih belum melarikan diri?
Karena tidak mau terlihat seperti orang jahat, aku pun tersenyum dan menggaruk belakang kepalaku, "Maaf, aku hanya bingung harus melakukan apa."
"Tidak masalah," dia menaruh nampan di atas meja kecil sebelah kasur, "bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?"