Secret : Rapat Dewan
"Aku baru saja dapat panggilan dari kampus, sepertinya pihak kampus mulai curiga dengan hubungan kita."
Pernyataan tersebut sukses membuat pagi hari yang terasa dingin menjadi semakin mencekam lagi.
Oh, aku tidak menyangka hal ini akan terjadi begitu cepat. Karena terlalu terkejut, aku tidak tahu lagi harus menanggapi kabar tersebut seperti apa.
"Kenapa wajah kalian tegang pagi-pagi begini?" tanpa aku sadari Michi sudah duduk di atas futonnya.
Alis Kazune bertautan. Wajahnya terlihat sangat serius sampai-sampai aku takut sendiri melihatnya. Aku tahu Kazune adalah orang yang serius, tapi aku tidak pernah melihat dia dengan ekspresinya sekarang.
Setelah mengusap-usap dagunya cukup lama, dia memusatkan pandangannya pada Michi, "Bisa bicara sebentar," ucap Kazune melangkah ke ruangan lain.
Michi mengikuti langkah Kazune, meninggalkan aku dan Himeka yang masih terlelap di bawah futonnya.
Sebenarnya aku penasaran, tapi sepertinya Kazune tidak ingin aku ikut campur dalam perbincangannya dengan Michi. Memang sudah hal biasa, hal ini berhubungan dengan pihak kampus, Kazune tidak akan memasukkanku ke dalam dunia tersebut.
Sejak awal, memang tidak seharusnya aku kuliah di jurusan yang sama dengan Kazune. Tapi, tentu saja, aku hanya seorang wanita yang mempunyai keinginan. Bukannya aku tidak percaya dengan Kazune, tapi aku juga ingin melihatnya saat sedang berada di kampus.
Daripada aku menunggu dengan kegalauan, lebih baik aku melakukan sesuatu. Jadi, ku renggangkan ototku terlebih dahulu sebelum berdiri. Aku mulai membersihkan futon-futon yang tidak terpakai.
Ku perhatikan Himeka, gadis tersebut terlelap begitu tenang, sampai-sampai membuatku mengurungkan niat untuk membangunkannya.
Jadi, setelah selesai membersihkan futon yang sudah tidak terpakai, aku mulai melangkah ke arah dapur. Aku ingin memasak sesuatu.
Perlu kalian ketahui, memang aku adalah seorang yang tidak pintar memasak. Tapi, karena aku sudah diberi kelas privat memasak oleh Kazune, aku jadi bisa melakukannya. Meskipun yang bisa ku lakukan hanya memasak makanan kaleng.
Mudah saja, tinggal buka kalengnya, tuangkan dan panaskan masakannya sampai terlihat matang.
Saat aku selesai dengan acara memasakku, saat itu juga Kazune datang ke dapur. Alisnya sudah tidak bertautan, tapi wajahnya masih tetap terlihat serius.
Ku hela nafasku dan tersenyum, "Jangan pasang wajah seperti itu di pagi hari, menkutkan tahu."
Kazune segera tersenyum. Secepat dia tersenyum, secepat itu juga senyumnya menghilang. Dia menyilangkan tangannya dan bersandar di dinding.
"Pihak fakultas ingin bertemu denganku nanti, aku tidak tahu apa yang ingin mereka bicarakan. Tapi..."
Kazune memejamkan matanya, sekali lagi dia menghela nafas, "Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan jika mereka benar-benar curiga tentang hubungan kita."
"Nee, bukankah kita sudah sepakat tentang hal ini?" ku perhatikan Kazune, sebisa mungkin ku coba untuk memperlihatkan ekspresi maklum, "kau bisa menyangkalnya. Katakan kepada mereka kalau hubungan kita hanya sekedar keluarga jauh."
Kazune memperhatikanku. Matanya terlihat berkaca-kaca. Meskipun begitu dia tidak terlihat ingin menangis.
Dia terus menatapku sampai pada akhirnya dia menegakkan punggung. Kazune berjalan mendekatiku, dia berhenti tepat di depanku.
Tangan Kazune menepuk pelan pundakku. Dia memejamkan mata. Perlahan dia menurukan wajahnya mendekati wajahku. Mataku terpejam saat dahi kami mulai bersentuhan.