Secret : Kazune Ditembak
Cahaya silau berhasil membuat mataku kembali tertutup. Saat ku buka mata lagi, aku baru sadar saat ini aku berada di sebuah ruangan. Bernuansa putih dengan jendela yang menghadap ke jalanan kota.
Aku terbingung, sebenarnya aku sedang di mana? Aku tidak mengenal tempat ini.
Ku edarkan pandanganku. Tidak membutuhkan waktu lama sampai aku sadar ada sebuah selang tertempel di pergelangan tanganku.
Aku sedang di infus. Jangan bilang aku sedang berada di rumah sakit? Sebenarnya apa yang sedang terjadi padaku?
Kembali ku edarkan pandanganku. Tidak ada siapapun di dalam ruangan besar ini. Kenapa aku bisa berada di tempat ini? Di mana Kazune?
Tiba-tiba pintu terbuka.
Di tengah pintu, Kazune berdiri sambil membawa sebuah kantong plastik. Mata kami bertemu. Dari siratan matanya, ada kilatan terkejut, lega dan khawatir yang bercampur menjadi satu.
Aku menghela nafas, dan tersenyum, "Okaeri."
Bahunya terlihat melemas, "Sudah baikan?"
Ku anggukan kepala, "Lumayan," entah kenapa aku terkikik, "ngomong-ngomong kenapa aku di rumah sakit?"
Raut wajah Kazune berubah total. Dia terlihat seperti orang bersalah, "Maafkan aku."
"Untuk apa?" tanyaku kembali bingung.
Kazune menunduk. Tangannya terkepal kuat sampai bergetar. Melihat Kazune yang seperti itu membuat suhu tubuhku mendingin. Aku tahu jelas sesuatu yang buruk pasti sudah terjadi.
"Ada apa, Kazune?" tanyaku dengan suara bergetar.
Kazune tetap diam. Perlahan dia berjalan mendekatiku. Tangannya melepaskan genggaman pada kantong plastik yang dia bawa. Dengan gerak lambat, Kazune menjulurkan tangannnya dan memelukku.
"Maafkan aku," bisiknya terdengar lembut di telingaku.
"Aku tidak tahu kalau..." Kazune tidak melanjutkan ucapannya.
Dadaku tiba-tiba terasa sakit. Perasaan aneh apa ini?
Entah kenapa perutku terasa mual. Detak jantungku pun berdetak lebih cepat. Tidak membutuhkan waktu lama sampai ada setitik air yang menggenang di ujung mataku.
"Kamu..." Kazune mengeratkan pelukannya, "...keguguran."
Nafasku tercekat. Pada waktu yang bersamaan, air mata mengalir deras melewati pipiku.
Keguguran? Bahkan aku saja tidak sadar aku sedang hamil.
...
"Anda akan baik-baik saja, sekarang Anda hanya butuh istirahat. Kalau masih ada keluhan, silahkan datang kembali ke rumah sakit," ucap seorang suster sambil tersenyum ramah.
Bibirku tergerak untuk tersenyum juga, "Terima kasih banyak."
"Anda pulang sendiri?" tanyanya mengedarkan pandangan bingung.
"Sudah ada yang menunggu di bawah," ucapku bergerak turun dari ranjang, "saya permisi dulu," ucapku menunduk.
"Hati-hati di jalan!" ucap suster tersebut sedikit berseru.
Aku tersenyum dan segera berlalu. Entah kenapa aku ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini.
Lagipula, Kazune sudah menungguku. Dia harus segera berangkat ke kampus.
Aku sendiri? Sebenarnya aku ingin pergi kuliah, tapi Kazune melarangku. Dia bahkan sampai meminta dokter untuk membuatkan surat ijin sakit untukku.