❄6. Semangat!

354 22 1
                                    

"Karena menunggu sesuatu yang tidak pasti adalah sebuah kesia-siaan...."

-Febriani Alana Putri-

❄☔☔☔❄

"Lo beneran gak mau ikut?"

Feby menoleh, menatap ke tiga sahabatnya yang menampilkan raut wajah berharap. Ia menghembuskan nafas berat "Lain kali aja, Mama nyuruh gue ke rumah sakit."

"Tumben? Gak ada masalahkan?" Ratna mengerutkan dahinya samar, khawatir jika saja ada masalah dengan sahabatnya.

"Lo gak papakan Feb?" Kinar ikut menjadi khawatir. Mereka semua tahu bahwa Dealova tidak mungkin menyuruh Feby ke rumah sakit jika bukan sesuatu yang penting.

Langkah mereka berhenti di parkiran sekolah, dari tempatnya berdiri Feby sudah dapat melihat mobil sang Mama. Feby kemudian kembali menatap ketiganya, tersenyum menenangkan "Tenang aja, gue cuma mau cek rutin kayak biasanya."

"Hari ini? Kok lebih cepet dari biasanya?" Tanya Kayla, sarat akan rasa khawatir.

Mengangkat bahunya tak tahu, Feby berkata dengan acuh "Entah.... Kalau gitu gue duluan, Mama udah nunggu di depan. By!" Feby tersenyum, melambaikan tangannya pada ketiganya.

"By-by!"

Feby berlari kecil ke arah mobil merah milik Dealova, membuka pintu mobil bagian depan dan masuk ke dalam. "Ayo, Ma!" Feby melirik Dealova yang masih mengenakan jas putihnya.

Dealova tersenyum sekilas pada anaknya, kemudian mulai melajukan mobilnya menuju rumah sakit. "Gimana sekolah kamu? Baik-baik sajakan?" Dealova bertanya, memecah keheningan di dalam mobil.

"H'mm, semuanya baik-baik saja." Feby menjawab santai, menatap jalanan di depannya menerawang.

Dealova melirik Feby sekilas, tahu akan apa yang sedang difikirkan oleh anaknya itu. "Maaf yah, Dr. Andre akan mengambil cuti selama beberapa hari, makanya perawatan kamu harus dipercepat."

Feby menoleh, menghembuskan nafas lelah. Bukannya ia ingin membuat Mamanya khawatir, hanya saja perasaan bosan dan lelah itu seketika menghampirinya disaat mengingat jika dia harus menjalani perawatan sekitar 3-4 jam lamanya. Feby memang suka rumah sakit, tetapi ia benci jika dia yang harus menjadi pasien disana. "It's Ok Ma, Feby hanya sedikit merasa lelah...." Feby berkata lirih, ia membuang pandangannya keluar jendela.

"Hei, tenanglah. Semua ini akan segera berakhir, Ayah sudah mencari pendonor untukmu." Dealova mengelus bahu anaknya pelan. Memberi dorongan pada sang anak untuk tetap bersemangat.

"Bukannya Feby mau menyerah, hanya saja Mama tau kan jika mencari ginjal yang cocok tidaklah mudah? Mungkin Feby harus menunggu beberapa tahun lagi atau mungkin Feby harus tetap bergantung pada perawatan Dialisis...." Feby bergumam dalam suara rendah, takut jika perkataannya akan menyakiti hati Sang Mama.

Semenjak Feby di diagnosa mengidap penyakit gagal ginjal stadium 4, dua tahun yang lalu, Feby sudah mulai menjalani perawatan dialisis Selama sebulan sekali. Awalnya, Feby masih bertahan dan menjalani segala perawatan itu dengan senang hati, namun lama-kelamaan ia mulai bosan dan merasa lelah dengan semuanya. Terlebih, kondisinya yang memburuk bulan lalu hingga harus menjalani perawatan yang lebih ketat, yang mengharuskannya melakukan dialisis paling tidak 2-3 kali seminggu. Kondisi ini membuatnya cukup tertekan, dan jika saja Feby tidak mengingat pengorbanan Ayah dan Mamanya, mungkin Feby memilih menyerah. Ia lelah....

Karena menunggu sesuatu yang tidak pasti adalah sebuah kesia-siaan....

"Sayang, percaya sama Mama, semuanya akan baik-baik saja, dan kamu akan kembali sembuh seperti sebelumnya. Jadi, Mama mohon, jangan pernah menyerah yah?" Dealova melirik sendu anaknya, ia tak pernah ingin anaknya kehilangan semangat untuk berobat, karena sebagai dokter, Dealova tahu, jika pengobatan ini akan berjalan lancar hanya jika pasiennya memiliki keinginan dan semangat untuk sembuh. Dealova tak siap jika harus kehilangan anak satu-satunya.

R E A S O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang