❄11. Pacaran atau tidak?

353 20 1
                                    

"Segala hal yang dipaksakan tak akan pernah berakhir bahagia. Tertutama jika itu menyangkut hati. Hanya akan ada luka baginya."

******

"Kenapa dimatiin kemarin? Gue serius loh, gak bohong." Feby mencolek bahu Angga yang sibuk dengan ponselnya. Dia sedang berada di kelas cowok itu, mengabaikan tatapan-tatapan penasaran yang tertuju padanya.

Feby mencibikkan bibirnya, saat Angga masih saja sibuk dengan benda persegi itu. Kesal, Feby reflek memukul lengan Angga agak keras dan berseru "Angga!" Pada akhirnya ia menjadi agak takut saat Angga menoleh dan menatapnya tajam.

"G...gue lagi ngomong." Cicitnya dengan suara pelan sembari membuang muka. Feby menghembuskan nafas lega saat Angga tak lagi menatapnya. Masalahnya adalah, jantungnya itu. Jantungnya kembali berdetak tidak normal, entah itu karena merasa takut atau karena hal lainnya. Yang jelas, Feby merasa tidak nyaman.

"Jadi, lo mau datang gak? Soalnya Mama udah nanya dari kemarin." Kenapa dia merasa gugup? Rasanya aneh. Namun tak mengganggu sama sekali.

"Eh? Ada Feby? Ngapain disini? Nyariin gue yah?"

Feby menatap ke asal suara, melihat seorang cowok jangkung yang baru saja masuk ke dalam kelas sembari memegang bola basket di tangannya. Dia Niel, si ketua basket yang beruntung menjadi salah satu mantannya.

"Cih, pede! Sorry, yah. Lo gak sepenting itu buat gue cari." Feby mencibir melihat tingkah narsis cowok itu, terutama saat Niel dengan tanpa permisi menarik kursi dan duduk dihadapannya.

"Yaelah Feb, bilang aja lo kesini mau ngajak balikan,Ya kan? Gue sih oke-oke aja." Niel melipat kedua tangannya di atas kepala kursi yang dia duduki secara terbalik. "Mumpung gue lagi sendiri." Katanya lalu mengedipkan sebelah mata.

Feby mengubah ekspresi wajahnya, kini ia menatap Niel dengan senyum manis. Mengulurkan tangan menangkup kedua sisi wajah Niel yang membuat cowok itu kian tersenyum lebar.

"Lo beneran mau balikan sama gue?" Tanyanya lembut. Yang diangguki oleh cowok itu.

Angga yang sejak tadi diam, kini mengangkat kepalanya. Melihat interaksi keduanya dengan raut wajah yang sulit diartikan, kemudian kembali menunduk. Fokus pada ponselnya.

"Tapi, Sorry. Gue gak terbiasa mungut sesuatu yang udah gue buang." Feby masih berucap dengan suara manis, namun tangannya tak lagi memegang pipi Niel. "Jadi, mending lo pergi. Jangan sampai cowok disamping gue ini salahpaham dan ngehajar lo. Sekedar info aja, dia orangnya cemburuan dan suka mukul orang." Feby tersenyum manis, seraya memeluk bahu Angga dan menyandarkan tubuhnya. Anehnya, cowok itu tidak menolak. Tidak lagi mengusirnya seperti biasa.

Niel, menatap keduanya dengan dahi mengerut. Dia cukup mengenal Angga, dan cowok itu biasanya tidak pernah dekat dengan kaum hawa dan malah terkesan menjahuinya. Namun, melihat interaksi keduanya ini.....

"Lo berdua pacaran?" Tanyanya menyuarakan isi fikirannya dan anak-anak yang lain yang juga sejak tadi penasaran dengan interaksi keduanya.

Feby merapatkan bibirnya, dan hanya tersenyum. Ingin sekali mengatakan 'Ya' namun takut jika Angga marah dan tak ingin melihatnya lagi, bisa-bisa semua perjuangannya saat ini akan berakhir sia-sia.

Namun, ditengah-tengah keheningan itu sebuah suara berat menjawab pertanyaan Niel, dan juga membuat janjung Feby berdetak gila-gilaan karena tak percaya.

"Iya, dia pacar gue."

Feby mendongak menatap wajah serius Angga dan membuang muka saat Angga menunduk menatapnya. Feby berdehem, menenangkan dirinya sendiri. Terutama jantungnya yang berdegub kencang. Dia mendongak, menatap Niel yang terlihat terkejut. Tentu saja, jika orang lain saja terkejut apalagi dia yang tak akan pernah menyangka kata-kata itu akan keluar dari bibir Angga. Dia senang? Tentu saja.

R E A S O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang