Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

Bab 1

493K 13.2K 74
                                    

Kedua kakiku terasa lumpuh, aku tak sanggup menggerakkannya. Sesekali mereka bergetar tak kuat menyangga berat tubuhku. Otot kesadaranku mati rasa seluruhnya. Aku hanya bisa merasakan tangan Danis, adikku, melingkar lembut di bahuku, menopang tubuhku agar tidak roboh.

Orang-orang berpakaian hitam berseliweran di sekitarku, beberapa dari mereka mendekat untuk menyalamiku, memelukku atau menepuk bahuku. Aku tak tahu siapa mereka, tak sanggup mengenali siapa saja mereka. Aku sudah menjadi zombi, aku tidak bisa mengingat apa pun, tidak bisa merasakan apa pun. Waktuku berhenti saat ini.

Satu-satunya yang aku lihat hanyalah tanah menggunung kecil tertimbun oleh ribuan kelopak mawar merah dan putih di atasnya. Ya, kakakku yang cantik terbaring di dalam sana. Kakak penolongku, penopang hidupku, pengganti ibuku dan malaikat untuk duniaku.

Melani adalah segala-galanya untukku.

Hanya senyum terakhirnya yang bisa aku ingat saat kami bertemu setahun yang lalu. Ia terlihat cantik dan sangat bahagia. Wajahnya berpijar ketika memperlihatkan cincin berlian round cut yang tersemat anggun di jari manisnya. Ya, ia baru saja bertunangan dan aku tak hadir di sana. Aku bahkan tak tahu seperti apa laki-laki yang sudah merebut hatinya. Aku terlalu membela egoku untuk sekadar menerbangkan diriku dari Bali menuju Jakarta demi menyaksikan pertunangannya. Namun, seperti yang selalu Melani lakukan padaku, ia memaafkanku.

Berta, mama tiriku, kembali terguguk keras. Kepalanya terkulai pasrah di pundak papa. Mereka berpelukan erat, mungkin saling menguatkan.

Aku nanar memandang mereka. Merasa asing. Pikiran menyakitkan tak diundang datang menghampiriku. Kapan terakhir aku bertemu mereka? Berbicara dengan mereka? 4 tahun yang lalu? 5 tahun yang lalu?

Aku adalah domba yang hilang. Tak pernah dicari, tak pernah ingin kembali.

Dan Melani pergi.

Sekarang aku sendirian, rintihku sendiri.

"Ariana, jangan menangis lagi. Aku tak tahan melihatmu menangis terus." Danis berbisik sendu.

Apakah aku menangis? Aku bahkan tak bisa lagi merasakan air mataku sendiri. Aku balik memandang kosong mata Danis.

Oh, mengapa aku sampai lupa? Danis sekarang sudah beranjak dewasa. Bagaimana mungkin aku tak menyadarinya? Maafkan aku, Danis. Aku bukan kakak yang baik, tidak seperti Melani yang penuh perhatian.

Aku menggeleng, membalas pelukan tangan Danis pada tubuhku. Aku lega. Aku tak sendirian, ada Danis di sini.

"Tidak. Aku tidak akan menangis. Melani tidak suka melihat aku menangis." Balasku parau di bahu Danis.

"Ayo kita pulang. Pemakaman ini sudah sepi. Kamu butuh istirahat, Ariana. Kamu bisa sakit." Suara Danis terdengar sedih dan prihatin.

Tidak. Aku tak ingin pulang. Aku masih ingin di sini menemani Melani. Tapi aku tak tega menolak Danis.

"Beri aku lima menit. Aku ingin sendirian dengan Melani." Suaraku serak memohon. Danis melepaskan tangannya padaku tanpa komentar apa pun.

Aku bersimpuh, merentangkan kedua lenganku memeluk gunung kecil di hadapanku. Bau harum kelopak-kelopak mawar menguar masuk ke dalam hidungku. Aku memejam.

Melani..

Hening.

"Ariana, sudah waktunya kita harus pulang." Aku merasakan tangan Danis menyentuh bahuku. Dibantu lengan kuat Danis, dengan enggan aku beringsut bangun. Tertatih-tatih berjalan menuju mobil. Papa dan Berta serta beberapa orang tak kukenal menunggu kami.

Dari kejauhan, mataku masih melekat pada gunung kecil Melani ketika iring-iringan mobil kami meninggalkan area pemakaman.

The Fake BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang