Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

Bab 3

233K 9.8K 61
                                    

Aku selesai menata rambut panjangku dengan menguncirnya menjadi ekor kuda. Menyapukan sekilas bedak serta lipstik warna pink untuk menutupi kulit wajahku yang akhir-akhir ini selalu tampak pucat. Mengenakan cardigan berbahan chiffon warna hitam dan jeans hitam, penampilanku tak berbeda seperti saat pemakaman Melani.

Memang hanya warna hitam yang aku sempat bawa, tak terbayangkan aku harus menghadiri acara makan malam dengan tamu penting papa.

Siapa Keluarga Regan?

Pikiran itu tak mau beranjak dari benakku. Makin aku mengerutkan dahi memikirkannya, semakin aku merasakan tidak nyaman. Aku buru-buru menyingkirkan pertanyaan ini ketika terdengar ketukan pada daun pintu kamarku.

Jam menunjukkan pukul 7 malam ketika aku menarik daun pintu kamarku. Seketika aku tertegun. Memiringkan satu sisi kepalaku sembari memandang Danis yang berdiri di depan pintu dengan kemeja dan bercelana rapi. Penampilannya tak terduga, tak seperti biasanya. Pertanyaan di kepalaku makin menggunung.

Ada apa?

"Mereka sudah datang, Ariana. Kita harus turun." Ajak Danis. Aku mengangguk. Setelah menutup daun pintu kamarku, aku melangkah menuruni tangga mengikuti Danis menuju ruang tamu.

Aku mendapati tamu penting kami berjumlah tiga orang. Mereka tengah mengobrol dengan papa dan Berta. Aku tak sempat melihat mereka secara detail karena papa sudah menoleh melihatku masuk bersama Danis. Ia memberi isyarat padaku untuk mendekat.

Mengapa hanya aku yang akan papa perkenalkan?

Apakah mereka sudah mengenal Danis sebelumnya?

Pertanyaan-pertanyaan tak terjawab makin simpang siur di kepalaku. Dengan sedikit ragu aku mengayunkan kakiku maju beberapa langkah.

"Ini Ariana, adik Melani. Putri kami yang nomor dua. Dia seorang pelukis, sekarang tinggal di Bali." Papa mengenalkanku kepada tiga pasang mata yang saat ini tengah menatapku bersamaan. Aku merasakan mata mereka seolah menilaiku.

Tapi untuk apa?

Aku mengangguk demi kesopanan.

"Ini Tuan Kendrick Regan dan istrinya. Nyonya Angela Regan." Papa memberikan penjelasan.

Aku mengulurkan tanganku pada Tuan Kendrick Regan. Aku menyebutkan namaku dan ia membalasnya. Ia adalah pria paruh baya dengan aura kewibawaan yang sangat kuat memancar dari dirinya. Ucapannya terdengar efisien. Aku bisa merasakan orang-orang pasti mengikuti kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Istrinya, Nyonya Angela Regan, jauh lebih hangat. Di usianya, yang aku taksir sekitar empat puluhan, ia tampak cantik. Tidak ada yang berlebihan dengan penampilannya, tapi ia terlihat glamour, anggun dan elegan.

Aku selesai berkenalan dengan mereka, kemudian papa beralih pada orang yang ketiga.

"Dan ini putra mereka, Christopher Regan. Tunangan Melani." Suara Papa tersendat. Aku terperanjat, karena suara papa atau karena informasinya, aku sendiri tak tahu.

Oh. Aku menekan keterkejutan dalam diriku tatkala mengulurkan tanganku padanya. Sudah lama aku penasaran siapa laki-laki yang sudah merebut hati Melani selama ini. Kupikir waktunya sudah terlambat untuk mengetahuinya. Tapi sekarang aku tak bisa menahan kedua bola mataku menilai sosok di depanku ini dengan cepat, karena aku tak mau dianggap tak sopan dengan membiarkan mataku berkeliaran menyelidiki detailnya.

Garis wajahnya tegas membingkai kedua bola matanya yang tajam. Cukuran wajahnya bersih dan rapi meski jalur hijau membekas di sepanjang rahangnya. Ia memang sangat tampan dan memesona.

Sekarang aku bisa bilang ketika Melani mengatakan kalau tunangannya tampan. Yeah, aku setuju dengannya.

Kemeja putih yang ia kenakan terlihat halus dan licin, sangat mendukung penampilan Christopher yang terkesan formal, agak dingin dan terkontrol serta tampak efisien seperti Tuan Kendrick Regan.

Suaranya terpotong kaku saat ia menyebutkan namanya. Aku menduga ia adalah orang yang tidak banyak bicara.

Well, secara keseluruhan aku mengakui kalau Christopher memang pria yang menarik, sangat menarik. Namun, naluriku mengatakan kalau aku lebih memilih untuk berjarak dengan pria ini. Karena jelas-jelas ada perasaan tak nyaman ketika aku berada di dekatnya.

Aku tidak habis mengerti, apa yang membuat Melani mencintainya? Bahkan bertunangan dengan pria ini? Pikirku sinis. Pria tampan banyak di luar sana, sekaligus mampu memberikan cinta dan kehangatan.

Mengapa dia, Melani?

Yeah, semua akan kembali lagi. Cinta selalu bekerja dengan caranya sendiri, dan aku sama sekali tidak mengerti bagaimana mesin cinta itu bekerja di hati Melani.

Mungkinkah Christopher dulunya adalah pria yang hangat? Tapi berubah seiring kehangatan dan cintanya ikut terkubur bersama jasad Melani?

Aku menggali ingatanku kembali saat terakhir kali aku dan Melani bertemu.


"Ia pria yang royal, suka memberiku banyak hadiah mahal." Aku mengerutkan keningku mendengar nada suara Melani.

Harusnya Melani senang, bukan? Wanita mana yang tidak bahagia dihujani hadiah oleh kekasihnya. Lagi pula, aku belum pernah melihat cincin pertunangan seindah milik Melani. Aku menduga harganya pasti sanggup membiayai hidupku beberapa bulan ke depan.

"Aku tidak menginginkan semua barang-barang mahal ini, Ariana. Andai aku bisa memilih, aku lebih menginginkan hati dan jiwanya."

Apa maksudnya? Aku tak mengerti.

Tunangan Melani tidak mencintainya? Lalu mengapa ia melamar Melani?


Perbincangan di ruang tamu berkutat tentang bisnis, keuangan, dan saham. Topik yang sama sekali tidak menarik bagiku dan membuatku jemu.

Danis masih bisa memberikan beberapa tanggapan. Ia memang kuliah di jurusan bisnis yang sama dengan Melani. Nyonya Regan dan Berta bahkan memberikan beberapa potong kalimat.

Sedangkan aku?

Aku merasa jadi yang paling bodoh di sini, keluhku sendiri. Waktu rasanya merangkak begitu lambat.

Satu-satunya pertanyaan untukku adalah dari Tuan Kendrick Regan ketika kami berada di meja makan.

"Ariana, sudah mempunyai galeri sendiri?" Oh. Pertanyaan yang sangat-sangat menggangguku. Aku bergeser tak nyaman di kursiku.

Tentu saja aku punya! Kalau saja aku tidak harus membiayai sendiri hidupku, kuliahku, kontrakanku!

Seandainya tidak ada uluran tangan Melani, mungkin aku sudah menjadi gelandangan di Bali.

Kenyataan itu menusuk hatiku.

Aku ada di rumah ini karena Melani, mengapa ada pertanyaan semacam ini buatku? Dari seseorang yang baru aku kenal satu jam yang lalu, di depan orang-orang asing bagiku.

"Belum, Tuan Regan." Aku tersenyum semampuku. Menarik tanganku dan meletakkannya di bawah meja.

Cukup.

Aku tak ingin menceritakan tentang diriku lagi. Semoga mereka tahu maksudku.

Beruntung kunjungan mereka memang tidak berlangsung lama. Ketika kami berempat berdiri di beranda melepas kepergian Keluarga Regan, sempat terlintas sebuah pertanyaan lain di benakku.

Jadi, apa sebenarnya maksud kedatangan mereka?

Tidak ada momen special dalam kunjungan mereka tadi.

Aku baru menemukan jawabannya ketika hendak mengayunkan kaki menaiki tangga menuju kamarku. Danis sudah tidak terlihat lagi, aku pikir ia harus menyiapkan ujiannya besok.

Papa memintaku bergabung dengannya di ruang kerjanya.

Ruang kerja?!

Gelenyar kegelisahan seketika menyusuri punggungku. Aku tak nyaman. Tapi aku tak punya kuasa menolak ajakan papa. Aku pun membiarkan kaki ini mengikuti langkah papa.

The Fake BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang