PART 7

3.5K 108 0
                                    

SETETES EMBUN CINTA NIYALA
Karya : Habiburahman El-Shirazi

Usai shalat subuh Umi memanggil Faiq dan Niyala untuk berkumpul di ruang tamu. Umi membuka pembicaraan,

”Ini adalah hari-hari bahagia bagi Umi. Puteraku Faiq sudah selesai S2nya di London dan puteriku Niyala besok pagi, InsyaAllah akan diwisuda. Di hari yang penuh kebahagiaan ini Umi ingin membicarakan hal penting pada kalian.”

“Apa itu Umi?” tanya Faiq.
”Faiq, apakah kau tahu kenapa kau kuminta pulang?”

”Pasti untuk melihat wisuda Dik Niyala. Iya kan Mi?”

”Ada yang lebih penting dari itu.”

”Apa itu Mi?”

Umi lalu menceritakan masalah Diah panjang lebar. Setelah dianggap jelas lalu Umi bertanya,
”Bagaimana pendapatmu Anakku? Apakah kau bisa menerima Diah sebagai pendampingmu?”

Faiq terdiam sesaat lalu dengan menundukkan kepala ia menjawab,
”Ananda ikut Umi. Jika menurut Umi baik maka menurut Ananda juga baik. Yang paling penting bagi Ananda adalah ridha Umi.”

Umi meneteskan air mata.

“Aku bahagia sekali mendengar jawabanmu, Anakku. Tiga hari lagi Tante Astrid dan Diah akan dolan kemari. Untuk selanjutnya nanti bisa dibicarakan bersama dengan lebih matang. Yang kedua ini masalah Niyala.”

”Ada apa dengan aku Umi?” Tanya Niyala sedikit kaget.

”Begini. Kau sudah Umi anggap seperti anakku sendiri. Dan kau sudah bisa mengerti apa yang Umi rasa. Aku ingin kau menemani Umi di rumah ini sampai akhir hayat Umi. Kau nanti bisa buka praktek di rumah ini. Kaulah yang Umi harap merawat hari tua Umi. Apakah kau mau Niyala?”

Niyala terhenyak, “Insya Allah. Jika Allah menghendaki dan jika Kak Faiq mengizinkan.”

“Bagaimana Faiq? Rumah dan tanah sepetak ini memang hakmu. Kaulah ahli waris ayahmu. Jika nanti ditempati Niyala bagaimana, apakah kau ikhlas?”

“Aduh Umi. Sudahlah, pokoknya apa yang paling baik menurut Umi, yang paling membahagiakan Umi, Ananda akan patuhi dan Ananda penuhi. Ananda ikhlas lahir batin. Niyala bukan orang lain lagi.”

“Alhamdulillah. Kalau begitu masalahnya selesai.”

Setelah itu Niyala ke dapur untuk membuatkan nasi goreng. Sementara Faiq mengutak-atik laptopnya. Tak lama kemudian sarapan siap. Mereka bertiga menyantapnya dengan santai.
Berulang kali Faiq memuji kehebatan Niyala membuat nasi goreng. Ia sampai tambah tiga kali. Hati Niyala senang melihat kakaknya makan masakannya dengan begitu rakusnya. Usai sarapan Faiq dan Niyala meluncur dengan taksi ke Pulo Gadung.

Selama dalam perjalanan ke Pulo Gadung Niyala tidak bisa menahan tangisnya. Mukanya tampak begitu pucat dan sedih. Sebelum sampai di Pulo Gadung, Niyala mengajak Faiq turun. Faiq pun menurut dengan perasaan bingung. Apa sebenarnya yang terjadi pada Niyala? Firasatnya menangkap sesuatu telah terjadi pada Niyala. Dan tangisnya bukan tangis bahagia.

“Niyala, kakak merasa kau sedang menyimpan masalah besar yang kau tidak kuat menanggungnya. Kau telah menyembunyikan sesuatu dari kakak. Kau menangis sedih tapi kau tidak mau mangakuinya.”

Niyala diam. Ia sesunggukan. Ia tidak tahu harus berbuat apa dan harus berkata apa pada orang yang telah ia anggap sebagai kakaknya.

“Kalau kau masih menganggap kakak sebagai orang lain ya pendamlah masalahmu itu. Karena kau tidak lagi percaya bahwa kakak bisa membantumu atau setidaknya meringankan bebanmu. Kakak ingin kau bahagia dan tidak sedih, sebab Umi sangat ingin kau bahagia. Tapi kalau kau tidak memberikan kesempatan pada kakak untuk membantumu, kakak bisa berbuat apa?”

Kata-kata Fiaq mulai masuk ke dalam hati Niyala. Gadis berjilbab biru pun merasa tidak sanggup lagi menanggung beban pikiran ini sendirian. Akhirnya ia buka suara,

”Niyala punya masalah serius dan Niyala tidak kuasa lagi menanggungnya. Niyala juga belum menemukan jalan keluar yang tepat. Niyala sangat sedih, sebab ini menyangkut hidup mati Niyala.”

”Masalah apakah itu? Apakah Umi benar-benar tidak tahu?”

”Niyala tidak ingin Umi tahu. Pengorbanan Umi sudah terlalu besar pada Niyala. Niyala tidak mau lagi menyusahkan beliau.”

”Apakah kakak boleh tau masalahnya?”

”Dengan satu syarat.”

”Apa itu?”

”Tidak memberitahukan masalah ini pada Umi.”

”Baiklah.”

Niyala lalu menceritakan perihal surat dari ayahnya secara terperinci. Juga tentang Haji Cosmas dan anak bungsunya Roger. Siapa mereka dan apa yang telah mereka perbuat. Lalu dengan terisak Niyala meluapkan segala kecemasan, kekuatiran, ketakutan dan kebingungan. Ia tidak bisa memberikan keputusan yang tepat. Ia tidak mau jadi istri Roger, namun juga tidak mau menjadi anak durhaka. Faiq mendengarkan segala penuturan adiknya dengan mata berkaca-kaca. Adiknya dalam kesulitan yang serius.

”Selepas shalat tahajjud tadi malam, terlintas dalam benak Niyala sebuah solusi yang mungkin bisa mengatasi masalah ini. Namun itu perlu bantuan kakak.” kata Niyala.

”Solusinya bagaimana?”

”Niyala sudah menemukan cara untuk mendapatkan uang delapan puluh juta. Namun perlu waktu. Dan Niyala perlu bantuan kakak untuk menolak lamaran Pak Cosmas. Kalau Niyala sendiri yang ngomongnya, Niyala tidak sampai hati. Niyala minta tolong pada kakak agar bersedia menjelaskan pada ayah, bahwa saya tidak mungkin menikah dengan Roger.”

”Terus, kalau ditanya alasannya kenapa bagaimana?”

”Bilang saja Niyala sudah punya calon sendiri. Pokoknya dengan bahasa yang sebijaksana mungkin dan jangan sampai ayah terluka. Juga jelaskan kalau Niyala akan mengusahakan pelunasan uang delapan puluh juta itu sebelum tanggal jatuh tempo.”

”Kalau boleh kakak ingin tanya bagaimana kau akan mendapatkan uang sebanyak itu?”

”Terus terang kak, Niyala belum tahu. Tapi Niyala akan berusaha sekuat tenaga. Untuk masalah ini, sekali lagi Niyala tidak mau menjadi pikiran Umi atau kakak. Biarlah Niyala nanti berusaha sebaik-baiknya.”

”Tapi kakak tidak bisa berbohong, Adikku.”

”Maksud kakak?”

Tbc

SETETES EMBUN CINTA NIYALA ( ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang