The Reason

1.1K 103 29
                                    

"Nyonya besar dalam keadaan kritis, Nona. Beliau tidak sadarkan diri sejak kemarin malam."

Kata-kata itu terus bergaung di kepala Kuroko bahkan ketika ia tiba di stasiun Kyoto dan menemukan mobil jemputan sudah menunggunya. Dalam hati ia terus berdoa agar sesuatu yang buruk tidak terjadi. Bayangan akan dirinya kehilangan anggota keluarga lagi membuat perutnya mual.

Deru halus mesin mobil memecah keheningan malam saat Mercedes Benz berwarna hitam mengkilap yang ditumpanginya memasuki pekarangan rumah bergaya tradisional Jepang yang luas. Beberapa ruangan masih tampak menyala—terlihat dari cahaya yang menembus keluar permukaan pintu-pintu geser, sementara yang lain sudah terlihat gelap gulita. Malam belum terlalu larut, yakni pukul 9 malam, namun aktivitas di rumah ini memang selalu berakhir lebih awal.

"Kita sudah sampai, Nona."

Mobil berhenti di depan bangunan utama. Kuroko mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada sang supir. "Terima kasih, Jiro-san."

Sesosok pria dengan rambut yang mulai memutih dan wajah yang dihiasi keriput menyambutnya begitu ia turun dari mobil.

"Nona! Anda sudah datang!"

"Haruto-san," sapanya singkat. "Di mana nenek?"

Pria berusia 70 tahunan yang menjabat sebagai kepala pelayan itu membungkuk sebelum memandunya masuk. "Beliau ada di kamarnya, Nona."

Melewati lorong panjang dengan deretan pintu geser bermotifkan bunga Sakura, mereka berpapasan dengan tiga sosok familiar—sepasang pria dan wanita paruh baya, serta seorang pemuda yang seusia dengannya. Sang pria memakai setelah kerjanya yang berupa jas, sedangkan si wanita tampak seperti ibu-ibu sosialita pada umumnya dengan dandanan yang mewah dan glamour. Sementara itu, si pemuda dengan penampilan sederhana—jeans, kaos, dan kardigan—mengikuti dengan wajah bosan.

"Cih, kukira nenek tua itu sudah mati."

"Jangan bicara kasar seperti itu di depan anakmu, Shizu."

"Aku hanya berkata jujur. Kenapa? Bukankah kau juga berharap dia cepat mati? Aku sampai melewatkan pesta dengan teman-temanku demi datang kemari. Sungguh sia-sia."

"Tenanglah. Ibu tidak akan bertahan lama. Bukankah dokter juga bilang begitu?"

Wanita itu mendengus. "Yah, kuharap kau benar, nii-san. Aku sudah muak berurusan dengannya."

Pembicaraan itu bergaung memenuhi lorong. Kuroko mengepalkan tangan mendengarnya. Hingga saat jarak mereka menipis, ketiganya mulai menyadari keberadaannya. Wanita itu menyeringai melihatnya.

"Oh, lihat siapa yang datang jika bukan Kuroko-chan!"

Ia mengangguk singkat. "Selamat malam, Mayuzumi-san."

Wanita itu, Mayuzumi Shizuka, masih setia menyeringai. "Yah, selamat malam untukmu juga, Kuroko-chan. Sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu." Sepasang mata berhias bulu lentik itu berkilat menatapnya sebelum melanjutkan, "Kulihat kau telah tumbuh menjadi gadis cantik seperti ibumu. Hanya saja kuharap kau tidak menuruni sifatnya atau itu akan menjadi aib untuk keluarga kita. Ah, tunggu sebentar, kau bahkan bukan seorang Mayuzumi! Maafkan aku telah berbicara melantur~"

Tawa menyebalkan keluar dari bibir merah Shizuka. Kuroko dapat merasakan buku-buku jarinya yang mulai memutih seiring dengan kepalan tangannya yang mengencang. Namun, ia berusaha mempertahankan wajahnya agar tetap netral. Beruntung Haruto memilih waktu yang tepat untuk menyelamatkan situasi.

Fated to You {AkaKuro}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang