Hujan turun dengan tenang malam ini. Membuat suasana juga menjadi begitu tenang dan nyaman. Tania sedang mengerjakan tugasnya saat Mama menghampirinya.
“Sayang, nanti pas libur semester kamu ada rencana liburan?”
“Nggak tau, Ma. Lagian kan masih lama. Emangnya kenapa?” Tania menjawab tanpa menoleh sedikitpun ke arah Mama karena serius mengerjakan tugasnya.
“Ya nggak apa-apa sih Mama cuma nanya aja. Kalo mau liburan jauh mendingan beli tiketnya lebih awal biar nggak kehabisan tiket.” Mama merapikan kamar Tania dan melihat ada jaket yang tidak pernah ia lihat sebelumnya tergeletak di samping bantal Tania.
“Ini jaket siapa, Nak?” tanya Mama seraya mendekati Tania. Tania sedikit terhenyak.
“I-itu punya Kak Vicko, Ma. Tadi aku dipinjemin.” Jawab Tania sedikit gugup.
“Oh!” Mama melihat wajah putrinya yang tiba-tiba merona. “Memangnya kamu diajak ke mana tadi?”
“Diajak ke taman, Ma. Cuman aku nggak nanya nama tamannya apa. Bagus banget deh, Ma, pokoknya!”
“Terus kenapa kok dipinjemin jaket ini?”
“Ya kan tadi pulangnya sore, nggak tau kenapa tiba-tiba Tania ngerasa dingin. Eh, Kak Vicko ngasih jaketnya buat Tania pake!”
“Emm. Jangan-jangan dia suka sama kamu makanya perhatian!” goda Mama.
“Ih, Mama nih apaan sih? Nggak mungkin Kak Vicko suka sama aku!” elak Tania sambil berusaha menyembunyikan senyumannya.
“Lho, memangnya kenapa kok nggak mungkin? Kan nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Jadi kamu jangan pesimis dulu. Siapa tau memang sekarang dia nggak suka sama kamu. Tapi gimana kalo tiba-tiba dia jatuh cinta sama kamu?”
“Ih, Mama!” Tania menatap Mamanya. “Udah ah, Tania mau ngerjain PR nih!”
Mama hanya tersenyum dan keluar dari kamar Tania.
⛈⛈⛈
Pagi-pagi Rara sudah tiba di kelas dan duduk dengan manis di bangkunya. Ia sengaja datang pagi hanya untuk mengintrogasi Tania. Tak lama kemudian Tania muncul di ambang pintu.
“Taniaaaa!!” teriak Rara dan segera lari menghampiri Tania.
“Apaan sih, Ra? Kok pakek teriak-teriak segala?” Tania bingung.
“Kamu kemaren diajak ke mana sama Kak Vicko?” tanya Rara penuh selidik.
“Aku kemarin diajak ke taman sama Kak Vicko, cuma aku lupa apa nama tamannya. Terus di sana dia curhat soal pacarnya.” Tania melemparkan tas ke mejanya dan duduk di meja.
“Terus kamu nggak jealous gitu denger ceritanya dia?”
“Buat apa? Ya udah lah, Ra. Yang namanya kebahagiaan itu nggak akan jauh kok dari kita. Ntar juga dateng sendiri. Lagian kok jadi kamu yang parno gitu sih?”
“Ya aku khawatir aja kalo kamu tiba-tiba nangis gitu di depannya dia.” Rara termangu.
“Terus kenapa sekarang kamu yang kelihatan lesu kayak gitu?”
“Emm, aku mau cerita sama kamu asal kamu nggak ember!” ancam Rara.
“Iya. Emangnya mau cerita apaan sih?”
“Kak Rendi nembak aku!”
“Haaa?? Piye piye? Coba ulangi aku nggak denger!” Tania mendekatkan telinganya ke Rara.
“Kak Rendi nembak aku kemarin.”
“Serius? Wah wah wah, terus kamu baru bilangnya sekarang?”
“Nah kan kemaren kamu seharian sama Kak Vicko gimana aku mau cerita. Aku juga belum ngasih jawaban sih sama Kak Rendi.”
“Kenapa? Masih ragu? Ati-ati lho, kalo kamu kelamaan mikir ntar dia malah bosen terus nyari yang lain deh!”
“Kamu kok jahat sih, Tan? Bukannya nyemangatin aku malah doain yang nggak baik!”
“Ya bukannya doain kamu yang nggak baik. Cuman, aku nggak mau kamu nyesel nantinya kalo kelamaan gantungin Kak Rendi. Udah deh, tinggal bilang iya aja apa susahnya sih? Atau mau aku aja yang omongin ke Kak Rendi?”
“Eh, jangan jangan! Iya deh, nanti malem aku bakalan bilang.” Rara menunduk, memikirkan apa yang harus ia katakan pada Rendi.
“Ntar kalo udah resmi jangan lupa traktir makan ya?” Tania mengerlingkan mata kemudian keluar kelas sambil menari-nari. Rara menatapnya heran.
“Tuh anak sehat kan? Habis seharian sama Kak Vicko kok jadi agak aneh?” Rara menggelengkan kepala tak habis pikir dengan tingkah sahabatnya itu.
⛈⛈⛈
Vicko berjalan ragu menuju Dimas dan Tommy yang sedang asyik memperebutkan snack. Vicko berusaha setenang mungkin mendekati kedua temannya. Ia bertekad untuk menyelesaikan semua masalahnya hari ini juga.
“Dimas! Tommy!” serunya seraya berdiri tepat di belakang keduanya. Dimas dan Tommy menoleh bersamaan. “Emm, ini terakhir kalinya gue memohon sama kalian. Gue minta maaf kalo gue bikin kalian sering marah. Gue juga minta maaf karena terlalu sibuk sama urusan gue sendiri dan jarang nongkrong bareng sama kalian lagi. Gue nggak bermaksud buat menjauh dari kalian. Karena buat gue, kalian segalanya. Sorry ya kalo gue nggak bisa jadi sahabat yang baik buat kalian!” Vicko menghela napas lega karena sudah menyampaikan semuanya.
Vicko hendak berbalik pergi ketika Rendi mencegatnya.
“Terus jawaban kalian gimana?” seru Rendi pada Tommy dan Dimas.
“Kita juga minta maaf Vick karena kita udah jadi orang yang egois. Yang maunya elo harus bareng terus sama kita!” ujar Tommy.
“Padahal kita tau, kalo elo punya kehidupan lo sendiri selain bareng sama kita! Mulai sekarang kita nggak akan ngambek-ngambek lagi kok meskipun elo lagi kencan sama Cinthia!” Dimas menimpali.
Vicko berbalik dan memeluk Dimas dan Tommy.
“Thanks ya! Kalian emang sahabat yang paling baik yang pernah gue kenal!” Vicko melepaskan pelukannya dan memeluk Rendi.
Akhirnya, satu masalah selesai! Batin Vicko.
⛈⛈⛈
“Hai Tania!!” sapa Dimas saat Tania berjalan sendirian menuju kantin.
“Hai juga Kak Dimas!! Gimana, udah baikan?”
“Udah kok tadi pagi. Ya kita sih nggak mau musuhan lama-lama. Rasane aku kudu nraktir awakmu mbek koncomu, Tan!” Dimas tersenyum.
“Nraktir aku sama Rara? Buat apa?” Tania mengerutkan kening.
“Ya karena kalian berdua yang udah ngademin kita. Kalian yang bikin keegoisan aku sama Tommy hilang. Makasih ya!”
“Iya, Kak Dimas, sama-sama. Kita mau ditraktir sekarang?”
“Nanti aja ke Lucifer ya? Jam empat sore aku tunggu kalian di sana. Oke?”
“Oke deh! Makasih Kak Dimas!” pekik Tania saat Dimas berlari menjauh. Dimas hanya mengacungkan kedua jempolnya.
⛈⛈⛈
Sore harinya Tania dan Rara berangkat bersama ke Lucifer kafe.
“Syukur deh kalo mereka semua udah baikan lagi.” seru Rara saat berada di dalam angkot.
“Iya. Aku juga seneng mereka baikan. Lagian masa’ cuma gara-gara cewek aja persahabatan mereka sampai mau bubar sih!”
Tak lama kemudian mereka sampai di jalan Malioboro dan turun dari angkot. Mereka berjalan dengan santai menuju Lucifer.
“Akhirnya kalian datang juga!” sambut Dimas saat melihat keduanya di ambang pintu.
“Perasaan masih jam empat kurang deh, kan seharusnya kita nggak telat!” Tania melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Ya iya. Tapi aku udah sampek di sini setengah jam yang lalu!” Dimas nyengir.
“Heh, aku katene ngajokno syarat nang awakmu. Khusus dino iki tok, ojo golek gara-gara. Ngeneki mood-ku sek apik soale.” Pinta Rara seraya memicingkan mata ke arah Dimas.
“Barekan sopo sing kate ngejak kon tukaran!”
Tak lama kemudian Tommy datang bersama dengan Vicko.
“Kak Rendi mana?” Rara celingukan.
“Nggak tau, katanya agak nelat. Kenapa nyariin Rendi? Jangan-jangan....” Tommy menatap penuh selidik ke arah Rara.
“Kalian udah jadian!?” Tania menimpali. Semua yang ada di situ langsung menunjukkan tatapan ganasnya kepada Rara.
“Ehh, nanti aja ya ceritanya. Mendingan kita sekarang pesen makanan dulu yuk!” Rara mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Oh, jadi gitu! Sekarang main rahasia-rahasiaan sama aku. Oke fine!” Tania memasang wajah kecewa.
“Bukannya gitu...” Rara hendak melanjutkan kalimatnya saat ada yang berujar.
“Kita udah jadian!” pekik Rendi dari belakang Vicko.
“HAH? SERIUS?” seru yang lain membuat Rara hanya tersenyum kecut.
“Pokoknya hari ini kita makan ditraktir Kak Rendi sama Rara, nggak mau tau!” cerocos Tania yang langsung diiyakan oleh yang lain. Rendi dan Rara hanya bisa mendengus kesal.
“Iya deh iya!” jawab Rendi akhirnya.
⛈⛈⛈
Cinthia sibuk memaki ponselnya sambil berjalan mondar-mandir di kamarnya.
“Aduh, si Vicko ini ke mana sih? Ditelpon nomernya sibuk terus!”
Tak lama kemudian suara deru motor sontak membuat Cinthia berlari keluar dan memasang wajah masam.
“Cepet banget kalo nyambut? Udah kangen berat ya?” goda Vicko sambil melepas helmnya.
“Kamu tuh dari mana aja sih. Dari tadi ditelpon sibuk terus nomernya.”
“Aku tadi ngumpul sama temen-temen. Aku udah baikan sama temen-temen aku.”
“Terus kamu lupain kau gitu?”
Vicko mengerutkan kening.
“Ngelupain kamu? Lha ngapain? Aku tadi cuma pengen tenang aja pas sama mereka. Jadi maaf ya kalo telpon kamu nggak aku angkat. Aku nggak mau bertengkar lagi sama temen-temen aku.” Vicko mengelus puncak kepala Cinthia namun Cinthia segera menepisnya.
“Udah deh, nggak usah sok ngerasa bersalah kayak gitu. Ternyata setelah kamu baikan sama temen kamu, kamu malah lupa sama aku. Aku kecewa sama kamu!” Cinthia masuk dan membanting pintu rumahnya. Vicko hanya melongo melihat tingkah Cinthia.
Lagi PMS kali kok nyerocos nggak jelas, ngamuk-ngamuk nggak jelas! Batin Vicko seraya beranjak pergi.
⛈⛈⛈
Hari ini sekolah pulang lebih awal karena ada rapat untuk ujian naik kelas. Otomatis semua muridnya bersorak senang.
“Kita mau ke mana hari ini, Ra?” tanya Tania seraya membereskan buku-bukunya.
“Maaf ya, Tan. Aku udah diajak Kak Rendi!” ujar Rara sambil mengacungkan ponselnya menunjukkan SMS dari Rendi.
“Ya elah, kalah cepet nih aku. Ya udah deh nggak apa-apa. Aku duluan ya!” Tania segera beranjak keluar sebelum Rendi datang, takutnya ia malah iri melihat Rendi dan Rara.
Baru saja Tania melangkahkan kakinya di depan kelas, tangannya sudah ditarik oleh seseorang. Sontak Tania kaget dan ingin memukulnya.
“Kak Vicko? Aduh, bikin kaget aja sih?” Tania mengelus dadanya.
“Hehehe, iya maaf. Ikut aku yuk?” Vicko langsung menyeret Tania menjauhi kelasnya.
“Mau ke mana?”
“Udah jangan banyak tanya. Nanti juga tau kok! Nih!” Vicko menyerahkan helm ke Tania. Tania hanya memakainya tanpa bertanya apa-apa lagi.
~
KAMU SEDANG MEMBACA
Khayalan Hujan
Teen Fiction"Ketika Kata Tak Mampu Terucap, Hujan yang Akan Menyampaikan Semuanya" ~ Cinta datang dari segala arah dengan begitu saja. Ketika hati tak mengijinkan mulut tuk mengucapkannya, mata hanya menjelaskan pada rintikan hujan yang selalu datang di setiap...