“Selamat pagi, Tania! Rara!” sapa Vicko saat bertemu dengan Tania dan Rara di lapangan futsal.
“Pagi juga Kak Vicko!!” Tania membalasnya dengan lebih ramah. “Tumben ceria banget pagi ini? Pasti karena kemaren habis ngapel ya?”
“Hehehe, kamu kemaren liat ya?” Vicko tersenyum. “Emm, ya nggak karena itu aja sih! Tapi karena kebahagiaan baru!” bisik Vicko. Rara dan Tania saling berpandangan.
“Kebahagiaan baru? Apa kak?” seru Rara penasaran.
“Ya itu baru seminggu jadian. Hehehe. sebenernya intinya itu doang sih!” Vicko salah tingkah. Tania dan Rara terbahak.
“Kirain apaan Kak! Bikin orang kepo aja sih!”
“Hehehe, sori sori! ya udah yuk ke kelas!” Vicko mengacak rambut Tania. Tania hanya nyengir.
“Tuh, itu berkahnya kalo kita ikhlas!!” bisik Tania kemudian berlari ke kelas. Rara cuma geleng-geleng melihat tingkah seorang yang begitu kuat itu.
⛈⛈⛈
KRIINGG! KRIINGG! KRIIINGGG!!!
Bel istirahat memecahkan keheningan di kelas Tania. Tania segera bernapas lega dan menjatuhkan kepalanya ke meja.
“Haduh, Matematika barusan bener-bener bikin aku pengen bunuh diri aja saking susahnya!” gerutu Tania.
“Husst!! Kalo ngomong ati-ati!!” sergah Rara. Tania hanya nyengir. “Eh, katanya kamu mau ngajak gengnya Kak Vicko jalan-jalan nanti sore?”
“Oh, iya!!” Tania menepuk dahinya. “Ya udah, aku ke luar dulu ya!!”
Tania segera berlari menuju kelas XII IPS 2. Saat tiba di depan kelas, Tania celingukan. Kemudian ia melihat Tommy yang berjalan ke arahnya.
“Kak Tommy!!” panggilnya.
“Eh, Tania! Ngapain Tan, ke sini? Tumben?” sejurus kemudian Tania mengajak Tommy ke luar kelas.
“Nanti sore Kakak sama geng Kakak ada acara nggak?” ujar Tania to the point.
“Emm, kayaknya sih nggak ada!” Tommy melihat ketiga temannya keluar dari kelas. “Woi!! Sini dulu! Nih Tania mau ngomongin sesuatu sama kita!”
Ketiga orang yang berjalan santai itu langsung menghentikan langkahnya dan berjalan mendekati Tania.
“Ada apa, Tan?” tanya Rendi.
“Gini lho, kan nanti malem minggu tuh. Aku sama Rara pengen jalan-jalan, ya ke mana gitu. Kakak-kakak ini mau ikut kita nggak?” jelas Tania sedikit ragu.
Keempat laki-laki itu saling berpandangan, seperti sedang meminta persetujuan yang lain.
“Boleh tuh!!” sahut Dimas riang.
“Beneran? Nah, ini Kak Dimas setuju. Kalo yang lainnya gimana?” Tania memperhatikan Tommy, Rendi dan Vicko bergantian. Tommy mengangguk, Rendi tersenyum mengiyakan. Vicko masih sedikit ragu.
“Kak Vicko nggak bisa ya? Ya nggak apa-apa sih kalo nggak bisa.” Tania menunduk dan menggigit bibirnya. Ia takut sakit hatinya timbul lagi. “Ya udah, aku tunggu nanti di rumahku ya Kak. Kak Tommy masih inget rumahku, kan?” Tania mendekatkan tubuhnya ke arah Tommy.
“Ya inget lah. Oke, nanti kita nyusul ke rumah kamu. Terus Rara?”
“Rara kebetulan nginep di rumah. Jadi sekalian!” Tania nyengir. “Ya udah ya, sampai ketemu nanti sore!” pamit Tania dan segera berlari. Tania tahu Vicko pasti tak akan bisa ikut bergabung dengannya karena ia sudah punya acara sendiri dengan kekasihnya. Tania hanya bisa menenangkan hatinya untuk saat ini.
“Hei, gimana Tan? Mereka mau?” seru Rara mengagetkan Tania.
“Eh!? Iya mereka mau kok. Tapi kalo Kak Vicko tadi kayak ragu gitu,” Tania mengangkat bahunya. “Ya udahlah, yang penting nanti kita seru-seruan!!”
“Ya udah yuk, ke kantin! Laper nih gara-gara mikirin rumus Matematika sampek botak!” gerutu Rara kemudian tertawa.
⛈⛈⛈
Tania dan Rara sudah bersiap setengah jam yang lalu. Jam sudah menunjukkan pukul empat, namun Tommy cs belum datang.
“Haduh, cowok kok suka banget ngaret sih? Masih dandan apa ya?” sungut Rara.
“Ya udah sih, nyantai aja. Mungkin mereka masih masang bulu mata dulu!” Tania cekikikan.
Tak lama kemudian terdengar suara klakson mobil dari jalan. Tania dan Rara mengintip dari jendela. Mobil Tommy nampak berhenti. Tania dan Rara segera keluar.
“Cowok kok nggak bisa tepat waktu!” cecar Rara seraya berkacak pinggang.
“Wooo, arek iki lambene jan nggak iso dijogo! Iki maeng ban montore Tommy bocor dadi kudu ngganti dishik! Paham raaaa??!” sergah Dimas.
“Heh, kalian nih udah deh jangan berantem mulu! Kita jadi berangkat nggak nih?” Rendi menengahi. Tak lama kemudian Papa Tania keluar dari dalam rumah.
“Eh, ada temen-temennya Tania! Ayo masuk!”
Ketiga laki-laki itu segera menyalami Papa Tania dan tersenyum ramah.
“Nggak usah, Om. Makasih! Ini kami mau ngajak Tania jalan-jalan! Boleh kan, Om?” seru Dimas.
“Oh, iya boleh kok,” Papa celingukan. “Kok kayaknya ada yang kurang ya?”
“Kurang? Kurang apanya, Pa?” Tania mengikuti pandangan Papanya.
“Itu, katanya mereka ini gengnya Vicko, kok Vickonya malah nggak ada?”
“Oh, Kak Vicko nanti nunggu di sana. Katanya biar nggak muter-muter kalo ikut mereka.” Elak Tania. “Ya udah Tania berangkat dulu, Pa! Assalamualaikum!!” pamit Tania diikuti teman-temannya.
“Waalaikumsalam. Hati-hati ya! kalau pulang jangan malam-malam!” pesan Papa pada Tommy. Tommy mengangguk kemudian segera berlari ke mobilnya. Tania masuk ke jok belakang bersama Rara dan Rendi, sedangkan Dimas duduk di jok depan.
“Ehem, jadi obat nyamuk nih!” goda Tania tanpa menatap ke arah Rara dan Rendi. Keduanya tersipu.
“Siap semua? Kita have fun hari ini!!” ujar Tommy riang.
“YEAY!!” sahut yang lain. Tommy segera menjalankan mobilnya perlahan meninggalkan rumah Tania.
⛈⛈⛈
Dimas dan Tania berjalan mendahului yang lain setelah mengitari mall cukup lama. Tommy sibuk dengan ponselnya sedangkan Rara dan Rendi masih diam.
“Eh, Kak Dimas, kok mereka diem-dieman sih?” bisik Tania pada Dimas seraya menunjuk Rara dan Rendi dengan dagunya.
“Aku juga bingung, Tan! Mereka susah dideketin! Kan kamu tau sendiri temenmu itu judesnya kayak apa!” Tania cekikikan mengingat setiap pertengkaran yang terjadi antara Dimas dan Rara.
“Jangan-jangan Kak Dimas suka ya sama Rara?” Tania memicingkan mata.
“Hah? Suka sama cewek idung irit itu? Nggak sama sekali!” Dimas membuang muka. Tania hanya nyengir.
“Kalo kamu, suka sama Vicko nggak?” celetuk Tommy tiba-tiba membuat Tania gelagapan.
“Siapa juga yang suka sama Kak Vicko? Jangan sotoy deh!”
“Bukannya aku sotoy, tapi cuma kamu keliatan lebih bahagia aja pas ada Vicko. Kalo sekarang nggak ada Vicko keliatannya kamu ketawanya ketawa hambar gitu!” papar Tommy.
“Udah lah, Tan. Jujur aja sama kita. Toh kita semua udah tau kok apa yang kamu rasain sama Vicko.” Tambah Rendi.
“Terus menurut kalian aku harus gimana? Apa aku harus ngerebut Kak Vicko dari pacarnya? Hei, aku nggak seegois itu buat nyakitin perasaan orang lain. Lagian aku cuma suka doang kok! Udah lah, kalian jangan prihatin gitu! Aku malah nggak suka kalo dikasihani kayak gini!” nada suara Tania sedikit gusar.
“Kita bukannya prihatin sama kamu, tapi kita kecewa aja atas ketidakpekaan Vicko. Ya emang sih kamu nggak terlalu memperlihatkan perasaanmu, tapi mata kamu udah cukup menjelaskan semuanya.” Ujar Rendi mantap.
“Makasih karena kalian udah mengerti perasaanku, tapi tolong kali ini jangan bahas itu. Kan kita rencananya mau seneng-seneng di sini!”
“Ya udah, jangan sedih ya!” Dimas menepuk-nepuk ujung kepala Tania. Tania nyengir.
“Haduh, modus terus!!” pekik Rara ke arah Tania.
“Kan aku modusnya ke Tania, kenapa situ yang sewot? Oh, maklum. Ra ono sing modusi makane kethus koyok ngono!” cecar Dimas. Tania segera membekap mulut Rara agar tidak membalasnya.
“Eh, makan yuk! Laper nih!” Tommy mengelus-elus perutnya.
“Yuk!!” Tania langsung menggeret Tommy dan masuk ke food court.
Tiba-tiba Tania terhenti saat melihat pemandangan yang selama ini tak ingin dilihatnya. Pemberhentian yang mendadak itu membuat Dimas menabrak punggung Tania begitu pun yang lain.
“Eh, Dim. Lo ngapain berhenti mendadak gitu sih? Yang belakang jadi nubruk nih!” umpat Rendi.
“Bukan gue yang berhenti mendadak, ini nih si Tania!” gerutu Dimas kemudian menatap Tania. “Kok berhenti menda....” Dimas tak melanjutkan kata-katanya saat ia mengikuti arah pandangan Tania. Dimas melongo melihatnya.
“Hei, kalian di sini juga? Sorry ya tadi nggak bareng.” Suara ramah itu membuat kelima sekawan terdiam. Suara mereka seakan tercekat di tenggorokan.
“Oh, iya nggak apa-apa kok, Kak. Toh kita ketemu di sini.” Tania yang lebih dulu menguasai dirinya segera menjawab sapaan Vicko. Ia tak mau Vicko curiga atas kekagetan teman-temannya.
“Mau gabung?” tawar Vicko. Keempat orang di belakang Tania menggeleng cepat.
“Nggak cukup kali, Vick. Kita cari tempat lain aja yuk!” Dimas segera menarik Tania menjauh dari dua sejoli itu.
“Nah, duduk sini!” Tommy melompat duduk di bangku yang kosong.
“Eh, mau pesen apa nih? Aku traktir deh!” sahut Rendi.
“Horeee!! Traktir apa nih, Kak?” pekik Tania.
“Terserah, mau apa aja aku bayarin!”
Keempat orang di depan Rendi segera menyapu pandang ke kedai-kedai yang mengelilingi mereka. Tania dan Rara menunjuk sebuah kedai yang menyediakan aneka mie rasa pedas. Yang lain akhirnya hanya mengikut pada pilihan Tania dan Rara.
“Ya udah deh kalian buruan pesen makanannya. Nih uangnya. Dim, elo yang pesen minuman gih!” perintah Rendi. Tania dan Rara segera berlari memesan makanan, sedangkan Dimas berjalan sambil celingukan mencari minuman.
“Ren, lo liat ekspresinya Tania nggak pas ngeliat Vicko sama Cinthia?” Tommy membuka percakapan.
“Ya gue nggak tau orang gue paling belakang tadi jalannya. Lo tau nggak?”
Memang ketiga teman Vicko sudah mengetahui status Vicko yang memiliki kekasih. Namun mereka baru tahu beberapa hari terakhir kalau Tania menyimpan rasa pada Vicko. Itu pun atas penelitian dari Dimas yang melihat wajah sedih Tania saat bertemu Vicko di Lucifer cafe.
“Ngomongin apaan sih kok serius banget?” bisik Dimas.
“Elo tadi liat ekspresi Tania nggak pas tau kalo Vicko ada di sini?”
“Liat, mukanya agak pucet saking kagetnya. Gue kasian deh liat Tania.” Wajah Dimas berubah muram.
“Lagian ngapain sih si Tania sukanya kok ya sama Vicko? Mending sama gue, dijamin nggak sakit hati!” kelakar Tommy membuatnya mendapatkan dua jitakan dari Rendi dan Dimas.
“Kayak nggak inget aja punya banyak PHP-an.” Rendi mengingatkan.
“Kita bantuin Tania kayak gimana ya?” Tommy menatap Tania yang sedang sibuk memesan cemilan di kedai yang lain.
“Lo nggak denger dia nggak mau dikasihani?” sergah Dimas.
“Ya terus masa’ kita mau diem aja?”
“Udah udah, kita liat aja gimana tindakan Tania buat merjuangin perasaannya. Kalo dia nggak ada tindakan ya kita jangan ikut campur. Tapi kalo dia gesit buat merjuangin perasaannya, baru kita bantuin pelan-pelan.” Ujar Rendi. Memang di antara ketiga temannya hanya ia yang paling bijak. Dimas dan Tommy mengangguk-angguk.
⛈⛈⛈
“Makasih ya, Kak Rendi. Udah bayarin kita makan!” pekik Tania dengan mulut penuh makanan.
“Iya. Sama-sama!” Rendi mencubit hidung Tania.
“Ehem, nggak usah modus deh. Inget di sebelahnya tuh!” sindir Dimas. Rara menahan tawa.
“Habis ini kita ke mana?” tanya Tommy tanpa beralih dari makanannya.
“Ya liat-liat baju dong!” sahut Tania.
“Lah, emangnya tadi itu nggak liat-liat baju?” sela Dimas.
“Tadi kan liat, sekarang mau beli!” tandas Rara membuat Dimas melongo. Dimas mengangguk pasrah membuat yang lainnya tertawa.
“Kayak nggak pernah anterin cewek belanja aja. Lo kan tau sendiri kalo cewek itu paling betah yang namanya nge-mall!” papar Rendi. Tania dan Rara cuma nyengir.
“Ya nggak apa-apa deh. Mumpung kita lagi pada jomblo jadi bisa bareng-bareng. Kalo udah pada punya pacar nggak mungkin bisa jalan bareng kayak gini!” cerocos Tommy.
“Emangnya Kak Tommy nggak punya pacar?” tanya Rara penasaran.
“Hehehehe.” Tommy menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Kali ini lagi nggak ada, Ra. Cariin dong!”
“Wani piro?” todong Rara membuat Tommy melongo.
“Emangnya Kak Tommy suka cewek yang kayak gimana?” nada suara Tania berubah serius.
“Emm,” Tommy berlagak sedang berpikir. “Yah nggak muluk-muluk sih. Kalo nggak cantik ya manis!”
“Yeee, semua cowok sih sukanya juga yang kayak gitu!” celetuk Rara. “Yang lebih spesifik gitu ada nggak?”
“Emm, kayaknya itu dulu deh. Masih belum ada yang kecantol nih!”
“Dari sekian cewek yang lo modusin masih belum ada yang nyantol? Gileee lo!” sahut Dimas. Tommy cuma angkat bahu.
“Ati-ati lho, Tom. Jangan-jangan elo sebenernya nggak suka cewek, tapi....” Rendi menggantung kalimatnya seraya mengerlingkan mata pada Tommy. Tommy langsung mendelik dan melempar tisu ke arahnya. Yang lain hanya terpingkal melihat kekonyolan Rendi dan Tommy.
⛈⛈⛈
Sudah sejam yang lalu Tania dan Rara tiba di rumah. Namun Tania tak bisa memejamkan mata meskipun Rara sudah berangkat duluan ke alam mimpi. Ia malah duduk di sebelah jendela dan menatap hujan yang mengguyur di luar.
“Ternyata pacar kamu cantik juga, Kak. Kalo aku sama pacar kamu ya nggak ada bandingannya,” gumam Tania sambil memeluk kakinya dan meringkuk.
Hatinya masih tak terima atas apa yang ia lihat di mall tadi. Vicko dan pacarnya terlihat begitu menikmati kebersamaan mereka. Tania memang tak pernah percaya adanya cinta pada pandangan pertama karena menurutnya cinta itu butuh proses. Namun, ternyata ia malah mendapatkan pembuktian dengan mengalaminya sendiri.
Tania menerawang ke luar dan menghela napas dengan berat. Perasaan tak karuan saat bertemu dengan Vicko masih ia rasakan seperti ia pertama kali melihatnya di depan ruang OSIS. Perasaan itulah yang membuatnya sekarang sakit hati.
Tania menatap hujan yang terasa begitu menyegarkan dirinya. Ia merasa hanya hujan yang mampu mengobati luka hatinya, karena setiap kedatangannya selalu membawa semangat baru.
Tiba-tiba ponselnya bergetar membuyarkan lamunannya.
Udah tidur, Tan? Atau masih berkangen-kangen ria sama seseorang? 😋 *Tommy
Tania tersenyum kemudian segera mengetikkan balasannya.
Idih, sotoynya kambuh dehh!! -____- Cuma lagi belum bisa tidur aja sih. Kakak dapet nomerku darimana?? 😲
Bukannya aku sotoy, tapi aku emang tau kok! Nggak bisa tidur? Pasti lagi ngangenin aku nih, sampai nggak bisa tidur 😃 nyolong dari HP kamu tadi hihihihi *piiisss
-,- oallah, kakak ini selain sotoy ternyata PD banget ya jadi orang! Aku nggak ngangenin kakak, masi ada yang lain kali 😔 dasar pencuri!!
hahaha, udah deh ngaku aja. Oh, i know who make you miss now. Ngangenin fotoku yang ada di Hpmu kan? Hayoo ngaku 😃
Haduh, terserah kakak aja deh ya mau ngomong apa. Aku mau tidur!
Tania mendiamkan ponselnya agar tidak terus-menerus bergetar. Ia bukannya tidak senang di SMS Tommy, tapi kali ini suasana hatinya sedang kacau. Ia ingin menyendiri untuk malam ini.
“Semoga aku tetap bisa menahan perasaanku ke kamu, Kak!” Tania mengulas senyum seraya terus menatap hujan yang semakin deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khayalan Hujan
أدب المراهقين"Ketika Kata Tak Mampu Terucap, Hujan yang Akan Menyampaikan Semuanya" ~ Cinta datang dari segala arah dengan begitu saja. Ketika hati tak mengijinkan mulut tuk mengucapkannya, mata hanya menjelaskan pada rintikan hujan yang selalu datang di setiap...