6. Dhiren dan Theo

6.3K 250 9
                                    






"Kayaknya tiap hari kerjaan lo mangkal di pager sekolah mulu." kata Dhiren, males juga sama rutinitas baru Juni.



Kayak gak ada kerjaan lain aja, Dhiren kan jadi harus bangun pagi-pagi supaya gak ketinggalan Juni, kurang beruntung apalagi Juni dapet temen se-baik, se-murah hati, se-humble, dan se-ganteng Dhiren.







Yang paling penting apa bagusnya si Theodore itu? Menang tingkah cool doang, gitu geh Dhiren bisa padahal, aneh banget kenapa nih cewek sampe cinta gila sama cowok itu.








Juni tiba-tiba menyenderkan kepala di bahu Dhiren membuat cowok itu berhenti merutuk dalam hati, cewek itu ngantuk, udah dua hari kayaknya dia mesti bangun subuh, dua hari juga Juni ngerasa dunianya bener-bener berinti ke Theo doang.





Cewek itu jadi menegakkan tubuh begitu Theo sudah tampak di pandangan, dengan langkah seribu dan senyum lebar dia menyambut Theo, hal yang pertama kali cewek itu harus pastikan adalah senyum se-lebar mungkin.









Tapi mau se-lebar apapun senyumnya kalo gak bisa kena notice Theo juga buat apa.











Juni melirik pergelangan tangan cowok itu, tersenyum makin-makin lebar saat tau handsaplast-nya sudah diganti dengan yang baru, senang sekali karena ternyata cowok ini masih perduli dengan  dirinya sendiri.





Dhiren yang berada di sebelah kanan Theo meliriknya ganas, salah fokus dia malah mengintip pori-pori cowok itu yang ternyata gak keliatan sama sekali, wah parah banget ini, gak bisa dibiarin.




Dhiren berdehem, "Gue liat-liat muka lo lembab sama halus, merek skincare yang lo pake apa?"







Juni menoleh ke Dhiren dengan cengo, gak wajar kalo orang baru ketemu dan gak akrab banget nanyain hal yang gak penting kayak gitu, lagian kalo dilihat dari jauh sama deket geh muka Theo memang alami.







Theo menoleh, agak kaget, dia menjauhkan diri dari Dhiren merasa gak nyaman.







Dhiren dengan percaya diri membalas pandangan Juni sekaligus mendengus kuat begitu melihat Theo menggeser beberapa senti dari dirinya.








Theo bener-bener diapit dua orang ini.






Cowok itu berdesis, sebel banget, niat dapet pagi yang damai malah hancur lebur, emang seharusnya dia nginep aja di sekolah kalo gak mau tiap pagi kena hadang mulu.





Dhiren melirik Theo lagi, memindai muka cowok itu. "Lo make sunscreen atau moisturizer dulu?"

Gantian Theo memandang Dhiren, mereka berpandangan, tapi Theo sama sekali gak ngerti apa yang diomongin cowok itu. Sama sekali gak mau ngerti.




Tapi ya namanya Dhiren, dia bakal tetep terus nyerocos sampe bibirnya jontor, fungsi mulut bagi Dhiren harus digunakan sebaik-baiknya buat ngomong.






"Ah lo gak ngerti ya." ucapnya songong sambil menyilangkan tangan di dada. "Kalo make skincare itu urutannya dari yang kental dulu baru ke cair."




Dia mengangkat dagu tinggi, seneng banget bisa menyebarkan kesombongan apalagi ke Theo. Ya sebenernya gak usah diraguin lagi, wawasan per-skincare-an Dhirendra lebih luas dari Juni kaum hawa sekalipun.





"Dan yang lebih penting..." Dhiren melanjutkan. "Coba lihat bibir lo." perintah Dhiren sambil menunjukan layar hapenya ke depan muka Theo, bercermin di kamera ponselnya.





Theo berjengkit kaget, gerakan spontan Dhiren bener-bener gak bisa ketebak. Matanya membola, dia memandang layar hape Dhiren dengan muka payah.




"Noh, noh, liat bibir lo!!!!" unjuk Dhiren, cowok itu dengan lancang menyentuh bibir Theo dengan telunjuknya. Theo bahkan sampe ikut menyentuh bibirnya sendiri, memastikan.





"Kering banget kayak got di belakang sekolah." ucapnya asal.



Theo membenarkan dalam hati, beberapa hari ini bibirnya pecah-pecah dan kering bikin Theo gemes pengen kelopek-kelopekin.






Dhiren tiba-tiba mengeluarkan benda kesayangannya dari saku seragam, sebuah lipbalm. Dengan berani sama lancang juga dia mengoleskan-nya ke bibir Theo, pelan-pelan dan rapih, lalu mengusap dengan telunjuk sampe ke sudut bibir kecil cowok itu.





Selanjutnya dia membingkai muka Theo dengan kedua tangan, memindai muka itu lagi, kemudian berdecak puas.









"Gue paling benci banget ngeliat hal-hal jelek di dunia ini, jadi..." Dhiren tanpa aba-aba memasukkan lipbalm ke saku seragam Theo. "Ini buat lo. Gue kasih free, no damage."







Theo sama sekali tidak tau ingin membalas apa, cowok itu pada akhirnya hanya mengangguk sambil berkata pelan. "Terimakasih."














"No problem." Dhiren kembali mengangkat dagu lebih tinggi, ternyata dibanding bisa sok pinter di depan Theo, Dhiren lebih seneng dan bangga bisa berguna buat cowok itu.





Juni yang nyimak daritadi cuma memandang mereka berdua sambil senyum kecil, ya meski kesel karena pagi ini Dhiren yang mendominasi Theo, tapi gak apa-apa.








Ngeliat mereka berdua akrab gak tau kenapa bikin Juni ngerasa hangat.










***

Hi, JuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang