7. Pengantin Pengganti

6.9K 1.1K 101
                                    

Sigani jinado malhaji mothago
Mam sogeuro samkineun na
Mianhadago neol saranghandago
Jigeumcheoreom mideodallago
 Neol anajulge du son jabajulge
Yeongwonhi hamkke hal su itdamyeon
Nae modeungeol bachilge Oh~ yeah~

I promise you

(EXO-Promise)

"Mei...bunda sayang sekali pada Mei... Mei harus tahu apapun yang terjadi bunda melakukan semua untuk kebahagian Mei. Maafkan bunda yah jika jalan menuju kebahagiaan Mei nanti sedikit berliku." Ucap bu Rahma menggenggam tangan Meidina dengan sayang.

Meidina hanya mengangguk polos mendengar ucapan ibu mertuanya. Gadis yang masih dibalut gaun pengantin itu terlalu bingung dengan keadaan sekelilingnya hingga melewatkan wajah penuh kesedihan ibu mertuanya. Setelah acara resepsi tadi, ibu mertuanya langsung menggenggam tangannya dan mengajak bicara tanpa membiarkan Meidina berganti pakaian terlebih dahulu.

"Bunda yakin kehadiranmu dihidup Akram akan membuat kehidupannya lebih baik. Dan ibu juga percaya Akram mampu membahagiakan kamu." Ucap bu Rahma lagi.

Meidina mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan mertuanya itu. Akram? Siapa Akram? Bukankah yang menjadi suaminya itu Navis? Apa mungkin Navis memiliki nama lain? Pikir Meidina dikepalanya. Tapi gadis itu tidak bisa menyuarakan isi pikirannya karena bu Rahma memeluknya dengan erat. Wanita paruh baya itu terus membisikan 'kamu akan bahagia, ibu janji'  ditelinga Meidina.

Setelah perpisahan yang mengharukan dengan ibu mertuaya, akhirnya Meidina bisa mengganti gaun pengantin yang membuatnya luar biasa membuatnya gerah itu. Dibantu oleh ibu dan adiknya satu persatu hiasan dikepala hingga pakaian ala princessnya ditanggalkan.

"Dira keluar dulu, ibu mau bicara dengan kakakmu." Ucap ibu sita pada putrinya.

Setelah Nadira pergi, bu Sita menuntun Meidina untuk duduk disampingnya. Wanita paruh baya itu menatap lekat putrinya, mengelus halus rambut ikal putrinya yang belum ditutupi hijab. Terlihat kesedihan juga sedikit penyesalan dimata wanita paruh baya itu hingga kedua bola matanya berkaca-kaca.

"Ibu mau ngomong apa sih sama Mei kok malah liatin Mei kayak gitu?" Tanya Meidina heran.

"Mei...Meidina anak ibu..." Ucap bu Sita dan tangis wanita itu langsung pecah.

Meidina langsung memeluk ibunya dan mengelus punggung ibunya. Gadis itu juga ikut menangis mendengar tangisan ibunya.

"Sst jangan nangis bu...Mei juga jadi ikutan nangis nih...Mei cuma nikah bu bukan mau ke medan perang, jadi gak usah pake ditangisin lebay kayak gini..." Ucap Meidina berusaha bercanda meskipun suaranya serak karena ikut menangis.

"Lagipula kan suami Mei pilihan ibu sama abah ini, pasti dia gak akan berani nyakitin Mei." Ucap Meidina yang justru membuat ibunya semakin menangis tergugu.

Meidina bingung kenapa ibunya justru semakin menangis padahal dia tadi justru mengajak ibunya bercanda. Karena ibunya yang tidak berhenti menangis,Meidina berteriak memanggil abah dan kakaknya.

Kedua pria berbeda generasi yang sedang mengobrol canggung dengan anggota keluarga baru mereka itu langsung berlari kearah kamar pengantin tempat Meidina berada.

"Ada apa Mei?" Tanya Abah.

"Ini si ibu nangis-nangis gak mau berhenti kayaknya si ibu sedih banget Mei nikah. Padahal ibu yang paling semangat nyuruh Mei nikah tapi ibu juga yang nangis kejer kayak gini." Ucap Meidina setengah mengomel dengan air mata yang bercucuran dipipinya.

Tantra langsung memisahkan ibunya dari Meidina, dia menyambar kerudung yang tersampir diranjang secara asal dan membawa Meidina keluar dari kamar. Membiarkan Meidina menangis atau berada disekitar orang yang menangis adalah hal yang salah. Tantra mengumpat dalam hati meskipub dia tidak berani mengumpati ibu kandungnya tapi dia tetap merasa kesal pada ibunya.

MEIDINA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang