Farriz POV
Aku mengambil kunci mobil yang kuletakan diatas meja kerja lalu, beranjak bangun melangkah kearah pintu. Aku berencana akan mengunjungi Ike untukku ajak ke festival kuliner. Saat kami ambil cuti untuk bulan madu, kami tidak sedikitpun keluar rumah, dengan alasan aku ingin menghabiskan waktuku dengan Bunda dan Ameera- adikku.
"Salsa, kosongkan jadwal hari ini. Aku ada kesibukan lain hari ini. Dan jangan menelepon jika tidak genting." Beritahuku pada Salsa. Dia hanya mengangguk lalu, kembali melanjutkan aktivitas mengetiknya.
Aku masuk ke lift dengan bernyanyi-nyanyi kecil serta senyam-senyum yang tak henti- persis gila jika kata Ike. Untungnya, lift yang kumasuki tidak ada satupun pegawai yang berani masuk. Tadi di beberapa lantai, lift yang kutumpangi sempat berhenti dan beberapa pegawai sudah mengantri. Saat melihatku mereka dengan ligat sedikit membungkuk diiringi senyum dan tentunya tidak jadi masuk ke lift. Padahal hari ini aku tidak dalam keadaan sangar, tapi tak apalah mungkin mereka ingin memberiku sedikit ruang.
Di lobby, pegawai yang melewatiku memberiku senyum serta bungkukan sedikit. Resepsionis juga memasang ekspresi aneh saat melihatku, mereka seperti ngeri. Aku hanya memberinya sedikit senyuman, apa itu salah.
Aku hanya senang hari ini. Aku akan memberi kejutan pada Ike, aku sengaja tidak menghubunginya terlebih dahulu.
Aku tidak tahu apa ini, yang jelas aku hanya senang saat berdekatan dengan Ike. Seperti berbicara pada Amri, mungkin seperti itulah bisa aku memberi contoh dan pun aku dapat terbuka padanya tanpa rasa takut. Aku mengikuti alunan musik dari tape lalu, tertawa senang. Aku merasa hari ini begitu indah. Aneh, tidak seperti biasa.
***
"Bisa saya bertemu dengan dokter Alieke?" aku sudah sampai ke rumah sakit dan ini, aku sedang berada didepan resepsionis. Resepsionis ini menatapku dengan intens, membuatku risih. Dia memencet beberapa angka pada telepon. Lalu,
"Halo, ini saya Riri dari pusat informasi. Apakah dokter Alieke sedang tidak sibuk?" sepertinya ia sedang berkomunikasi dengan seseorang dari departemennya Ike. Aku tidak tahu dimana Ike ditempatkan di rumah sakit ini, diakan belum spesialis. Jadi, agak susah untukku langsung bertemunya dengannya. Bodohnya lagi, aku tidak bertanya pada Ike saat bersamanya.
"Maaf Pak. Dokter Aliekenya sedang sibuk, ia sedang menangani pasien kasus perkelahian. Jadi, Bapak tidak bisa bertemunya." Jelasnya. Keningku berkerut memikirkan cara apa lagi yang bisa kugunakan untuk bertemunya. Ah,
"Saya suaminya. Di departemen apa dokter Alieke bertugas?" tanyaku. Bola mata sang Resepsionis melebar lalu, dapat terbaca kekecewaan tergambar disana.
"Di UGD, Pak." Sahutnya. Setelah mendengar jawaban yang kuinginkan, tanpa ucapan terimakasih keluar dari mulutku, aku langsung melangkah kea rah pintu UGD.
Baru beberapa langkah aku melangkah, aku mendengar gosip mereka sang Resepsionis tadi,
"Kecewa aku. Aku pikir siapanya dokter Alieke. Aku pikir abangnya atau sepupunya. Eh ternyata, suaminya. Gagal deh rencanaku untuk gaet dia, setidaknya jadi pacarku." Narasinya.
"Eh kamu, kok gitu. Makanya, jangan terlalu berharap. Jatuh, sakitkan." Caci temannya seorang lagi.
Aku tersenyum mendengar mereka. Ada-ada saja. Memanglah dunia sudah agak berubah.
***
Ini UGD atau pasar. Ramai benar. Aku berdiri di pintu UGD, mencari-cari sosok Ike. Mereka disini sangat sibuk, mondar-mandir sini-sana tanpa peduli sekitar. Aku masuk sedikit ke dalam dan bertemu meja yang diisi dua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijab In Love
Spiritual- Azrianzka Farriz Hamzah - Ike, nama yang cantik. Mampu menyulap degub jantungku. Menghipnotis senyumku dalam hitungan detik. Dia istimewa. Tatapannya sungguh indah. Aku ingin bersamanya. Cara bicara dan senyumnya itu mampu membuatku tak tidur sema...