Kebiasaan Alif yang paling sering menjadi sebab pertengkaran kami adalah menghilang. Bukan. Bukan teleportasi.
Sebelumnya aku pernah LDR. Tapi akhirnya aku sadar aku tak punya alasan untuk percaya pada orang yang ku lihat saja tak bisa. LDR berarti sama dengan tak punya pacar. Bedanya, orang yang LDR punya teman komunikasi tetap di ponselnya. Jangankan LDR. Bertemu setiap hari pun aku banyak tidak percayanya. Orang bisa berbohong kapanpun. Orang bisa menyembunyikan apa pun. Makanya aku sangat-sangat benci ketika harus menjalani hubungan jarak jauh dengan Alif. Alif yang kalau bertemu pun masih seperti berada di dunia yang berbeda denganku. Apalagi jauh?
Sebelum LDR, aku dan Alif jarang komunikasi lewat ponsel. Aku juga tak terlalu peduli kalau dia menghubungiku atau tidak. Aku biasa saja kalau pesanku tak dibalas berjam-jam. Aku tahu Alif sibuk main game jadi tak sempat membalas pesanku. Tapi berbeda dengan sekarang.
Aku selalu marah ketika Alif menghilang berjam-jam. Apalagi kadang alasannya tak bisa ku terima.
'Aku habis dari bawah tadi.'
'Hp aku di-charge.'
'Aku habis mandi terus makan.'
'Aku habis dari ZZZ.'Memangnya berlebihan kalau mengabariku dulu sebelum membuatku menunggu lama dan berprasangka?
'Ya aku lupa.'
'Terserah deh.'
'Aku males ribut.'Memangnya sulit menyelesaikan ini? Lupa, terserah, malas, lalu mengabaikan pesanku bukanlah hal-hal yang ingin kudapat dari Alif ketika aku protes soal kebiasaan buruknya membuatku menunggu. Kalau sudah begitu, kadang kata-kata maaf Alif tak lagi terdengar tulus. Aku jadi merasa sangat tidak penting bagi Alif. Karena Alif memperlakukanku kebalikan dari bagaimana aku memperlakukannya.
Alif bilang ini berlebihan. Soal dia lupa mengabari terlalu sepele untuk dijadikan perdebatan. Dia tak ada niat untuk berhenti lupa. Kami sering bertengkar panjang soal ini. Terlebih karena Alif selalu memegang ponselnya ketika sedang bersamaku. Tapi kenapa dia tak pegang ponsel saat aku tak ada? Atau pegang tapi tak ingat aku. Mungkin aku membosankan. Aku membosankan ya, Lif? Kalau aku tanya langsung, Alif akan bilang, "Apa sih? Ngebosenin apa lagi."
Tak mengatasi kekhawatiranku.
Dulu Alif selalu meyakinkanku. Sekarang mungkin keberadaanku adalah hal yang biasa untuknya. Tanpa melakukan apa-apa pun aku akan tetap dengan Alif. Kalau aku pergi pun Alif tak akan apa-apa sekarang. Atau aku hanya obat untuknya? Terlalu sering bersamaku, akhirnya Alif kebal.
Menghilang jadi kebiasaan Alif. Tapi bagaimanapun aku tak bisa terbiasa. Aku tak tahu apa yang Alif lakukan. Aku tak tahu dia berbohong atau tidak. Aku tak bisa mempercayainya. Bagiku semua ucapannya hanya ucapan. Seperti bagaimana Alif pernah menjanjikan beberapa hal yang belum pernah ditepatinya sampai hari ini. Maksudku, Alif terlalu sering memberiku harapan kosong. Misalnya ketika Alif berjanji mengajakku ke suatu tempat tapi akhirnya dia memilih main game padahal aku sudah siap pergi. Alif sering begitu. Tapi kalau aku pergi sendiri, Alif akan bilang, "Kenapa nggak bilang? Kan bisa aku anterin."
Menunggu kamu mengantarku lebih sering membuat kita batal pergi kan? Entah karena keburu hujan, tokonya keburu tutup, atau "Besok aja ya," lalu besoknya juga, "Besok aja ya," sampai aku akhirnya memutuskan pergi sendiri. Lagipula sebelum ada Alif aku memang sering pergi-pergi sendiri.
Kalau Alif sudah menghilang, biasanya kami akan bertengkar. Mungkin Alif tak bisa mengerti kenapa aku marah. Yang Alif tahu, aku memang suka marah-marah. Dan itu menyebalkan. Meskipun aku bilang apa mauku, Alif tak akan mengerti. Mungkin memberiku kabar memang misi yang sulit untuk Alif. Padahal ketika aku bangun tidur dan mengecek ponselku, dari beberapa notifikasi yang ada, yang kucari adalah yang dari Alif. Ruang obrolan yang pertama ku buka adalah ruang obrolanku dengan Alif. Bahkan jika aku sedang di luar rumah pun aku selalu punya waktu untuk menghubungi Alif. Ya, mengabari kan sebenarnya tak perlu waktu sampai tiga menit. Atau setidaknya aku bilang kalau aku akan lama membalas pesannya.
Tapi Alif tidak. Dia lebih suka lupa. Lebih suka membuatku menunggu. Lebih suka menghilang. Kemudian membuatku berpikir yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
125 miles Apart
RomanceMikha yang tak terbiasa LDR dan memiliki trust issues terhadap cowok, akhirnya harus menghadapi beratnya hubungan berjarak dengan Alif. Padahal Mikha masih belum bisa percaya pada Alif meskipun hubungan mereka sudah lebih dari setahun. Apalagi Alif...