Lamaran

15 2 0
                                    

Mungkin efek dari banyaknya undangan pernikahan dari teman-teman sekolah dulu, aku jadi ikut ingin menikah. Apalagi setelah sepupuku juga menikah. Tersisa aku sendirian. Tidak. Ada adik perempuan dan sepupuku yang lain. Tapi mereka masih SD.

Menikah terlihat menyenangkan. Sepertinya ketika sudah menikah, aku akan jadi punya hak-hak yang lain. Salah satunya hak untuk bertemu Alif setiap hari. Kalau aku menikah dengannya. Tapi menikah tak semudah itu. Alif benar.

Hari ini, temanku yang juga temannya Alif lamaran. Aku tahu dari insta story. Belakangan aku tak setiap hari buka Instagram. Lalu kebetulan sekali ketika aku buka Instagram, teman itu update. Aku pernah menyukainya dulu. Aku juga kenal Alif darinya.

Aku tidak cemburu. Aku lebih merasa iri karena sepertinya aku dan Alif masih lama ke tahap itu. Aku juga tak bisa berbuat apa apa untuk menjadikannya segera. Sama dengan Alif, masih banyak yang mau aku lakukan dengan bebas. Aku masih ingin bersenang-senang dan menyenangkan keluargaku. Karena menikah bukan hanya soal hak-hak yang bisa kudapat sebagai istri, tapi juga kewajiban. Ya mungkin mereka lebih siap untuk semua itu.

"Eh Joko tunangan tau, de. Hahaha. Kasihan ade."

"Iya aku kasihan ya soalnya nggak dilamar lamar sama kamu."

"Ya makanya kamu cepet kerja. Kalau cuma aku yang kerja mana bisa kita nikah..."

Sisi baiknya adalah Alif selalu memikirkan masa depan Mikha dan Alif kalau gaji Alif cuma segitu. Sekalipun aku tidak materialistis dan ingin menikah bukan karena perekonomian, tapi aku juga mau hidup cukup. Jadi Alif ada benarnya. Aku juga ingat ingin punya rumah sebelum menikah.

Perihal teman-teman yang sudah menikah atau akan menikah, aku ikut senang. Aku juga iri. Aku sempat berfikir Alif tak bisa diandalkan. Mungkin aku dan Alif masih lama. Kadang aku juga memikirkan bagaimana kalau ternyata aku dan Alif tidak berjodoh. Jarak bisa saja jadi begitu jahat pada kami, kan?

Aku tak tahu kapan hubungan jarak jauh antara aku dan Alif akan selesai. Aku tak tahu kapan akhirnya aku dan Alif tak perlu menunggu lebaran untuk bertemu, atau berhenti sekedar membuat rencana-rencana yang tak pasti. Yang jelas aku akan menunggu Alif. Meskipun sebenarnya aku tak tahu kata-kata Alif hanya sekedar alasan atau Alif memang benar-benar memikirkan semuanya. Memangnya kamu nantinya akan menikah denganku, Lif? Kamu juga mau cari yang lebih baik kan?

Lif, banyak yang tanya kapan giliranku di pernikahan sepupuku. Tapi aku harus bersabar kan? Kemarin aku merasa masih terlalu kecil untuk menikah. Sekarang aku baru sadar kalau umurku sudah bertambah banyak.

Jadi perihal menikah, aku masih memikirkannya. Ada banyak hal yang masih ingin aku dan Alif lakukan. Ada banyak hal yang masih harus dipertimbangkan. Ada banyak rindu yang harus Alif bayar padaku.

125 miles ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang