Kucing

18 1 0
                                    

Alif suka kucing. Aku sebaliknya. Kira-kira begitu waktu aku pertama kali kenal Alif. Kalau bagi Alif kucing itu menggemaskan, bagiku kucing menyeramkan. Kucing suka mengganggu ketika orang makan. Kucing juga kotor. Jadi begitulah bagaimana takutnya aku terhadap kucing dulu. Aku bisa sampai menangis kalau dihampiri kucing.

Lalu tiba-tiba Alif ingin memelihara kucing. Aku sempat menolaknya karena selain takut, kucing ras cukup mahal. Belum lagi biaya perawatannya. Tapi Alif memaksa.

Saat itulah aku mulai membuka hati untuk hewan berkumis ini.

Kucing pertama kami namanya Zolla. Jenis siamese. Bulunya pendek. Tapi justru ini masalahnya. Bulu Zolla sama rontoknya dengan kucing-kucing berbulu panjang. Bahkan lebih parah. Zolla juga kucing yang hyper aktif. Dia susah diam dan kurang betah di dalam rumah. Dia selalu tahu jalan untuk kabur. Tapi aku sayang dia karena Zolla peliharaan pertamaku.

Sampai suatu hari Alif ingin menjual Zolla. Jelas aku tidak setuju. Menurutku, kalau memang tidak ingin merawatnya, lebih baik jangan bawa dia dari awal. Apalagi aku terlanjur sayang. Dan disinilah aku tahu sifat Alif yang lainnya: Alif tidak pernah berpikir jauh ke depan sebelum memutuskan sesuatu.

Beberapa bulan kemudian, kami mengadopsi kucing kedua kami. Namanya Yaeba. Jenis persian himalaya. Tapi aku tidak suka karena Yaeba tidak ramah seperti Zolla. Awalnya aku dan Alif mengadopsi Yaeba karena Zolla butuh pasangan. Tapi saat Yaeba hamil, akhirnya Alif menjual Yaeba.

Tak lama setelah itu, Alif mengadopsi satu anak kucing jantan. Aku memberinya nama Orca. Orca jenis mix persian maine coon. Tapi karena dia tidak mau diam, kami memanggilnya Unyil. Dan seperti biasa, ada masa dimana Alif merasa bosan dan ingin melepas Zolla dan Orca. Akhirnya aku memutuskan membawa mereka untuk ku rawat.

Belum lama Zolla dan Orca ikut denganku, Alif mengadopsi satu lagi kucing betina. Namanya Sugar. Sugar sepertinya jenis mix persian himalaya. Tapi lagi-lagi ketika dia sudah tak mau mengurusnya, akhirnya Sugar juga ikut aku. Sampai saat ini Sugar dan Orca sudah punya anak. Masih di rumahku.

Alif sering melakukan hal-hal yang kemudian dengan mudahnya dia sesali. Tapi soal Zolla, Orca, dan Sugar, aku tidak bisa menyerahkan saja pada Alif. Mereka bukan benda mati yang terserah saja kalau mau dibuang atau diberikan pada orang lain. Bagiku mereka lebih dari peliharaan. Karena Zolla, aku jadi tidak takut lagi dengan kucing.

Setidaknya, Alif masih menyayangi mereka juga. Kadang Alif menanyakan keadaan anak-anak Sugar. Dulu waktu masih di Bandung Alif masih bisa bermain dengan mereka. Sekarang tidak. Jadi kadang aku juga dibuat kesal dengan Alif yang selalu meminta foto mereka. Meskipun sebenarnya aku masih tidak bisa mengerti cara Alif menyayangi sesuatu karena kadang aku merasa Alif melakjkan hal yang sama padaku juga.

Alif juga dulunya sangat menunjukkan semuanya padaku sampai lama-kelamaan aku tak bisa melihat semuanya. Seperti bagaimana Alif pada kucing-kucing itu. Aku selalu berfikir Alif bisa membuangku kapan saja jika ia mau. Mungkin dia sudah tidak menginginkanku sebesar dulu.

125 miles ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang