30 - hujan yang jatuh

105 31 77
                                    

t e i l
d r e i ß i g
______________

"Tidak terhitung lagi sudah berapa tahun aku dedikasikan perasaanku ke satu poros yang sama, tanpa cela, tanpa memberi kesempatan untuk ketulusan-ketulusan yang lain.

Itulah kisahku. Dan aku tidak ingin mengubah alurnya. Masih tidak ingin."
[ Kiara ]

***

Seperti rindu yang akhirnya pulang ke rumahnya sendiri-sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti rindu yang akhirnya pulang ke rumahnya sendiri-sendiri. Kisah hidup kami bertiga juga seperti itu.

Di satu titik terkadang takdir kami berpotongan, lahirlah pertemuan.

"Aku pamit ya Ra?"

"Iya, ke sini lagi kan?" Sini yang kumaksud adalah Indonesia.

"We'll see. Aku masih pengen jadi staf ahli kepresidenan, kok." Kehlani tersenyum dan matanya berbinar, mimpi yang sudah hidup dari sekian tahun. Tidak berubah, tidak pudar, tetapi menguat.

"Oke. Kita ketemu lagi, secepatnya," ucapku.

"See you when I see you then, Kiara," jawab Kehlani seraya mengakhiri panggilan Video Call. Dia sudah berada di ruang tunggu keberangkatan.

"Loh, Kehlani udah mau ke Jerman?" Tanya Ayah.

"Iya," jawabku singkat.

Ayah sudah tinggal di rumah yang DP nya sudah kulunasi, sejak bulan lalu. Ia membutuhkan rumah yang layak, miliknya sendiri, untuk hari tuanya.

Ayah tersenyum. Sejak dulu mungkin ia tau cerita apa yang terjadi antara kita bertiga, sebab memang kentara sekali. Bagi semua orang pun kentara sekali, yang tidak kentara cuman bagi Adrian.

Mungkin sulit untuk Adrian membedakannya, karena dia sudah terlalu sering bersamaku.

"Assalamualaikum." Sebuah suara terdengar dari pintu depan.

Suara laki-laki, pukul setengah tujuh pagi, hari Sabtu, sudah jelas siapa pemiliknya.

"Waalaikumsalam, Ra berangkat geh."

Aku menyiapkan tas sambil sekali lagi mengecek isinya, sudah kebiasaan, karena kalau tertinggal, akan repot untuk mengambilnya.

"Kiara berangkat yah. Ayah hati-hati nanti kalau mau nge-grab. Assalamualaikum." Pamitku.

Segera setelah Ayah membalas salamku, aku bergegas berangkat bersama kak Satria. Hari ini tugas kami mengajar di pesisir pantai Balekambang.

Kak Satria, Aku dan 5 orang lainnya berhasil membangun akun MariNgajar, yang diikuti hampir seratus mahasiswa FKIP se-kota Malang. Hasilnya, setiap sabtu kami akan dengan sukarela mengajar ke tempat yang membutuhkan. Seperti kali ini, ke pantai Balekambang.

SEHNSUCHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang