5. Kenyataan yang pahit

3.6K 128 7
                                    


Karena kejadian semalam tidak mungkin. Jadi Rena mengurungkan niatnya dan hari ini ia akan membelinya sepulang sekolah.

Saat di Apotik ia meremasi tangannya dengan baju sekolah yang masih melekat ditubuhnya.

"Mba—" Ucapnya dengan bibir mengatup.

"Ya ada yang bisa dibantu?" Ucap penjaga dengan senyum.

"S—sssaya mau beli t-ttespeck," ucapnya gugup.

Sang pelayan menatapnya sejenak dengan alis mengkerut. Rena tertunduk takut, ia harus mendapatkan alat itu dan memastikan semuanya agar lebih jelas.

"Buat ibu saya," ucap Rena mantap dan tersenyum.

Sang pelayan akhirnya ikut tersenyum.

"Topcer ya ayah nya anak udah segede ini ibunya hamil lagi."

Rena tertawa dengan anggun.

"Sebentar ya," ucapnya dan tak lama kemudian membawa tespeck beberapa pilihan.

"Banyak sekali," ucap Rena tercenung.

"Ini beberapa jenis dan merk, aku sarankan beli 2 atau 3 buah saja biar lebih akurat."

"Berapa mba?"

"Semuanya 20ribu."

"Ini," Rena memberikan uangnya dan pergi berlalu dari Apotik dengan cepat.

"Ren," panggil Dessy kaget.

"De—Dessy?" Wajah Rena kini pucat pasi.

"Kumohon ceritakan padaku, aku akan mencoba membantumu."

Rena menahan wajah sedihnya, ia merasa tersiksa dan rasa takutnya berkecamuk menjadi satu.

"Aku takut—" ucap Rena tertunduk.

"Kita kerumahku ya? Papa sudah pergi keluar negeri," bujuk Dessy.

Rena mengangguk mengiyakan.

Sesampainya dikamar Dessy, perlahan cerita itu mengalir begitu saja diiringi tangisan Rena yang pecah.

Dessy memeluk Rena ikut menitikkan air matanya, lalu setelah lama berpelukan ia tersenyum menyemangati Rena.

"Kamu harus buktikan ya, kalau memang benar aku akan membantumu mendapatkan Ryan. Aku tahu kantornya," ucap Dessy.

Rena menatap tespeck itu dengan takut dan membawanya untuk Dessy, mereka menatap bersama.

Menunggu beberapa saat sampai akhirnya di 2 alat itu jelas sekarang.

"Ren, ini kemungkinan besar kamu memang hamil." Ucap Dessy dengan wajah sedih.

Rena menangis lagi, tidak mungkin ia hamil walaupun usianya kini sudah 17 tahun. Ia menangis sesunggukkan.

"Kita akan ke kantor nya ya, lebih baik kita pergi sekarang." Ucap Dessy lembut.

"Aku takut." Rena masih menangis.

"Aku akan menemanimu, pakai sweater ini. Kita naik motor saja ya?"

"Baiklah," ucap Rena memakai sweater itu.

Mereka sampai dikantor Ryan inc, perusahaan yang besar bahkan kini hati Rena mulai susut ia tidak bisa membayangkan kalau nanti tujuan mereka untuk meminta pertanggung jawaban.

Mereka memasuki perusahaan itu, tak hentinya Rena meremasi jemarinya yang mulai membasah karena kegugupannya.

"Aku takut Des," ucap Rena sembari tertunduk.

Dessy tidak menjawab dan mereka sampai ke bagian admin perusahaan itu mereka disambut baik oleh wanita muda nan cantik itu.

"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?"

RenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang