4. Awal yang menyakitkan

5K 126 7
                                    




Tubuhnya mulai terasa sakit, Rena mengucek matanya dengan rasa malasan memaksa matanya memandang sekelilingnya. Dia menatap kamar luas nan bersih itu, rasa pusing dikepalanya masih saja bergelanyut bahkan tubuhnya kini terasa sakit.

Sampai akhirnya Rena berhasil menatap dengan pandangan terangnya dan rasa syoknya ia menatap tempat tidur itu.

Tubuhnya telanjang? Rena terus menerus memastikan tubuhnya tanpa sehelai benangpun.

Tidak, ini mimpi! Ini tidak nyata sangatlah tidak nyata karena semua ini tidak mungkin terjadi. Rena terus berucap dihatinya sembari menggeleng.

Tubuhnya mulai gemetar takut, dan ia memastikan sekali lagi dan semuanya nyata. Ia menatap seprai putih kamar yang meninggalkan noda darah.

Apa yang terjadi? Rena mulai menitikkan air matanya dan menatap pakaiannya yang berserak dilantai.

"Tidak!!" Erang Rena mulai frustasi sembari meremasi rambutnya.

"Tidak mungkin!!" Rena berteriak histeris lagi sembari menangis.

Setelah beberapa saat, dengan tangisannya ia memakai pakaiannya, dengan tubuh yang sakit ia menyentuh vaginanya dan sudah bisa dipastikan kalau ia tidak perawan lagi.

Hancur semuanya, ia terus meneteskan air matanya tidak tahu harus berkata apalagi.

Siapa yang memperkosanya dengan paksa? Setega itukah pria itu menyentuh anak dibawah umur? Bahkan umurnya beberapa hari lagi baru 17 tahun.

Ia memukul dadanya, menggosok kuat tangannya dengan benci. Ia tidak pernah seperti ini, masa depannya kini hancur sudah.

Ia keluar dari kamar hotel dengan tubuh sakit, ia memaksakan dengan kuat berharap pandangan orang tidak aneh padanya, meskipun beberapa orang menatapinya bingung dan entah apa yang terjadi dengan gadis itu.

Ia tidak boleh menunjukkan pada ibu dan ayahnya atas musibah ini mereka akan sangat terpukul atas kejadian ini pastinya jadi ia akan tegar di hadapan mereka.

"Astagafirullah Rena, apa yang terjadi?" Lasmini menitikkan air mata melihat kedatangan Rena pagi begini.

"Bu, Re—Rena nggak apa kok bu. Acaranya agak maleman dan— dan Dessy ngajak nginep." Ucap Rena dengan suara lantang terpaksanya.

Ibunya menatapnya beberapa saat.

"Kenapa kamu nggak ngabarin ibu dulu nak?" ucap Lasmini akhirnya sembari membelai rambut Rena.

"Rena cuma nggak mau buat ibu khawatir, ayah mana?" Rena memaksa senyumnya.

"Ayah udah berangkat baru saja, memangnya nggak masuk sekolah?"

"Hmm— enggak bu, kebetulan sekolah lagi ada acara jadi para siswanya diliburkan." Ucapnya dengan lembut.

"Yaudah kalau begitu, kamu istirahatlah." ucap Ibunya dengan senyum.

"Iya bu," Rena menahan rasa sakit dan masuk ke dalam kamarnya.

Ia menumpahkan segalanya, ia menangis kecewa dengan dirinya sendiri. Ia marah entah pada siapa, menangis sepuasanya betapa bodohnya ia terjerat dengan pria yang tidak dikenalnya.

Setelah menangis sepuasnya, ia masuk ke dalam kamar mandi dan menggayungi tubuhnya terus menerus tidak perduli pakaiannya yang masih melekat.

Rena sudah menjadi wanita kotor, masa depannya sudah sirna.

"Ren, kamu nggak apa?" Lasmini mengetuk dengan lembut.

"Nggak bu," jawab Rena masih menangis.

"Yaudah buruan gih mandinya."

RenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang