Chapter 80 - Nggak Mau Kalah

35.3K 3K 94
                                    

Stef mencibir, Rama kalah main catur lagi. Cowok itu sudah malas, tapi Rama tetap aja menahan dirinya di sana.

Rama mendesis, merasa tidak seharusnya begitu. Tidak mungkin kalah dari anak didiknya.

Dia masih ingat dulu. Stef enggan main catur dengannya. Maunya nempel sama Nina aja. Gangguin anak gadisnya main masak-masakan.

Rama geram. Mengurung Stef di kamar. Memberikan cowok itu mainan baru.

Stef malas. Membuang anak catur tersebut, Rama langsung gemas dan memukul kepalanya dengan gulungan koran.

Udah dari dulu begitu. Rama maksa Stef biar suka main catur. Ngajarin Stef meskipun selalu naik urat.

Rama menyuruh memindahkan anak catur, tapi cowok itu malah membuangnya. Melempar jauh agar Rama tidak memaksanya main catur lagi.

Stef pernah nangis dan nggak mau bertemu Rama. Jika ke rumah Nina pasti minta digendong sama Nindi. Sengaja nyembunyuin muka biar nggak melihat wajah Rama.

Stef dendam padanya. Rama itu selalu mengganggunya.

"Om, saya baru baca berita. Lagi panas-panasnya. Anak lima belas tahun udah nikah." Katanya tiba-tiba.

Rama mengangkat kepala. Mengernyit bingung, lebih tepatnya pura-pura polos.

Karena jika sudah begini. Permintaan Stef biasanya najong tralala.

"Terus?" Rama bertanya santai.

"Alesan mereka karena takut tidur sendirian." Stef menunjukkan wajah kasihan. "Saya akhir-akhir ini takut tidur sendirian, om. Efek apa ya?" Katanya.

"Najong kamu!!" Rama berdecak.

"Saya pengen nikah sama Nina juga, om. Biar nggak takut tidur sendiri." Kata Stef makin najong.

"Nggak bisa! Kamu belum bisa nikahin anak saya sebelum umur dua lima." Rama memutuskan.

"Nggak bisa, om. Masa saya kalah sama anak lima belas tahun? Umur saya sekarang udah delapan belas tahun."

"Nggak peduli saya." Rama tetap bersikukuh.

Stef meringis. "Saya juga nggak peduli om restuin atau nggak."

Rama bersyukur nggak punya riwayat penyakit jantung. Sehingga sebebal apapun Stef, lelaki itu tetap bisa bertahan selain naik urat.

"Saya berubah pikiran." Rama serius. "Nggak jadi pengen jodohin Nina sama kamu. Tapi sama Andra. Anak itu lebih pantas untuk Nina."

Stef melotot. "Saya jauh lebih pantas, om."

Rama mencibir, "Lebih pantas, eh?" Ejeknya. "Tuaan siapa kamu atau Nina?"

"Saya." Stef mengaku dengan percaya diri.

"Jadi, kenapa Nina lebih dulu kuliah? Padahal sekolahnya barengan dari kecil."

Stef menggeram. "Besok saya wisuda, om." Katanya lagi. Rama mencebik, "Om nyari-nyari kesalahan saya." Rama menyeringai senang. "Nina masuk akselerasi, wajar."

Rama makin senang. "Jadi kesimpulannya?"

"Saya tetap yang terbaik untuk Nina." Rama langsung kejang-kejang. "Om, lebay!"

Rama menggeram. "Lebih lebay kamu." Ejeknya.

"Yang penting kece." Balas Stef.

"Alesan! Ayo main lagi." Suruh Rama memaksa.

"Saya males. Om kalah melulu." Kata Stef enggan. "Saya mau jalan sama Nina."

"Nggak bisa. Hari ini giliran Andra jalan sama Nina."

"Nggak bisa. Nina itu punya saya."

"Nggak bisa. Nina itu anak saya."

"Nggak bisa. Nina tetap punya saya." Stef nggak mau kalah. Selalu memperebutkan Nina. Tiap bertemu pasti berdebat. Tidak pernah akur sekalipun.

Stef akhirnya mengalah. Melayani Rama bermain catur. Stef ogah-ogahan, tapi Rama tetap memaksa.

"Om, saya mau bantu camer. Jangan ganggu saya." Kata Stef berbinar. Langsung ngacir padahal Rama sudah menyiapkan jurus ampuh untuk mengalahkannya main catur.

"Stef..." Teriak Rama kesal.

Stef nggak mau dengar lagi. Dia ke dapur menghampiri Nina dan Nindi. Mereka berdua sedang sibuk dengan peralatan masing-masing.

"Tante, saya bantu apa?" Katanya.

Nindi tersenyum, "Udah nggak dicegat om nya lagi?" Candanya.

"Saya kabur, tan. Om maksa saya." Adunya.

Nindy tergelak. "Ayo, sekarang kamu goreng ayam."

Stef melebarkan mata. "Tan, jangan goreng ayam. Atut..." Ucapnya manja seraya memoyongkan bibir.

Rama datang bergabung dengan mereka. "Pilih mana? Goreng ayam atau mau catur sama saya?" Seringainya.

Stef paling takut sama suara saat menggoreng. Katanya seram. Terus minyaknya juga kadang nyiprat.

Rama suka usil, kalo Stef ada, suka nyuruh Stef yabg aneh-aneh. Pilihannya nggak mengenakkan. Sama seperti tadi. Goreng ayam atau main catur?

"Pasti saya milih kencan sama Nina." Cengirnya tanpa dosa.

"Najong kamu." Rama mencebik. "Jangan masuk dapur kalau ganggu. Saya nggak mau mamanya Nindi ngamuk sama saya karena dapurnya berantakan ulah kamu."

"Sama maunya di sini, gimana dong, om? Stef mencomot satu paha ayam. Langsung makan tanpa menghiraukan mereka. "Enak banget, tan." Tambahnya.

Nindi gemas. Langsung mencubit pipinya gemas. "Enak dong pastinya." Katanya senang.

Rama mencibir. Stef makin najong. "Nin, nanti kalau kita udah nikah. Masakin yabg begini enaknya ya." Cengirnya lagi.

Rama mengerang, langsung jengah pada Stef yang lebay.

"Najong. Males masak buat kamu." Katanya meleletkan lidah.

Stef menyengir lebar. "Harus dong, iya kan, tante?"

"Iya. Nanti Nina pasti masakin kamu." Nindi kembali mengiyakan. Stef mengangguk senang. Kembali mencomot paha ayam yang lain.


***

Jakarta, 29.04.18

Hollah...

Gue nanti updatenya cerita Kevin dan Citra tgl 10 Mei 2018.

Sengaja. Hari jadinya gue wkwkwkw......

Hayo, siapa yang nggak sabar nunggu tgl 10?😆😆

Ayo... Ramein. Tag temen lo sebanyak-banyaknya biar petcah melumer hehe.


Setip mau dicium katanya 😆

Crazy Possessive [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang