Tiga Puluh Delapan : That Jerk Is Back!

1.5K 294 81
                                    

Terkadang ada sesuatu yang berada di luar nalar, seperti bagaimana gue mencintai Chanyeol tapi gue enggan mengakui karena rasa takut yang terus menghantui.

Selama berhari-hari setelah Chanyeol resmi melamar gue. Laki-laki itu mendapat dinas keluar kota satu minggu.

Segala macam urusan pernikahan sepenuhnya berada di tangan gue.

Pilihan yang gue ambil, gue menyerahkan segala persiapan pernikaha kepada salah satu WO ternama di Seoul, sementara tugas gue hanya memilih gaun pengantin gue sendiri.

Tiga bulan sudah berlalu, persiapan pernikaha sudah berjalan 85% dan gue masih menaruh keraguan. Apakah semuanya akan baik-baik aja?

“Kenapa ngelamun lagi?” suara Chanyeol terdengar, menyadarkan gue dari lamunan singkat. “Ada sesuatu yang kamu lupa? Atau butuh apa?”

Kemudian menggeleng cepat sebagai jawabannya. “Nothing.”

“Yakin? Tapi akhir-akhir ini aku sering lihat kamu ngelamun dan banyak diemnya, Gi.”

Gue bergeming. Mengaduk ramen didepan gue tanpa minat.

Hubungan gue dan Chanyeol berjalan membaik seiring waktu, sedikit demi sedikit gue mulai menerima kembali kalau gue emang cinta sama dia. Hanya saja gue masih terlalu sering berpikir tentang rasa takut yang nggak bisa gue sampaikan.

Itu membuat gue sedikit linglung dan banyak diam. Bener kata Chanyeol.

“Nggak papa kok, mas. Beneran deh.”

Chanyeol meletakkan sendoknya, kemudian fokus menatap gue. “Atau kamu nyesel iyain lamaran aku? Makanya kepikiran terus?”

Ucapan Chanyeol sukses membuat pupil mata gue membesar, menahan nafas sesaat sebelum mendengus. “Kenapa mas mikirnya jauh gitu?”

Chanyeol menggeleng kecil. “Ya, aku cuma tanya. Kali aja kamu tiba-tiba merasa nggak mau nikah sama aku.”

“Mas!”

Dia ketawa. “Cerita aja kalau kamu butuh seseorang buat dengerin keluh kesah kamu, Gi. Bukan sama aku juga nggak papa. Atau kalau kamu emang nggak nyaman, bilang sama aku.”

“Enggak gituu..”

“Terus?”

Gue mendesah, menatap obsidian Chanyeol yang masih lekat menatap pada gue.

Sepasang mata itu selalu mampu meneduhkan, tapi semakin lama gue melihatnya gue semakin takut. Gimana kalau gue nggak bisa jadi istri yang baik? Gimana kalau bayang-bayang dimasa lalu gue akan mengganggu kehidupan gue nantinya?

Gue nggak akan menyebut kegagalan pernikahan gue sebagai satu kata trauma. Hanya saja, gimana kalau tiba-tiba gue merasa takut Chanyeol pergi?

Gimana kalau gue tersakiti? Atau menyakiti karena opini gue yang gila ini?

“Gi..”

Tangan kekar Chanyeol meraih satu tangan gue, menggenggamnya pas disana. Begitu erat dan nyaman, gue melirik tangan kita berdua kemudian mendesah.

“Aku cuma nervous doang. Sama mikir gimana caranya jadi istri yang baik.” lirih gue.

“Hei, hei, ngapain mikirin itu sih? Kamu lupa aku pernah bilang, aku kan nggak masalah kalau kamu nggak bisa masak?”

Mungkin hanya itu yang terlintas di pikiran Chanyeol saat mendengar kata istri yang baik. Yang laki-laki itu tau gue nggak bisa masa doang.

Tapi, gue takut nggak bisa layanin dia dengan semestinya. Gue terbiasa ngurus diri sendiri dan jarang ngurusin orang lain.

Gue tersenyum masam, ikut membelai tangannya dengan ibu jari tangan yang dia genggam. “Maaf deh, nggak mikir lagi.”

Chanyeol mengangguk mengerti. “Habis ini sebelum ke butik, mampir Samsaegil dulu ya? Masih inget kan?”

Gue inget, itu toko furnitur punya Joonmyeon, temen Chanyeol. Dan sedetik kemudian baru sadar kalau butik yang mau gue tuju bareng Chanyeol ini berada tepat sebelum Samsaegil.

“Inget kok.”

“Nggak papa ya mampir sana bentar?”

“Iya.”

Kemudian sebelum kita beranjak dari restoran ini, Chanyeol ijin ke kamar mandi.

Gue nunggu dia sambil ngabisin jus yang gue pesen, sesekali main hp meskipun sekedar buka-buka nggak jelas. Bingung juga sih, gue bukan tipe cewek yang punya banyak akun sosial media. Jauh-jauhnya cuma instagram sama facebook doang.

Sampai kemudian seseorang duduk. Gue pikir itu Chanyeol yang baru balik dari kamar mandi. Tetapi ketika gue mendongak dan bertemu mata dengan orang itu. Rahang gue mengeras.

Oh Sehun?

“Ngapain lo disini?” geram gue dengan nada dan muka marah. Gue nggak suka kehadiran dirinya di depan muka gue.

Si brengsek itu menarik ujung bibirnya, menyeringai. “Gue denger lo mau married?”

“Bukan urusan lo!”

“Ck.  Urusan gue lah, lo kan mantan calon bini gue.”

Gue mendengus kesal. “Lo nggak malu menampakkan batang hidung belang lo itu di hadapan gue?” sarkas gue dengan nada penuh ejek.

Sehun ketawa kecil, lebih seperti menertawakan. “Gue nggak mau basa-basi ya. Gue tuh cuma mau memberikan nasihat kecil buat lo, Gi.”

“Gue nggak butuh nasehat apapun dari lo, bibir lo aja udah bullshit banget.”

Sehun menggerakkan jari telunjuknya ke kanan-kiri, menolak ucapan gue.  “Lo harus denger ini, Gi. Sebagai cowok yang udah kenal lama sama lo. Gue mau berbagi pendapat gue tentang diri lo.”

Gue diam nggak ingin menanggapi. Memilih berpaling pada beberapa orang lain yang duduk di sisi lain meja gue.

Tapi Sehun masih lanjut bicara. “Lo tau alasan kenapa gue menjadikan lo sebagai pacar gue dan bertahan selama Bertahan-tahun?”

Gue masih bungkam.

“Karena lo itu bego. Yah nggak tau bego atau baik sih ya. Tapi yang jelas, pacaran sama lo itu enak, gampang selingkuh nya. Gampang juga disuruh ini itu. Dan lo pikir, apa alasan calon suami lo itu milih lo sebagai calon istri?  Cinta? Hm?”

Gue mendongak dan balas menatapnya. Menantang jawaban apa yang berani dia ucapkan untuk gue.

Sehun terkekeh, menutup bibirnya dengan punggung tangan sebelum bersuara lagi. “Karena lo itu bego. Gampang di racuni tuh otak pake kata-kata. Calon suami lo itu, mau nikah sama lo supaya nanti dia bisa selingkuh sana sini kayak gue ini. Gimana? Masuk akal kan?”

*tbc*

Sehun pulang HUN! NGAPAIN MAIN DISINI LAGI SIIIH😤

Udah ah! Sebel sama sehun! 😤😂😂😂

Segitu dulu ya, next chapter will be the last for Naked Soul^^

See ya😊

Naked Soul (Chanseul)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang